Bab 06. "Gue harus gimana kalo lo sebaik ini?"

7 2 14
                                    

Cowok yang kemarin tidak ada kabarnya bagai hilang ditelan bumi, akhirnya masuk sekolah. Dia kelihatan baik-baik saja, tidak habis sakit atau apa pun, seperti Detra biasanya.

Aiska tampak lega karena Detra akhirnya muncul. Dia sempat khawatir terjadi sesuatu pada Detra, soalnya cowok itu bilang ingin menjelaskan tentang ekstrakurikuler di chat, tetapi nyatanya tidak ada chat satu kata pun.

"Hai," sapa Detra pada teman sebangkunya itu.

"Kemarin ke mana? Kamu sakit?"

Ekspresi Aiska cukup menggambarkan bahwa dia khawatir. Akan tetapi, Detra malah bengong setelah mendengar pertanyaan Aiska.

Mungkin terdengar terlalu drama dan klise, tetapi selama ini hanya dua orang yang mengkhawatirkan Detra dan Aiska adalah yang ketiga.

"Yaelah, malah bengong."

Detra menatap Aiska, lalu tersenyum sekilas. "Nggak, kok. Gue nggak sakit."

Sekali lagi, teman-teman Detra yang pernah sekelas dengannya waktu kelas sepuluh terheran-heran karena Detra tiba-tiba berubah ramah pada orang lain.

Aiska mengangguk-angguk paham, lalu mencoba mengerjakan soal tes dari Pak Reno yang tidak kunjung selesai itu.

Beberapa menit berlalu, Aiska mengerang frustasi. "Wah, kenapa sulit banget, sih?" ucapnya lirih, tetapi tentu saja masih terdengar oleh Detra.

Cowok berkacamata itu terkikik geli. "Kenapa nggak minta bantuan Rilan aja?" kata Detra menarik atensi cewek di sampingnya. Detra melanjutkan lagi ucapannya karena Aiska hanya diam. "Yang lain selalu minta bantuan dia."

Aiska menggeleng. Dia tidak tega menambah beban Rilan. Walaupun, soal-soal yang diberikan Pak Reno mungkin kecil bagi cowok itu. Namun, beberapa hari di sekolah barunya ini, Aiska sadar kalau Rilan selalu sibuk.

"Nggak usah, dia sibuk banget. Kasian."

Detra menarik tubuhnya dari sandaran kursi, memiringkan badannya menatap Aiska. "Kenapa yang lain nggak?" lirihnya.

"Kamu bilang apa?" Suara Detra terlalu pelan, Aiska hanya mendengarnya bergumam.

Detra menggeleng. "Nggak apa-apa, kok." Dia bersandar kembali dan menatap lurus ke arah Rilan, yang sedang dikerubungi beberapa orang.

Detra menghela napas panjang.

Ternyata, bukan cuma Detra, Aiska pun memperhatikan Rilan. Entah kenapa, dia merasa teman-teman sekelasnya terlalu bergantung pada Rilan.

***

"Bentar, Kak! Kakak kelas sebelas IPS-1, 'kan?"

Seorang cewek imut mencegat Aiska yang baru saja kembali dari kantin. Dia adalah Anna, yang waktu itu bertemu Rilan di taman.

"Iya. Kenapa, ya?"

Anna menyodorkan sebatang cokelat. "Tolong kasih ke Kak Rilan, ya. Aku malu banget kalo kasih sendiri. Plis!" ucapnya dengan ekspresi menggemaskan.

Aiska masih menatap adik tingkatnya itu. Di dalam hati, bertanya-tanya apa hubungan Anna dengan Rilan. "O ... ke."

"Makasih, Kak! Aku duluan!"

Omong-omong soal Rilan, setelah bel istirahat berbunyi, Aiska kira Rilan ke kantin lebih dulu, ternyata tidak ada.

Ke perpus kali, ya? tebak Aiska dalam hati.

Murid pintar seperti Rilan memang gampang ditebak. Setibanya di perpustakaan, Aiska langsung menemukan Rilan di sana sedang berkutat dengan buku-buku.

"Lan, kamu nggak makan siang?"

A+R-DOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz