[2]

17 7 1
                                    

"Mbak,Andiranya udah siap belom?" salah seorang staff menghampiri Yerin yang sedang membaca naskah pertanyaan. Dia terdiam sesaat lalu menjawab, "Bentar lagi, bilang sama Genta,Andira hampir siap." ucap Yerin.

Genta sebagai sutradara di sini tentunya mempunyai peran besar dan yang lain akan sebagai pendorong dalam seluruh kegiatan yang direncanakannya. Tugas yang paling menyebalkan menurut Yerin adalah dimana dia sebagai bidak untuk menawari klien incaran mereka datang ke talk show ini. Jangan tanyakan sudah berapa banyak dirinya di maki oleh para orang-orang tinggi itu.

Tapi,dia memiliki hal yang lebih menakutkan hari ini. Bertemu dengan Tuan Pangestu.

Dia tidak sika pria itu. Tidak suka yang mungkin sudah mendarah daging sejak lama. 

Dia tidak tau apa saja kalimat yang akan keluar dari mulut pria paruh baya itu. Menyebutkan namanya itu termasuk hal yang fatal,tidak ada seorang pun tau tentang siapa dia kecuali Ariane. Hal licik yang mungkin tertulis dengan jelas di otak Tuan Pangestu tidak dapat Yerin tebak. Tapi semenjak tadi malam dia sudah berdoa dengan sepenuh hati agar acara hari ini dapat berjalan lancara tanpa ada isu-isu baru yang akan menganggu kehidupan tenangnya selama ini.

"Mbak," panggil Andira. "Dah siap nih."

Yerin balas mengangguk. Menarik nafas kuat dan menghembuskannya dengan perlahan. Mencoba meneguhkan hatinya. "Yok,lo jangan keterlaluan ya kayak acara Pak Farhan kemarin. Heboh tuh di Twitter."

Andira menyengir. "Siap mbak. Tapi gue gak bissa juga mengabaikan title gue sebagai 'Andira penyampai suara rakyat',lo tau kan seberapa luas pengaruh gue?"

"Sombong amat."

Mereka berdua berjalan beriringan di lorong yang lumayan ramai dengan para staff yang sudah mondar-mandir. Yerin menoleh dengan ragu,menahan langkahnya dan Andirapun mengikuti. "Ann."

"Ya,Mbak?"

"Gue bisa minta tolong?"

Andira terkekeh pelan. "Santai dong. Gue mah gak kikir."

Yerin membalas tersenyum lega. Dia sudah menyusun rencana ini dari tadi malam. "Lo bisa gak meng-cut jawaban Pak Pangestu,missalnya kalau dia bahas soal keluarganya."

"Hah?" Yerin tau tanggapan Andira akan seperti ini.

"Bisa gak? Kali ini jangan ngulik tentang keluarga sama sekali. Kan kita tau seberapa tertutupnya keluarga Pangestu," Jelas Yerin. "Gue tau lo pasti bingung,tapi bisa gak?"

Andira terdiam sambil menatap heran lalu tatapannya berubah tajam. "Jangan bilang lo di ancam sama bawahannya Pak Pangestu?" Tuduh Andira di luar perkiraan Yerin. "Beneran mbak?"

Yerin terpaksa mengangguk dengan segala masalah yang mungkin saja muncul karena tindakan gegabahnya ini. Tetapi meyakinkan Andira sekarang adalah yang terpenting. "Anggap aja gitu."

Andira mengangguk dengan pelan. "Oke deh. Gue usahain deh mbak. Tapi gue gak jamin gak bakal nyerang dia balik,lo aja udah di ancem gini."

Yerin menghentikan langkahnya saat mereka sudah dekat dengan stage,menoleh ke arah Andira dengan senyum meyakinkan. "Sana deh."

"Oke,mbak. Thanks yaa."

Yerin mengangguk. Berharap-harap penuh dengan janji Andira padanya. Kedatangan Pak Pangestu belum tampak sehingga dia berjalan mendekat ke arah Genta. "Gen,belum datang?"

Genta yang sedang sibuk dengan handphonenya menoleh, "Bentar lagi kata sekretarisnya."

"Sepuluh menit lagi sisa waktu nih."

Genta berdiri mendadak dan menghadap belakang. "Tuh,Yer. Baru juga dibicarain."

Yerin mengikuti arah pandang Genta. Ya,Pria itu sekarang sedang tersenyum sambil menyapa para staff dengan ramah dengan beberapa bodyguard berbadan kekar yang juga mengikutinya dari belakang dan jangan lupakan dua orang sekretaris utama milik beliau. Yerin bahkan sampai menahan nafas saat padangannya bertemu dengan pria sedarah dengannya. Tatapan itu masih sama dinginnya. Tidak ada kehangatan.

Preili,Ay!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang