8

1K 94 10
                                    

Suara langkah kaki melewati koridor rumah sakit beberapa kali terdengar, setelahnya suasana kembali sunyi. Joong berdiri di depan pintu menautkan tangan di belakang tubuhnya, tak bergerak sedikitpun dan masih menatap kaca berukuran persegi dimana anaknya terbaring kaku tak sadarkan diri.

Jika boleh jujur dia merasa sangat bersalah, dia hanya menunduk dan menangis berkali-kali. Semingguan penuh hidupnya penuh ketidakpastian, mulai dari View yang selalu memaksa bertemu dengannya hingga Sean yang masih tak sadarkan diri cukup membuatnya kelimpungan.

Terakhir kali yang dia tau Zoo sudah keluar dari rumah sakit, mengingat cedera anak itu sudah pulih itu lebih mudah. Hidup yang dulunya berjalan baik kini lumpuh karena kenyataan menyakitkan, dia merasa dirinya tumbuh dan seketika tumpul.

"Bisa kau pergi dari sini?" Suara lelaki manis itu membuat Joong menghela nafas panjang, keduanya bertatapan.

"Izinkan aku menemui anakku sekali saja"

"Anakmu?" Dunk tertawa kecil, terdengar sangat mengejek. "Anak yang kau usir, agar anakmu yang lain bisa tenang bersekolah? Apa aku tak salah dengar? Atau Urat malumu sudah putus?"

"Dunk.. aku mohon, maafkan aku"

wajah pilu itu meyakinkan, namun hatinya tak pernah bisa yakin lagi. "Dan sekarang setelah melanggar sumpah pernikahan, meninggalkan semua yang kita bangun sama-sama, mengorbankan hidup lamamu, bagaimana? apa sekarang kau mendapatkan kebahagiaan setelah mengorbankan kami?"

"Dunk..." Dia menunduk dalam, wajahnya pucat pasi menerima keadaan. Lagi, bahu tegapnya bergetar kuat hanyut dalam tangisan. "Izinkan aku, izinkan aku memperbaiki segalanya"

"Ayo berfikir lagi, dimana akal sehatmu?" Dunk mengabaikan raungan pilu itu, matanya menatap sengit. "Pergi dari hadapanku, dan jangan pernah munculkan wajah iblis mu di depan Sean." Tak bisa berbohong wajah manisnya sarat akan kebencian, "masalah yang kau biarkan berlarut, dan akhirnya menenggelamkan kami dalam kesengsaraan. Lebih parahnya sekarang kau bahkan masih datang mengemis permintaan maaf? Matilah Joong, setelah itu aku akan memanjatkan doa agar tuhan menyiksamu."

Dunk berlalu dengan kasar menyenggol bahunya, dia masih disana. Terdiam mencerna perkataan mantan istrinya agar lebih meremukkan hati, hanya bisa meneguk saliva namun masih sempat berbalik melihat keadaan sang anak.

Apa yang akan dia lakukan sekarang?, Hatinya lumpuh. Jeritan pilu seakan memperingatkan bahwa dia terlambat, Joong memalingkan tubuh samar-samar berjalan keluar dari wilayah rumah sakit melewati koridor. Decitan suara sandal tersaruk-saruk di pinggiran tembok, kakinya diseret dengan kaos yang sangat santai nampak sudah tak ada selera hidup.

Dialah yang salah, membuang permata hidupnya dan berpaling. Suara berat begitu parau menemani tangisan, demi apapun dia merasakan sakit di relung hati. Rasanya semakin gila saat melihat keadaan anaknya yang masih sama sejak seminggu yang lalu, tak terbantahkan lagi dia merasakan jatuh yang sesungguhnya.

Sepanjang jalan saat menyetir wajahnya begitu hampa, seakan hati bertentangan dengan keadaan. Ada kesan putus asa dalam rautnya, keringat mengucur di punggung tegap membentuk segitiga gelap di kemeja. Dia tak tenang, rasa kantuk dan perasaan tak karuan. Mulutnya kering dan pengap, saat tiba di rumah mewahnya Joong memarkirkan mobil di pekarangan saja.

Langkah gontai begitu uring-uringan, dia menapaki dinginnya lantai sembari membuka laci nakas di dalam kamar. Bulu matanya bergerak redup, kali ini dia menepi dan bersandar di ranjang. morfin disuntikkan dibalik lengan, seketika mengendalikan setiap saat dalam kehidupannya, mata itu tak henti-henti memandang dengan pandangan kosong. Dan saat itu pun dia merasa telah hilang dari dunia nyata selama berjam-jam, melayang di antara khayalan seperti seekor kupu-kupu yang berterbangan. Beberapa diantaranya dia merasa telah bermimpi indah, mimpi tentang cahaya, mimpi tentang bintang-bintang di luar angkasa.

Cruel Temptation 2 [Joongdunk]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang