Bab 3

9 1 0
                                    

"Biar aku aja yang buka, Bu." Nadira berjalan cepat menuju pintu utama.

Sangkanya, itu kurir pengantar barang atau makanan yang ibunya pesan. Sekalian, dirinya memang berniat keluar. Untuk menepati janji sekadar nonton film dan minum di salah satu cafe.

Akan tetapi begitu Nadira menarik tuas pintu dan membuka papan itu lebar-lebar, yang gadis temukan di depannya bukanlah sosok dari sangkaannya. Melainkan, Batara, suaminya.

Tentu saja, Nadira terkejut melihat pria bertubuh tinggi itu tiba-tiba saja ada di sini, di hadapannya tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Karena menurut kabar yang dirinya terima semalam, Tara diperkirakan akan sampai tengah malam nanti.

"Hai," sapa Tara menarik paksa istrinya dari kejut yang menerpa.

"Kak Tara." Nadira bergumam menyebut nama suaminya dengan raut yang entah.

Tara tersenyum lebar, sampai-sampai deretan giginya nampak berjejer rapi menghiasi wajah.

"Kakak pulang?"

Tara ingin sekali mencubit pipi Nadira yang menggemaskan itu. Terlebih karena pertanyaan barusan yang keluar dari mulutnya, ditambah keterkejutan itu masih tersisa jelas di wajah istrinya.

Rupa-rupanya, kejutan yang Tara rancang bisa dikatakan berhasil. Terbukti dari ekspresi yang Nadira tunjukkan, benar-benar terkejut.

"Tentu saja saya pulang. Kenapa, hmmm?"

"Mmmm, aku harus pergi dulu sebentar," ucap Nadira pelan penuh ragu.

"Pergi?" ulang Tara.

"Ya," sahut Nadira cepat.

"Oh! Oke." Kali ini Tara menunjukkan aura wajah sebaliknya.

Laki-laki itu secara tidak langsung menyadari penampilan istrinya sudah begitu rapi.

"Kakak nggak apa-apa, kan? Soalnya aku udah janji sama temen aku mau nemenin nyari kado," ucap Nadira masih di depan sekat pemisah antara ruang dalam dan teras rumah.

Tara mencoba paham, pria itu lantas mengangguk pelan, mengisyaratkan ijin yang mau tidak mau harus ia keluarkan.

"Makasih, Kak. Daaah!" Pamit Nadira kemudian tanpa segan langsung menerobos, melewati dirinya yang tak dipersilakan masuk terlebih dahulu oleh Nadira.

Dengan tatap penuh kecewa, Tara yang mengira bahwa kejutan itu akan membuat Nadira senang, malah menimbulkan sesuatu yang mencubit sumber perasaan.

Terlebih buah tangan sebagai oleh-oleh yang ia terbungkus rapi di dalam kantong kertas itu, belum sempat ia sodorkan sebagai hadiah untuk Nadira. Namun kendati begitu, lagi-lagi, Tara harus memahami bahwa perempuan yang ia nikahi masih seorang pelajar.

                                    ***

"Loh, nak Tara." Ibu menyapa menantunya secara tak sengaja tatkala perempuan itu hendak masuk ke kamarnya.

"Bu." Tara turut membalas sapa sembari datang menghampiri mertuanya itu dan menyalami tangannya.

"Kapan kamu datang? Mau jemput Dira, ya?" tanya Ibu masih stagnan diposisinya.

"Barusan, Bu," jawabnya. "Ah, nggak. Cuma mampir aja sebentar. Kan, kata Dira, dia mau menginap di sini beberapa hari." Sambungnya.

Mendengar itu, tentu saja ibu tersenyum semringah. "Kenapa hanya mampir? Nggak sekalian kamu menginap saja, Tara,"

Tara diam beberapa saat, jauh di dalam hati inginnya begitu. Namun, benaknya masih tak bisa jika harus menatap potret Nirina yang menggantung di atas tembok, di beberapa tempat, di rumah ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 16, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ASMARA DUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang