CHAPTER 27 [Yang Hilang]

53 12 0
                                    

Happy reading!

.



"Gue nggak nyolong, anjing! Kayak orang susah aja! Kalian itu yang tolol!"

Saira tersulut emosi tatkala dirinya dihadang oleh Sinta and the genk dan menuduhnya sebagai otak dari kekacauan. Hanya karena Saira tidak ikut senam, ia dituduh yang tidak-tidak, tentu saja gadis itu marah.

"Udah deh, lo itu dendam 'kan? Lo dendam karena dituduh kegatelan deketin pacar gue, jadi lo lampiasin dengan cara kaya gini. Nggak usah munafik, deh! Gue ngerti orang macam lo ini," cecar Sinta seraya menatap Saira sinis. Teman-temannya juga ikut menatap Saira merendahkan.

"Oh iya, juga, ya? Secara ... hampir satu gedung MIPA gosipin tentang dia, ya. Wajar deh, kalo dia ngamuk, hahaha," timpal Gendis disambut gelak tawa teman-temannya.

Saira berdecih lalu melontarkan tatapan menghunus pada keempat siswi berdandanan menor. Sudah dapat ditebak kalau mereka ini langganan guru razia. "Mimpi, Mbak? Bukannya lo sama Arsenio udah putus, ya? Ups! Atau jangan-jangan Arsenio yang mutusin lo?"

Saira tersenyum puas melihat perubahan rona pada lawan bicaranya. Muka Sinta merah padam menahan amarah.

Saira sendiri tahu informasi ini dari Azalea. Entah dari mana, yang pasti temannya yang satu itu punya bakat terpendam menjadi intelijen. Kelihatannya saja adem ayem, tidak peduli, dan tidak mencari tahu. Sekali ditanya semua gosip terbaru dan sudah lewat, informasinya kelewat lengkap.

"JAGA OMONGAN LO, YA?!"

Saira tiba-tiba merasa muak untuk terus berdebat masalah yang tidak penting begini. Ia sendiri merasa menjatuhkan harga dirinya sendiri jika terus meladeni orang semacam Sinta. Lagi pula, tujuannya sekolah adalah menuntut ilmu, bukan mencari jodoh.

"Gue sibuk. Nggak ada waktu ngeladenin bacotan kalian."

Selain itu, ia teringat rencana pertemuan dengan Pak Direktur. Saira harus segera kembali ke kelas berbakat.

"Mau ke mana lo?!"

Saira terkejut saat Friska tiba-tiba menarik jaketnya, hingga membuatnya terjengkang ke belakang. Tidak sampai di situ, keempat siswi itu maju mengeroyoknya tanpa melihat bahwa Saira sedang dalam keadaan tidak siap.

Sial! Koridor ini terlalu sepi!

"Apa-apaan ini?!"

Sinta dan teman-temannya terkejut dan menghentikan aksi memukuli gadis mungil yang terduduk di lantai. Mereka semakin terkejut saat melihat siapa yang datang.

***

"Di koridor belakang perpustakaan. Arah ke gedung MIPA."

Rangga berucap sambil matanya fokus ke layar laptop. Ia menemukan Saira yang tengah berhadapan dengan empat orang siswi.

"Belva! Telpon Pak Bagaskara!" perintah Azalea.

Belva mengangguk dan segera mengotak-atik ponselnya. Tidak perlu menunggu lama untuk tersambung dengan orang di seberang sana.

"Pak! Saira ada di dekat perpustakaan. Dia dirundung sama kakel!"

[1] ESTRELLA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang