9. jatuh atau cinta

4 1 0
                                    

Mencintai berarti merelakanmu. Dicintai berarti menyerahkan. Kau akan terpenjara dan terkekang. Entah itu kebahagiaan atau aturan akan selalu ada meski itu tak pernah kau sadari.

"Shaba Lo mau kemana."
Nina berlari mengejar shaba yang turun dari atap depan berlari kecil. Melihat wajah dingin wanita itu Nina takut kalau shaba akan melampiaskannya dengan hal-hal tak masuk akal.

Tak lama kemudian Rasyid menyusul menuruni tangga dengan santai.
Nina menatap Rasyid dengan tatapan bertanya. Sedangkan Rasyid hanya menjawab dengan mengedikkan bahu.

Sampai di kelas dia melihat shaba duduk di bangkunya bersender pada kursi depan tatapan kosong ke depan.
"Sha. Tau nggak...."

"Nggak tau."
Cela shaba.

Nina jadi ikutan kesal karena shaba selalu bilang nggak tau kalau dia mau cerita.

"Lo nggak akan masuk BK kok. Karena orang tua Rasyid itu donatur terbesar di sekolah ini."
Niat hati Nina cuman mau menenangkan shaba dari ketakutan hukuman. Shaba menoleh tak percaya.

"CK. Berlindung dibalik ketiak orang tua."
Cibir shaba.
_______🍁_________

Setelah sekolah digemparkan dengan viralnya adegan ciuman panas shaba dan Rasyid topik tentang mereka semakin meledak dari hari ke hari. Dimana pun shaba berada pasti mereka akan berbisik. Tapi akan beda halnya ketika dia bersama Rasyid.

Setelah memarkir motornya shaba berusaha cepat-cepat untuk berlari ke dalam kelas. Dia malas menghadapi cibiran, tatapan sinis, maupun ocehan unfardah dari setiap orang yang melewatinya.

Triiiiing.....
Dering telfon dihanphonnya menunjukkan tulisan mama.
Shaba shok dengan pikirannya yang mengatakan "bagaimana kalau mama tau anak gadisnya habis dicium didepan umum. Malu-maluin."

Langkah shaba terhenti. sejenak shaba mengatur nafas lalu memencet tombol hijau dan mulai mendengarkan suara mamanya.

"Sa. Kamu ada libur berapa bulan."
Tanya mama.

"Cuman 1 bulan ma."
Jawab shaba enteng.

"Kamu nggak ada jenguk mama."
Suara mama terdengar lirih karena shaba hampir 1 tahun ini tidak mengunjungi rumah semenjak kelas 3 SMP. Dalam hati shaba mendadak gamang.

"Shaba mau ikut teman Shaba ke Ponorogo ma. Boleh ya...."
Bujuk shaba sambil meringis meskipun tak terlihat oleh mamanya.

Sekilas terdengar helaan nafas mama pasrah. Dia tau kalau anaknya suka dengan daerah baru. Dia suka menemui orang baru dan adat yang baru sehingga sering ikut kerumah temannya yang diluar kota. Bahkan pernah sampai diluar pulau.

"Pokoknya akhir tahun harus balik rumah. Mamah nggak mau tau"
Ancam mama.

"Bisa diatur mama."
Mau tak mau dia harus pulang liburan semester nanti. Shaba anak gadis satu-satunya dikeluarganya. Dia mempunyai 1 kakak lelaki yabg juga diluar solo.

Rasyid tiba-tiba merangkulnya dan menaruh air dingin dipipinya hingga membuat shaba berjingkat kaget.

"Eh. Bang..."
Singit shaba menatap Rasyid singit.

"Apa sa...."
Jawab Rasyid dengan nada hangat sehangat mentari.

"Sa. Siapa itu. Kamu nggak macam - macam kan."
Teriak mana dari ujung telpon. Shaba kaget ternyata panggilan itu masih tersambung.

"Enggak kok ma. Cuman 1 macam."
Balas Shaba cekikikan. Nama berpesan untuk hati-hati dan nurut sama eyang. Setelah itu dia mematikan panggilannya.

"Ngapain sih. Pagi-pagi udah gangguin orang."
Singit shaba melotot ke arah Rasyid. Rasyid malah mengajak rambutnya lalu menyelipkan air tadi ke dalam tasnya.

