7

736 85 5
                                    

Potongan kata terus menerus berputar dalam pikirannya. Jenggala dihantui perasaan aneh, dia menjadi banyak diam karena pikirannya sendiri. Sampai saat berjalan menuju kelas, selepas kembalinya dari ruangan Magma, dia tak sengaja menabrak musuh bebuyutannya.

Brugh!

Pundak Jenggala dan pundak Rion saling beradu keras. Membuat tubuh mereka berdua terhempas ke belakang. Tatapan kini saling beradu, seperti mengeluarkan petir dari bola mata penuh kebencian.

"Lo jalan pakai mata apa pakai kaki?" tanya Jenggala marah. Dalam posisi sekarang, bisa dilihat bahwa Jenggala yang salah.

"Pakai dengkul," jawab Rion malas. Cowok itu hanya ingin berhenti bermasalah dengan Jenggala untuk sementara waktu, moodnya tidak baik sekarang.

Sekarang emosi Jenggala kian meluap. Dia tengah pusing memikirkan Magma dan sekarang Rion datang mengacaukan pikirannya.

Dulu, Jenggala, Jean dan Rion adalah teman baik. Entah apa yang ada dalam pikiran Rion, sampai berani berkhianat dan membuat Jenggala hampir mati ditangan lawannya.

"Minta maaf sekarang," perintah Jenggala.

Wajah sombong yang Rion lihat memang tidak pernah berubah, kedua tangan anak itu masuk ke dalam saku, dagunya terangkat menantang.

"Lo yang harusnya minta maaf," balas Rion tak mau kalah.

Jenggala mengangkat jari telunjuknya, menunjuk wajah Rion dengan penuh emosi. Segala emosi telah berkumpul menjadi satu dari berbagai masalah.

Situasinya memang tak tepat, saat Rion malah menyingkirkan tangan Jenggala dari hadapannya. Dengan napsu setan yang telah menguasai, Jenggala memberikan pukulan mentah pada pipi kiri Rion.

Tentu saja Rion tak terima. Dia tak tau apa-apa, sampai harus mendapatkan pukulan itu. Sebagai laki-laki sejati, Rion membalas pukulan Jenggala.

Mereka adu jotos di tengah koridor. Menjadi tontonan para murid yang mulai berkumpul, tak ada yang berani melerai mereka berdua, takut menjadi samsak kedua nanti.

Suara keributan itu mendatangkan orang lain, guru-guru penting dan juga Jean teman baik Jenggala.

"Pak!" panik Jean dibelakang Magma.

Anak itu terus mendorong belakang Magma, meminta agar pria itu segera melerai keduanya dan menarik Jenggala menjauh.

Magma dengan wajah tenangnya masih memantau, mencari cela untuk menarik kerah baju Jenggala.

"Jean?" panggil Magma. Melirik ke arah anak muridnya itu.

Jean menanggapi dengan tatapan gugup.

"Tarik berandalan yang satu itu. Sedangkan, sayang akan menarik anak kuda Nil ini," perintah Magma. Dia akan menarik Jenggala dan Jean akan menarik Rion.

Jangankan menarik Rion menjauh, Jean dekat dengan cowok itu saja membuatnya berumur pendek.

Lama memikirkan sampai Jean memberanikan diri mendekat, anak itu menarik tubuh Rion dengan cara memeluk perutnya. Begitupun, dengan Magma yang menarik Jenggala, dia menarik kerah baju anak itu seperti menarik ujung leher anak kucing.

"Lepas!"

"Sini lo!"

"Halah, lo emang kagak beres!"

"Otak lo yang kek biji kedelai!"

Mereka berdua masih saling menyahuti satu sama lain. Magma menutup mulut Jenggala dengan telapak tangannya yang besar, memaksa anak itu menjauh dan membawanya kembali ke dalam ke ruangannya.

MaJe (Magma and Jenggala) ENDWhere stories live. Discover now