03. Katanya Surel

114 20 0
                                    

Sam memandangi print out makalahnya yang hampir di segala sisi terdapat coretan cinta bolpoin dari dosen tercintanya. Sam tinggal menghitung hari sudah akan beranjak ke semester 4 dengan Yudha. Dan pekerjaannya setiap hari hanya memandang revisi tugasnya yang semakin hari bukannya semakin bagus, malah semakin buruk saja. Sam menangis karena plan nya untuk fokus pada BATIK di dua semester kedepan mungkin harus dibuat ulang.

Sam berjalan di koridor fakultas teknik sebelum kakinya berbelok menuju lobby untuk keluar. Tapi di tengah jalan saat Sam melewati toilet, dia melihat seseorang berlari dengan tergesa-gesa masuk ke dalam toilet pria dari arah berlawanan memegangi hidungnya.

Sam menatap lantai yang pemuda itu lewati terdapat beberapa tetesan darah.

Lalu dengan cepat Ia masuk ke dalam toilet juga untuk sekedar berbasa-basi mencuci tangan di sebelah pemuda yang berlari tadi.

Sam melihat pemuda itu menahan hidungnya yang mimisan tetapi dengan posisi membungkuk.

Sam langsung mengambil kepala pemuda itu dengan lembut, lalu menariknya agar melihat ke langit-langit kamar mandi.

"Lo bisa nyumbat hidung lo kalo di tahan gitu, Malik, lepasin aja sambil lihat ke atas." ucap Sam lalu memberikan sebuah tisu ke tangan Malik. Pemuda ini setinggi Yudha Mahendra yang dia kenal.

Sam melirik ponsel milik Malik berdering cukup tidak menyenangkan dari tadi. Kontak dengan nama 'Ibu' tertera di layar.

"Itu ga diangkat telepon dari nyokap lo?" tanya Sam.

"Tolong angkatin ya mas, loud speaker nya nyalain aja." jawab pemuda itu.

Sam langsung mengambil ponsel yang masih berdering itu lalu menggeser icon telepon ke atas dan menyalakan speaker.

'HEH ANAK SIALAN! SAMPE KAPAN LO MAU NYUSAHIN GUE SIH?! PENYAKITAN BANGET LO! GAUSAH BALIK KESINI LAGI LO! NYUSAHIN!'

Lalu telepon dimatikan begitu saja oleh lawan bicara yang dipanggil 'Ibu'. Sam memandangi ponsel itu dengan tatapan tidak bisa diartikan, dia sangat terguncang.

Gila. Dia tidak pernah tahu jika Malik adalah seseorang yang memiliki hidup seperti ini. Sam melirik Malik sebentar yang sedang sibuk membersihkan hidungnya.

Seorang ibu terang-terangan mengatakan bahwa Ia tidak butuh anak langsung di depan anaknya. Sam memiliki satu teman yang sangat persis dengan Malik. Jaka Oktavio. Sam langsung teringat dengan Jaka yang mungkin sekarang sedang pusing di kelas Matematika.

"Lah gue kira Bunda, ternyata Ibu, maaf ya mas harus denger bentakan gitu." ucap Malik yang sekarang sedang membersihkan sisa darah di hidungnya sembari mengambil ponsel nya kembali.

"Gapapa gue mah, udah biasa." jawab Sam. "Udah baikan lo? Pusing? Mau dianter pulang ga?" lanjutnya khawatir karena 'Ibu'nya tadi mengatai dia seorang yang 'penyakitan'.

"Gapapa kali mas, gue masih ada kelas, ini aja izin keluar ke kamar mandi. Makasih ya mas udah dibantuin." ucap Malik dengan senyum.

"Lo ada temen yang bisa bantuin kalo ada apa-apa di kelas?" tanya Sam.

"Gaada sih mas, temen gue beda kelas hari ini sama gue, biasanya ada." jawab Malik dengan santai, masih membersihkan sisa darah yang menetes di bajunya.

Sam mengangguk lalu menepuk punggung Malik, "Kalo ada apa-apa telepon aja, gausah segan."

"Tapi gausah gapapa lho mas," Malik menggeleng.

"Lo gausah panggil mas gapapa kali." ucap Sam menatap Malik. "Lo berarti ikut latihan ntar sore kagak?" tanyanya.

"Gapapa, enakan pake mas, nanti ikut insyaallah, gue pamit balik kelas ya mas." ucap Malik menunjuk pintu keluar.

IRONI dari SEMESTA | ATEEZ ffWhere stories live. Discover now