8. Hujan dan Kehangatan

350 49 10
                                    

Rintik air yang turun dari langit membasahi satu kota, menghasilkan cuaca sejuk di pagi hari yang seharusnya terang. Alhasil, tak terjadi banyak keramaian di pagi ini. Kebanyakan dari mereka berdiam diri di rumah, menolak menerima suhu dingin yang bisa membuat badan mereka menggigil.

Jeonghan sebenarnya tak mau keluar dengan suhu yang cukup ekstrim itu, tubuh manusianya begitu lemah terhadap cuaca dingin. Namun, apa dayanya ketika dia melihat sang pujaan hati akan pergi bekerja.

Penampilannya lebih kasual, namun masih tetap bernuansa formal. Rambutnya tertata rapi, tetapi tetap menyisakan kesan manis. Batin Jeonghan tak kuat, dia pun menawarkan diri untuk mengantar Jisoo.

Atas kemauan Jeonghan sendiri dan berdasar pada persetujuan Jisoo, mereka berdua berjalan kaki. Tentu saja mereka di bawah payung transparan yang mereka ambil dari terminal.

Keputusannya yang dia ambil secara singkat itu sedikit Jeonghan sesali. Padahal tubuhnya sudah memakai jaket denim milik Jisoo, namun tubuhnya masih bergegar. Seringkali terdengar giginya yang beradu karena menahan dingin.

Setidaknya keputusan itu tak terlalu Jeonghan sesali karena dia berjarak sangat dekat dengan Jisoo. Bau parfum maskulin yang Jisoo pakai tak bisa mengalahkan aroma tubuhnya yang manis. Imbalan yang sepadan.

"Jadi, bagaimana mimpimu tadi malam? Aku lupa menanyakan hal itu tadi ketika kita sarapan," tanya Jeonghan membuka obrolan. Mereka berdua berjalan beriringan di bawah rintik hujan, bahu mereka bahkan berdempetan.

"Oh, ya! Aku juga lupa mau menceritakan itu. Aku hanya ingat resep sarapan yang baru ku pelajari," balas Jisoo, terkekeh. Kepala Jisoo terarah ke atas, melihat payung mereka yang dihantam air hujan sebelum melanjutkan, "Mimpiku indah. Aku sampai ingin hidup di dalam mimpiku saja."

Jeonghan pasang telinganya untuk mendengarkan cerita Jisoo. "Aku bermimpi, kita berdua menghabiskan waktu bersama. Kita berdua berada di tepi jurang, menggelar alas, dan duduk di sana. Matahari terbenam, menyaksikan kita berdua yang berbincang," jelas Jisoo.

Otak Jeonghan sendiri bisa membayangkan apa yang Jisoo deskripsikan. Bercerita sembari matahari bersaksi atas kedekatan mereka. Sejujurnya, pikiran Jeonghan membayangkan yang lebih.

Dia dan Jisoo dalam khayalannya bukanlah sepasang teman dekat, melainkan sepasang kekasih. Matahari adalah saksi atas cintanya terhadap Hong Jisoo, malaikat kecilnya.

Sayang seribu sayang, khayalannya itu harus kandas ketika Jisoo berkata, "Kita sampai!" Jeonghan tatap tempat bekerja Jisoo yang jarang dia amati. Ternyata selama ini Jisoo bekerja sebagai seorang teller bank dan Jeonghan yakin performa Jisoo sangat baik.

Ya, jika Jeonghan adalah nasabah di bank itu, Jeonghan akan melakukan apa saja untuk bertemu kembali dengan teller yang memiliki senyum manis itu.

Jeonghan mengantarkan Jisoo di depan bank itu untuk menghindari Jisoo terkena hujan. "Sampai jumpa nanti malam?" Jeonghan lebih dahulu mengatakan kalimat yang sering Jisoo ucapkan.

"Ya, sampai jumpa nanti malam." Jisoo membalas sembari tersenyum. Matanya bahkan juga ikut melengkung indah, membuat Jeonghan terjatuh lebih dalam pada pesona Jisoo.

Tangan Jeonghan bergerak, melambai pada Jisoo yang juga melambaikan tangan ke arahnya. Wajah sumringah Jisoo pun perlahan menghilang tertelan tembok. Jeonghan ditinggalkan sendiri, hanya ada payung yang menemaninya.

Suhu dingin yang awalnya terlupakan karena kehadiran Jisoo kini kembali menusuk tubuh Jeonghan. Tubuhnya ikut bergetar, berusaha membuat pertahanan diri dari udara dingin. Mau tak mau, Jeonghan mengambil jalan pintas.

Payung yang dia pakai digantung pada gantungan payung, sedangkan Jeonghan sendiri berlari menembus hujan. Dia arahkan kakinya menuju gang sempit yang sepi di samping gedung-gedung.

[✓] The Fallen Angel | YoonHongDove le storie prendono vita. Scoprilo ora