12. ldr

2.6K 365 184
                                    


"Eh, sedang persiapan tidur, ya?"

"Iya. Di sini sudah jam sebelas, Sopan."

"Ah, benar juga. Kita beda satu jam. Kalau begitu, mau disudahi saja video callnya?"

"... Jangan, deh. Temenin aku cuci muka."

Walaupun Sopan sibuk dinas di sana, tapi setiap malam atau pagi pasti mereka menyempatkan diri untuk video call.

Katanya untuk melepas rindu sementara.

"Besok kamu pesawat jam berapa?"

"Kamu mau datang menjemput?"

"Enggak, sih. Nanya aja."

Yah, padahal Sopan sudah terharu banget. Kirain mau dijemput gitu.

"Aku pesawat jam lima sore. Sampai sana sih seharusnya jam delapan, ya. Kan jamnya langsung beda ketika sudah sampai di sana."

"Kamu pulang malem? Kukira pagi."

"Hahaha, maaf ya, [Name]. Aku ingin begitu, tapi sayangnya tidak bisa. Paling mungkin untuk pulang sih sore."

"Hooo. It's okay. Asal kamu balik selamat."

Selesai cuci muka dan menggosok gigi, [Name] langsung kembali ke kamarnya dengan ponsel yang masih menyala berada di tangannya. "Kamu keliatannya belum di kasur, belum ngantuk? Atau masih ada kerjaan?"

"Iya, masih ada pekerjaan. Kalau sudah mengantuk, tidur saja duluan."

"Emang kerjaan apa lagi? Ga cape apa kerja terus?"

Sopan terkekeh dari sana ketika mendengar ucapan [Name]. "Setiap banyaknya uang yang dihasilkan, terdapat kerja keras di baliknya."

Maksud Sopan, kalau mau kaya ya kerja.

[Name] membenarkan posisi tidurnya, ia mengambil guling Sopan untuk dipeluk sebagai ganti karena Sopan tak ada di sini. Walau jujur, lebih enak peluk Sopan.

"Sudah mau tidur? Kamu mengantuk, tuh."

"Aku ngantuk. Tapi aku masih mau ngobrol, sekalian temenin kamu."

"Memangnya Nino sudah tidur?"

[Name] mengangguk. "Sudah, makanya aku agak bosan. Aku bosan, aku ngantuk, tapi gamau tidur sekarang."

"Banyak mau, ya."

"Kenapa? Masalah?"

"Bukan begitu, [Name]. Maksudku, lebih baik dipaksa pejamkan mata saja. Daripada kamu begadang ... kamu sudah empat hari tidur jam dua belas terus, bukan? Kamu pikir aku tidak sadar atau tidak tau?"

"Yaa―aku gabisa tidur waktu itu."

Aduh, Sopan dibuat geleng-geleng kepala oleh [Name]. "Tidur, [Name]. Aku di sini temani kamu tidur. Tidak akan kumatikan kok telponnya. Tenang saja. Kutemani."

"Percaya Sopan itu syirik."

"Tidur."

"Haish ... iya. Tapi jangan dimatiin loh, ya?"

"Tak akan. Akan tetap kunyalakan."

[Name] terkekeh samar, "good night, Sopan. I love you."

Ah, sebuah kalimat yang lagi-lagi membuat Sopan salah tingkah. Pria itu tersenyum tipis mendengar ucapan istrinya. Rona merahnya terlihat jelas di sana.

"Iya, good night, darl. I love you too."

Setelah [Name] memejamkan matanya, Sopan langsung mengambil layar tersebut. Tak mungkin kesempatan ini ia sia-sia kan, bukan? Apalagi kali ini tidur [Name] terlihat lebih cantik seperti biasanya.

Ah, Sopan jadi ingin memeluk dan mencium wanitanya. Sopan jadi ingin pulang sekarang juga. Sayang sekali masih sehari lagi dia di sini.

Seperti perkataannya sebelumnya, Sopan tak mematikan panggilan mereka. Dia biarkan begitu saja, dan malah lanjut mengerjakan pekerjaannya di laptop. Sesekali, Sopan bisa mendengar suara dengkuran [Name] yang cukup manis di telinganya.

Padahal biasanya ia mendengar musik atau hal lain ketika sedang bekerja, tapi kali ini diganti dengan mendengar ASMR [Name] mendengkur.

Lucu, pikirnya.

Sopan sendiri sampai membuat senyuman di wajahnya. Untung saat ini ia sendiri. Jika saja ia bersama temannya, pasti temannya langsung ketakutan.

"[Name] ... gemes."

Sungguh, Sopan rindu rumah sekarang.

; bahasa.

"Ce, cuci muka dulu."

"Ugh―kangween Sopwaan."

"Astaga ngerinya."

Pagi harinya, Nino datang ke dalam kamar pasangan ini untuk membangunkan kakaknya yang semalam bergadang. Ini memang sudah menjadi kebiasaan buruk kakaknya, sih.

"Ce, kucek mata dulu deh minimal."

"Ga adaaa Sopaaawn,"

"Hari ini Yang Mulia Sopan pulang, Ce. Makanya ayo dandan yang cantik, wangi, menarik dulu. Biar nanti kita gelar red carpet buat Yang Mulia Sopan."

Setelah mendengar ucapan Nino yang begitu, baru [Name] sadar sepenuhnya. Ia melihat Nino dengan pandangan bingung―sebelum akhirnya ia mengambil ponselnya.

Yang pertama kali ia lihat begitu mengambil ponselnya adalah pemberitahuan jika panggilan sudah selesai. Oh, astaga, mereka telponan hingga enam jam.

Tapi sepertinya di jam ke tiga atau empat, [Name] sudah tidur, deh.

"... Beneran ditemenin."

"Apaan, Ce? Ditemenin apa?"

"Gapapa. Nikah makanya."

"Apaan sih, kok tiba-tiba nyuruh nikah. Ga jelas banget cewek kalo bangun tidur."

[Name] tak memedulikan ucapan sang adik. Dia segera bangun dari ranjangnya lalu pergi ke kamar mandi untuk cuci muka dan cuci tangan. Mandi belakangan saja. Ia sarapan dulu, deh.

"Sarapan udah ada, Dek?"

"Gue bukan babu lo, Ce."

"Ya you di sini kan buat dibabuin."

"... Mana bener lagi."

Tak apa, kalem. Walau dibabu tiga hari begini, Nino nantinya mendapat upah dari kakak ipar. Makanya ia mau-mau saja ketika disuruh menemani sang kakak. Kalau tak ada upahnya sih, Nino tak mau.

Ini lumayan, loh. Setengah juta hanya tiga hari. Apalagi, orang yang ngebabuin dia itu bisa dia kata-katain juga. Tak perlu sungkan atau takut.

"Sarapan hari ini qwaso, Ce."

"Apaan qwaso?"

"Bukannya Cece sering makan waktu zaman masih kerja gitu? Itu loh, yang mirip molen."

"... Croissant anj."

"Oh iya itu."

Aduh, pusing [Name] sama Nino.

_____

🚶‍♀️🚶‍♀️🚶‍♀️aku kembali

Ciee slipkol sama ayang
diskrinsut lagi mukanya.

aduh, dasar lagi ldr.

ini dua chap lagi tamat, loh. 😳 besok aku up lagi, terus minggu aku up (last) dan seninnya gentar ‼️‼️‼️

habis gentar tamat, aku take a rest 2 minggu dadahh

bahasa; b. sopan [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang