part 24.

1.2K 128 4
                                    

"Perempuan itu ... Yasa?" tanya Marwah setelah hening cukup lama. Suaranya lirih. Padangan lurus ke depan.

Rega menghela napas berat. Inilah kenapa dia melarang Marwah terlalu memaksakan diri menerima pernikahan mereka. Rega takut kalau pada akhirnya Marwah tahu soal masa lalunya, dan merasa sangat kecewa sebab sudah banyak berupaya.

"Sejak kapan?"

"Kuliah."

Marwah menelan ludah. Tangannya meremas di pangkuan. "Yasa enggak tahu?"

Lagi, Rega menghela napas berat. Otomatis kenangan itu berputar. Tepatnya beberapa tahun silam, saat Yasa mengalami keterpurukan setelah ditinggal sang tunangan, Deri, tanpa kejelasan. Rega yang sudah lebih dulu memiliki rasa terhadap Yasa jelas tidak terima melihat perempuan ceria itu hampir gila. Hingga, Rega nekad menemui Deri di kediamannya. Tanpa peduli kedua orang tua laki-laki itu ada di sana, Rega langsung menghajar Deri sedemikian rupa. Menciptakan masalah baru, melibatkan ketiga keluarga.

Namun, berkat negosiasi yang pihak Yasa lakukan, orang tua Deri urung menjebloskan Rega ke penjara. Sebagai gantinya, Yasa dilarang menuntut apa pun, atau menyebarkan rumor terkait pembatalan lamaran yang mereka lakukan secara sepihak. Perjanjian tersebut tertulis di kertas bermaterai, dan disaksikan para wewenang hukum.

Kasus ditutup. Pun dengan cerita Yasa.

Minggu berganti bulan. Bulan berganti tahun, tetapi efek yang Yasa terima tak juga mereda. Dia sering dijadikan olok-olokan dengan dalih bercanda. Tak jarang juga para tetangga menggunjing, lengkap bersama julukan perawan tua.

Puncaknya ketika Deri dikabarkan melamar teman terdekat Yasa, juga fakta kalau mereka berhubungan sejak Deri masih bersama Yasa. Yasa kembali terpuruk. Tak mau keluar kamar dan menemui siapa pun, bahkan mama-papanya. Membuat semua orang panik, termasuk Rega. Sedari kecil, hanya Kenzie yang mampu melunakkan benteng emosi Yasa. Sayangnya, saat itu Kenzie sedang tidak bisa dihubungi sebab sedang melanjutkan study di luar negri.

Merasa tak ada pilihan, Rega memutuskan jujur pada perasaanya. Lalu, mengajak kedua orang tua menemui keluarga Yasa. Rega pikir cara tersebut bisa menyelamatkan harga diri Yasa, hingga perempuan itu tak perlu menanggung malu dan kembali ceria seperti sedia kala.

Tuhan punya rencana.

Yasa yang mengira Rega hanya sedang mengasihani, marah sejadi-jadinya. Dia menampar Rega amat keras, berteriak seperti orang kesetanan untuk mengusir Rega serta orangtuanya.

"Jadi karena ini Mas Rega mau menerima lamaran dari Ayah?"

"Bukan, Mar. Kalau masalah sakit hati, saya bisa menanganinya sendiri."

"Terus?"

"Kenzie. Dia tahu saya mencintai Yasa."

Bibir Marwah terbuka. Tak lama kembali terkatup sebab sang empu seolah kehilangan kata. Yang jelas terasa hanya sesak dan sakit yang merajah dada. Marwah mengangguk-angguk sambil tersenyum getir, lantas membuang wajah ke jendela. Menghapus cepat air matanya yang hampir menetes tanpa komando. Mendadak merasa sedang dicampakkan.

Mereka tak ada yang bersuara. Membiarkan suasana hening lagi-lagi mengambil alih suasana.

Rega bersandar punggung, sedikit menengadah. Satu telapak tangannya digunakan untuk menutup wajah.

•••

"Aku ragu, Ga."

Sontak, Rega menoleh pada Kenzie. Dahinya berkerut. Kenzie menghela napas berat, meletakan kopi kaleng ke samping badan lalu menautkan tangan yang bertumpu lutut. Dia menatap lurus. Telinganya bekerja menangkap raungan klakson dari lalulintas padat malam Jakarta. Sang mata memindai ratusan orang yang berseliweran di sekitar, juga deretan toko di seberang. Namun, tidak dengan isi kepalanya yang sedang sibuk mengaduk naik file memori, serupa kertas yang dihamburkan ke mana-mana.

Bukan Saktah Pertama (End)Where stories live. Discover now