Bab 3 | Aku, kamu dan di antara kita.

80 6 5
                                    

Gandara

A novel by Zivia Zee

•••

Aku akan mati

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku akan mati.

Sarita yang mengatakannya. Dia heboh sekali begitu tahu tentang persinggunganku dengan kelompok Gandara Jumat lalu. Dia bilang, itu artinya aku telah ditandai. Seorang Razan Ivy mengambil tanda pengenalku lalu mengembalikannya. Itu bukan kejadian biasa. Razan pernah melakukannya sebulan lalu pada anak kelas sebelas yang juga seorang pecundang. Sejak dia datang ke hidupnya, anak itu tidak pernah terlihat lagi. Entah putus sekolah atau pindah, tidak ada yang peduli.

Aku takut sekali.

Sarita sudah cukup menakutkan, tapi Razan lain cerita. Dia punya kelompok, punya pamor dan seorang atlet bela diri. Sekali pukul, aku bisa mati di tangannya. Belum lagi teman-temannya yang kuyakin sama saja. Belum lagi Eliaz.

Eliaz Andrews.

Sepanjang akhir pekan ini aku memikirkannya. Baju seragamnya masih ada padaku. Sudah kucuci bersih dengan deterjen paling mahal yang bisa kubeli. Bodohnya aku tidak menanyakan alamat rumahnya. Sekarang sudah hari Senin, aku hanya berharap dia punya dua baju seragam.

Masih sangat pagi ketika aku sampai di sekolah. Aku sengaja datang sebelum jam upacara untuk mengembalikan baju Eliaz. Kalau-kalau dia tidak punya baju cadangan, setidaknya aku tidak akan membuatnya dihukum. Alasan lain, pagi-pagi bukan jamnya Sarita. Jadi seharusnya naik ke lantai dua untuk menuju lantai tiga di waktu sepagi ini akan aman.

Harapan itu pupus demikian cepatnya tatkala aku menginjakkan kakiku di lantai dua, lantai anak kelas dua. Dari ujung tangga, aku melihat gadis berambut panjang itu sudah berdiri di koridor bersama teman-temannya. Sarita sedang tersenyum, dan ulasan bibir itu kian lebar ketika dia menemukan kehadiranku. Sarita selalu senang setiap kali kami bertemu.

Seperti pagi ini.

"Selamat pagi, Irish sayang! Tumben nyamperin duluan. Kangen aku ya?"

Sarita selalu tampak menjulang dalam pandanganku. Tiap kali aku berhadapan dengannya, kepalaku selalu menengadah. Dari sisi terbawah itu aku selalu melihatnya, seulas senyum yang terpatri di bibirnya yang merah saat dia mengatakan hal-hal jahat. Melihat kilap matanya saat dia senang ketika aku mulai menangis.

Hari ini, aku belum menangis. Tetapi mata itu telah lebih dulu memancarkan kilau kesenangan. Matanya yang seperti biji Almon, dibalut lensa kontak sewarna langit, menatap lurus tertuju pada kantong karton yang kupeluk di dada. Desir jantungku seakan membalap saat jemarinya yang berhias kuku warna terulur, mencoba merebutnya.

"Apaan nih? Pesenan Razan? Udah sempurna jadi babunya dia ya kamu sekarang?"

Aku menggeleng kecil. Berusaha mempertahankan kantong berisi baju Eliaz. Kalau sampai Sarita mengambilnya, aku mungkin akan benar-benar mati.

GandaraWhere stories live. Discover now