"Gangguin pacar sendiri itu wajib sa."
Jawabnya enteng.

Wajib katanya. Di kira perintah agama apa. Shaba masih bersungut-sungut menatap Rasyid yang semakin mengikis jarak diantara mereka.

"Kita nggak pacaran, ingat itu."
Tukas shaba.

Rasyid tersenyum miring lalu menyatukan dahi mereka.

"Lo Nerima gue apa gue cium disini."
Ancaman Rasyid sukses membuat hati shaba ketar-ketir.

Apa Rasyid tidak punya malu menjadi pelaku mesum didepan semua anak-anak. Bahkan sekarang setiap orang yang melewati mereka pasti akan metapnya dengan pertanyaan apa yang akan dilakukan dua sejoli ini.

"Gue nggak mau."
Teriak shaba berusaha mendorong dada Rasyid. Tapi bagaimanapun tenaganya tak sebanding dengan lelaki itu. Rasyid semakin mengukis jarak diantara mereka hingga nafas satu sama lain dapat dirasakan dalam jarak sedekat ini.

"Gue mau jadi pacar Lo."
Ucap shaba cepat. Rasyid tersenyum hangat menjauhkan wajahnya. Dia menggandeng shaba dengan lembut mengantarnya ke kelas.

"Serasi banget sih."
Ucap mupeng ketua kelas saat shaba dan Rasyid melewatinya di depan koridor.

"Kayak sekolah punya nenek moyangnya aja."
Cibir geng menor yang melewati koridor.

Shaba dan Rasyid tak menghiraukan mereka yang sepanjang jalan membuat topik lain. Di ujung kelasnya mereka bersimpangan dengan bima.

"Maaf kak rasyid. Buat kesalahpahaman kemarin."
Ucap Bima tersenyum miring. Dia sungguh kasihan dengan shaba karena mendapatkan Rasyid yang memiliki sifat batu.

"Jauh-jauh dari cewek gue."
Suara Rasyid terdengar dingin. Sangat dingin malah sampai-sampai shaba bergidik ngeri.

Bima tanpa membalas langsung melangkah santai melewati mereka. Shaba kembali melangkah menuju kelasnya setelah melepaskan genggaman Rasyid.

"Sa, tunggu."
Pinta Rasyid dengan mencekal tangan shaba. Dia membalik tubuh shaba lalu mencium keningnya.

Shaba kembali terkejut dengan kenekatan lelaki ini. Untung tak ada siapapun yang melihat maupun lewat.

"Semangat belajarnya."
Ucap Rasyid dengan senyum manis.

Shaba hanya mengangguk cengo. Kenapa lelaki ini begitu menyukainya padahal mereka belum pernah ketemu ataupun kenal lama.

"Shaba. Akhirnya Lo datang juga."
Cerocos Nina saat shaba sampai dikelas dan duduk di bangkunya.

Shaba cuman Menaik turunkan alisnya sebagai jawaban Iya.

"Udah nyampe dari tadi kalau nggak ada kejadian."
Kesal Shaba menautkan alisnya.

"Lo di ganggu bang Rasyid lagi."
Tanya Nina.

"Shaba Lo beruntung banget sih dapat pacar romantis."
Ucap teman belakang bangkunya yang baru datang juga.

"Perhatian lagi."
Sanggah teman satunya.

Shaba menatap bingung ke arah Nina. Sedangkan Nina cuman tersenyum nyengir.

"Lo tau. Bang Rasyid dulu dingin banget. Sampe sekarang sih. Kecuali sama Lo.
Ucap Nina menerangkan..

Shaba mengeryit tak percaya.

"Kecuali gue. Kenapa."
Tanya shaba.

"Nggak tau. Lo perhatiin aja kalau sama gue juga masih dingin jarang senyum. Apalagi sama yang lain. Udah kaya macan dengan otak batu."
Cibir Nina mengerucutkan bibirnya.

"Kenapa harus gue...."
Lirih shaba dengan frustasi menaruh kepalanya diatas meja sambil menatap nina yang mengedikkan bahu sebagai jawaban nggak tahu.

ShabaWhere stories live. Discover now