Bab 1 Kue Kering

9 4 1
                                    

Matahari mulai meninggi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Matahari mulai meninggi. Sepoi-sepoi angin tak berpengaruh apa-apa bagi tiga remaja yang kini berdiri ditengah lapangan sekolah.

Gavin, Rio, dan Yoan. Tiga siswa yang sering bahkan hampir setiap hari mendapat hukuman. Entah karena datang terlambat atau membuat ulah.

"Lo sih, Yo. Kita semua kena hukum kan jadinya" Rio Menyeka biji peluh. Melirik Yoan yang masih santai-santai saja walau wajahnya agak memerah akibat terkena panas. Lelaki itu hanya diam, tak bisa memungkiri kalau karena motornya mogoklah mereka berakhir di hukum berjemur seperti sekarang.

"Hampir tiap hari juga gini, kan?" Kini Gavin bersuara. Menolehkan kepala ke kanan dan kiri, yang satu tidak bisa diam, yang satu berdiri santai, memasukkan tangan ke saku celana. "Ya jalanin aja" tambahnya. Terdengar Rio mendengus lagi.

Mengibas kerah bajunya "Heran, Pak Win gak ada capek-capeknya hukum kita, ya" Rio menggeleng lalu terkekeh setelahnya. Padahal mereka bertiga sudah on the way dari rumah Gavin jam 6 pagi, bahkan Rio bela-belain bangun jam 4 subuh mengantisipasi supaya tidak terlambat ke sekolah hari ini. Harusnya mereka tiba di sekolah tepat waktu jika saja motor Yoan tidak mogok di perempatan. Sial.

Ingin rasanya Rio meninggalkan Yoan. Tapi karena katanya setia kawan, jadilah mereka bertiga membantunya memperbaiki motor. Tiba di sekolah-pun jam 07:45, yang mana jam pelajaran sudah dimulai dan mereka sudah melewatkan upacara hari senin, tentunya.

"Gimana mau capek, tuh jalannya aja cepet kayak dikejar setan" Gavin menyenggol bahu Rio, menatap Pak Winarto yang menghampiri mereka.

Pak Winarto memelintir kumisnya.

"Gimana dijemurnya, masih kurang lama? Mau Bapak tambahin lagi atau-"

"Panas, Pak. Bapak gak lihat apa mataharinya tinggi gitu. Berasa diatas kepala saya aja" potong Gavin, kini ia mengangkat dua jari tanda piece, was-was kena amukan Pak Winarto karena sudah memotong kalimatnya barusan.

"Memangnya padang Mahsyar" balas Pak Winarto, beliau memang selalu dibuat kesal akan tingkah Gavin, tapi tak ayal tetap membalasi perkataan anak bandel satu itu.

Tangannya terangkat memukul paha Gavin dengan sebilah bambu "Mau masuk kelas, kalian?".

Gavin meringis kecil, yang ditanya mereka bertiga tapi cuman dia yang dipukul. Tidak sakit memang, tapi tentu saja tak adil.

"Pake nanya segala"

"Terus, terus. Melawan aja kerjaan kamu" Guru olahraga sekaligus menjabat sebagai kepala sekolah itu memukul paha Gavin lagi. "Kembali ke kelas dalam waktu 10 detik. Kalau tidak, saya akan tambahi hukuman kalian, cepat!"

Ketiganya membelalakkan mata, berlari cepat meninggalkan lapangan. Memunguti tas dan jaket di lobi sebelum kembali berlari menaiki tangga, dan yang membuat kesal lagi ialah kelas mereka yang berada di paling ujung. Gavin menarik kerah Rio yang hendak berlari lagi, "Udahlah, Pak Win-nya juga udah gak ada, santai aja kali" Gavin membuka dua kancing bagian atas bajunya, berjalan santai, bersiul.

31 Hari Mencuri HatimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang