8

1.2K 41 0
                                    

"Roy membunyikan bel?" tanyaku agak heran.

"Dia tidak membawa kunci. Lagi. Kau tahu seperti apa dia. Itu makanya aku akan memakai pintu dengan nomor pin. Agar dia tidak perlu lagi susah payah menekan bel."

Perry sudah pergi meninggalkan aku. Aku melanjutkan makananku dengan tenang. Saat aku menelan makanan itu, suara ribut dari arah depan menarik perhatianku. Sebelum aku sempat memeriksanya, seseorang sudah menerobos masuk melewati Perry.

Aku terkejut menemukan Alatas yang datang dengan wajah marahnya. Aku takut Alatas tahu segalanya dan marah padaku.

"Biarkan dia makan dulu, dan dia akan bicara denganmu," ucap Perry memberikan kalimat yang pelan dan lembut.

Alatas menunjuk padanya. "Kau tidak perlu bicara untuknya. Dia sudah membuat mama dan papanya khawatir. Dan dia membuat aku menjadi tempat penyalahan mereka. Sebaiknya kau tidak ikut campur lagi dan menerimanya di sini. Mengerti!?"

Perry memejam mata sebentar. Dia mendesah.

Aku sendiri sudah berdiri dan memberikan Perry anggukan pelan. Menyatakan padanya kalau dia tidak perlu menahanku. Tidak akan ada yang menang dari Alatas jika sudah mengenai aku.

Alatas mendekat dan mencengkram pergelangan tanganku. Dia menarik aku berdiri dan aku ditarik pergi. Aku melambai pada Perry yang juga memberikan lambain padaku.

"Kau seharusnya tidak melakukan ini padaku. Pada mama dan papamu. Jika memang tidak suka dengan yang aku katakan, apa perlu lari ke apartemen di mana dua pria ada di sana? Roy memang baik tapi apa kau yakin Perry juga sama?"

"Perry juga baik."

Kami masuk ke lift. Alatas menatap aku dengan murka ketika aku mengatakan Perry baik. Tapi itu memang kenyataannya. Dia tidak mengenal Perry dengan baik, itu makanya dia tidak tahu seperti apa kepribadian Perry. Kalau dia mengenalnya ....

"Apa sebenarnya yang kau pikirkan dengan datang ke mereka? Apa aku begitu buruk sampai mereka menjadi pilihanmu untuk pergi?"

Aku menatap Alatas. Baru sadar kalau pria di hadapanku benar-benar kecewa padaku. Bukan marahnya yang menggangguku melainkan kekecewaan yang aku berikan padanya.

"Bertengkar denganku, kau langsung mencari tempat tinggal di pria lain. Apa kau akan terus seperti ini untuk ke depannya?"

"Al, tidak seperti itu—"

"Tidak seperti itu, lalu seperti apa?"

"Aku dan Roy ada urusan."

Alatas mendengus, jelas tidak percaya. Aku pergi setelah pertengkaran hebat kami, baginya. Dia tidak tahu saja aku mendatanginya di bar. Dan tunggu, bagaimana kelanjutan di bar itu? Dia tidak ada membahasnya. Berarti memang dia tidak sadar aku yang sudah dia perlakukan seperti itu. Lantas, siapa yang disangkanya aku?

Aku tidak bisa membahas soal bar itu. Aku tidak mau memberikan sedikit pun celah baginya untuk curiga. Karena aku memutuskan akan melupakan segalanya. Segala mimpi buruk itu, aku sendiri yang akan menanggungnya.

"Apa pun yang sempat aku katakan padamu di kamar, waktu itu, kau lupakan saja. Anggap aku tidak pernah mengatakannya. Kalau tahu kau akan jadi gila seperti ini, aku tidak akan pernah mengatakannya."

"Bukan seperti itu, Al."

"Sudahlah, jangan bahas lagi. Mari pulang dengan tenang. Aku tidak mau menunjukkan pada mama dan papamu ketegangan kita."

Aku berdecak, hendak menjelaskan bukan seperti yang dia maksudkan. Tapi lift sudah lebih dulu terbuka dan Alatas sudah bergerak keluar. Dia bahkan tidak menungguku. Dia pasti sangat kesal padaku sekarang.

Saat di mobil Alatas juga hanya diam. Dia menatap padaku sekali, hanya sekedar untuk memastikan kalau aku memakai sabuk pengaman. Setelahnya, dia benar-benar tidak menatapku lagi. Bahkan sekedar menanyakan makan malamku yang sudah dia ganggu, tidak dia lakukan.

Tiba di rumah, aku menatapnya yang sudah turun lebih dulu. Sedangkan aku masih menunggunya di mobil. Ingin melihat sejauh apa dia mampu mengabaikan aku.

Dia berjalan dengan langkah lebar, tidak menatap ke belakang sama sekali. Setelah tiba di depan pintu rumah, barulah dia berbalik dan mencariku. Menemukan aku masih di mobil, dia memberikan pandangan buruk padaku.

Tapi dengan keras kepala, aku tidak bergerak. Mari lihat siapa yang menyerah.

Hamil Anak Sepupu Where stories live. Discover now