Bab 25

61 4 0
                                    

"Aduh. Jangan panggil 'Bu'. Please! Kayaknya aku udah protes ini lebih dari lima kali, deh."

Diana mengangguk kikuk. "Maksud saya Mbak Billa, bukan Ibu," katanya sambil meringis.

Billa mengacungkan jempol kanannya ke arah Diana. Lalu membawa sarapan racikannya ke meja makan.

Saat Billa baru hendak menyuap untuk yang pertama kali, William muncul. Tapi tidak sendirian, dia bersama Anita.

Eh, Mama? batin Billa seraya menurunkan sendoknya yang sebentar lagi masuk ke dalam mulut.

Anita mendekati Billa dengan ragu. Billa menyalami ibunya dengan kaku. Sungguh pasangan ibu dan anak yang tidak normal.

"Mama sendirian?" tanya Billa berbasa-basi.

Anita mengangguk.

"Duduk, Ma," kata William sambil menarik sebuah bangku tepat di hadapan Billa.

Anita menurut. Dia mendaratkan bokongnya di sana.

William lalu menuju dapur dan membuat sarapan sereal untuk dia dan ibu mertuanya. Dia membuat sendiri. Diana dan ibunya sudah menawarkan jasanya untuk mengambil alih tugas itu, tapi William menolak. Dia ingin meracik sarapan sendiri.

Tak berapa lama William muncul di meja makan dengan membawa dua buah mangkuk. Berisi sereal dan susu putih, bukan yogurt seperti punya Billa.

"Sarapan, Ma," tawar William sambil menaruh satu mangkuk di hadapan Anita.

"Makasih, Wil," jawab Anita dengan nada rendah.

Perempuan paruh baya itu menatap putrinya lekat-lekat. Sudah sangat lama dia tidak sarapan bersama dengan putrinya. Lebih tepatnya bertahun-tahun.

Mereka lalu sarapan bersama. Sarapan dalam diam. Hanya terdengar suara dentingan sendok yang beradu dengan mangkuk saja.

"Ada apa, Ma? Kayaknya ada perlu," kata Billa setelah mereka selesai menyantap sarapan.

"Bisa kita ngobrol berdua aja, Bil?" tanya Anita.

Billa mengangguk, dia lalu membawa ibunya ke dalam kamar tamu yang ada di lantai dua.

Sesampainya di kamar tamu tersebut, mereka duduk bersebelahan di sebuah sofa panjang.

"Ada apa, Ma?" tanya Billa. Dia sudah tidak sabar menunggu apa yang akan diucapkan oleh ibunya.

"Mama sudah manopaus, Bil," ujar Anita dengan nada rendah dan sambil menunduk.

Lalu kenapa, Ma? Manopaus kan memang bagian dari perjalanan hidup seorang perempuan. Apa salahnya? batin Billa.

Anita mengangkat kepalanya dan menatap Billa lekat-lekat. "Sekarang Mama udah nggak bisa punya anak lagi. Anak Mama cuma kamu seorang."

Mata Anita sudah mulai berkaca-kaca. Air mata hampir tumpah dari kedua pelupuk matanya. Membuat Billa tidak yakin dengan penglihatannya sendiri.

Ibunya hampir menangis? Tidak mungkin.

Pasalnya, selama ini Billa mengenal sang ibu sebagai pribadi yang tegar dan tak pernah menangis.

Jodoh Pilihan Orang Tua (Tamat)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon