Chapter - 10

554 71 2
                                    

Terhitung sudah seminggu Tobio ada di dunia aslinya. Senang, sedih, haru tercampur menjadi satu. Di satu sisi dia merasa sangat bahagia tapi di sisi lainnya dia merasa bersalah karena belum menepati janjinya pada Bio. Walaupun sudah kembali ke dunianya tapi Tobio masih harus berada di rumah sakit lebih lama lagi.  Sebenarnya Tobio sangat tidak menyukai rumah sakit tapi dia harus tinggal untuk menjalani terapi dan hal lainnya. Akan sangat merepotkan jika ia dirawat di rumah, walaupun kakaknya sanggup untuk membayarnya.

Akibat kecelakaan waktu itu, Tobio mengalami cedera yang lumayan serius. Dia mengalami patah tulang di beberapa bagian, makanya Tobio harus  menjalani beberapa terapi. Tobio bersyukur masih diberikan kehidupan karena dia pikir dia sudah tak selamat.

Entah karena sugesti atau apa, Tobio beberapa kali memimpikan Bio yang nampak sedih. Dia melihat Bio yang tengah diam memandangnya dengan raut wajah terluka. Bio tak mengatakan apapun, hanya berdiri diam di depannya. Tobio juga tak bisa bergerak, seakan diharuskan hanya diam memandang tubuh mungil di depannya. Mimpi itu benar-benar membuatnya gelisah.

Saat Tobio tengah memikirkan mimpinya mengenai Bio, pintu ruangan miliknya terbuka dan menampilkan sosok kakak tertuanya. Senyum sang kakak terukir di wajah tampannya saat mendapati adik bungsunya sudah bangun dari tidurnya.

"Sudah bangun, hem?" tanya sang kakak retoris setelah duduk dan mengusap pelan rambut adiknya.

Tobio mengangguk, "iya, sudah. Nii-san tidak bekerja?" tanya Tobio, mengingat ini masih pukul 2 siang.

"Nii-san hanya mampir sebentar, nanti kembali ke kantor lagi. Ritsuka yang akan menjagamu nanti." jawab Daisuke.

"Ah, begitu. Em... Nii-san, apa boleh jika aku bertanya?" tanya Tobio dengan ragu-ragu.

Alis Daisuke mengernyit tipis, " tanyakan saja."

"Saat aku kecelakaan waktu itu, kalian tidak berbuat yang aneh-aneh, kan?" tanyanya.

"Aneh-aneh?"

"Iya, seperti membuat... Keributan?" jawab Tobio dengan ragu-ragu.

Daisuke terkekeh pelan, adiknya ini memang sangat mengerti kakak-kakaknya.

"Tidak, kami hanya sedikit ribut. Tidak masalah." jawab Daisuke dengan santainya. Tobio meringis, sedikit milik Kambe tidak sama artinya dengan sedikit milik orang lain. Itu sudah menghebohkan, pasti.

Tobio tiba-tiba teringat akan dirinya yang pindah ke tubuh Bio dan kemudian kembali lagi ke tubuh aslinya, itu artinya bisa saja dirinya kembali lagi ke tubuh Bio, mengingat dirinya sering memimpikan sosok cantik itu.

"Ada apa? Kenapa melamun?" tanya sang kakak tertua ketika melihat adiknya seperti memikirkan sesuatu yang begitu rumit.

Tobio menggeleng. "Tidak, hanya sedikit memikirkan sesuatu."

"Memikirkan apa?"

Tobio agak sedikit ragu untuk mengatakan hal yang tengah ia pikirkan tapi mungkin dirinya harus bertanya.

"Nii-san, jika aku kembali tertidur, apa nii-san akan tetap menungguku? Kalian tidak akan menyerah, bukan?" Suara Tobio terdengar sedikit bergetar. Dia takut jika harus dipisahkan kembali dengan keempat kakaknya. Namun, dia juga tak yakin akan bisa di sini selamanya, karena masalah Bio yang belum dia selesaikan.

Daisuke mengusap pelan rambut raven milik adik bungsunya, mencoba menenangkan adiknya yang nampak tengah gelisah. "Kau adalah hartaku yang paling berharga. Begitupun ketiga kakakmu yang lain."

"Jika kau ingin tertidur, tidurlah yang nyenyak. Aku dan yang lain akan tetap menunggumu. Menunggumu kembali kepada kami seutuhnya. Jangan fikirkan hal-hal yang rumit, kita lewati satu-persatu." Suara bariton kakaknya membuat hati Tobio merasa tenang. Dia sekarang tak takut lagi jika ia harus kembali ke tubuh Bio dan menyelesaikan semua masalah di sana. Dia yakin semua kakaknya akan menunggunya untuk bangun dan kembali bersama.

"Terima kasih, tolong peluk aku, Dai-nii." pintanya.

Daisuke memeluk penuh sayang tubuh orang terkasihnya. Menggumamkan kata lembut dan menenangkan untuk sosok di dekapannya itu. Tobio merasa kantuk yang teramat sangat. Matanya kini perlahan mulai memejam, deru nafas teratur menandakan si pemilik tubuh tengah tertidur dalam dekapan hangat sang kakak.

"Tidurlah, dan kembalilah menjadi adik kecilku. Jangan pikirkan apapun." ucap Daisuke penuh kelembutan.

Daisuke meletakkan kepala adiknya dengan lembut, menarik selimut sebatas dada. Ia kemudian mengecup pelan dahi sang adik yang kini tengah tertidur. Sangat damai pikirnya.

~HS~


Bulu mata lentik itu bergetar pelan, kelopak mata yang sedari tadi terpejam perlahan memperlihatkan manik blueberry yang cantik. Mengerjap pelan untuk menyesuaikan dengan cahaya lampu yang menyorot. Mengedarkan pandangannya ke sekitar. Ia melihat beberapa orang tengah tertidur di ruangan yang sama dengannya. Dia tau siapa mereka, mereka adalah Kuroo, Suna, dan Oikawa.

Tobio mengalihkan pandangannya ke depan, tatapan matanya kosong. Jika orang-orang itu ada di dekatnya, itu berarti ia kembali ke tubuh Bio, yang artinya dia kembali terpisah dengan keempat kakaknya. Tiba-tiba dia merasakan sesak yang teramat sangat, kembali dipisahkan dengan orang yang disayangi itu menyakitkan.

Tangis Tobio pecah, ia menjerit meluapkan rasa sakitnya. Mereka yang tertidur kembali terbangun karena mendengar jeritan pilu dari pemuda raven yang beberapa saat yang lalu masih tertidur. Mereka bertiga melesat mendekati tubuh Tobio yang kini tengah bergetar hebat dengan tangisan pilu yang menyayat hati siapapun yang mendengarnya. Suna langsung memencet tombol darurat di ruangan itu.

"Hei, Tobio. Tenanglah, ada kami di sini, okay." ucap Kuroo dengan lembut. Tangannya membelai rambut Tobio dengan sayang.

Bukannya berhenti, tangisan Tobio justru semakin pecah, mengisi hening malam di ruangan itu. Oikawa memeluk tubuh kecil itu dalam dekapannya. Menggumamkan kata penenang berharap bisa meredakan tangis si raven. Tangis itu perlahan mereda, menyisakan tangisan lirih dan jejak air mata yang begitu kentara.

Pintu ruangan terbuka, menampilkan dokter dan dua orang suster yang akan memeriksa Tobio. Oikawa melepaskan pelukannya, membiarkan dokter itu untuk memeriksa Tobio.

"Apa yang terjadi, Dok? Kenapa Tobio tiba-tiba menangis?" tanya Kuroo.

Dokter itu menjawab, "kemungkinan pasien mengalami syok yang mengakibatkan lonjakan emosi. Tak apa, keadaannya sudah membaik."

Mendengar hal itu, mereka bertiga sangat lega. "Syukurlah jika begitu." ucap Kuroo

"Tak perlu khawatir, saya akan memantau dan memeriksanya 4 jam sekali. Kalau begitu, saya permisi dulu." ucap sang dokter.

Kuroo mengangguk, "terima kasih, Dok."

Kuroo perlahan mendekati Tobio yang kini tengah bersandar pada Suna dan tangannya yang tengah digenggam erat oleh Oikawa. Kuroo yakin karena syok yang dialami, Tobio tak sadar jika ia masih berada di dekapan Suna. Jika itu suasana bisanya, jangankan untuk didekap, digenggam tangannya pun Tobio akan marah.

Di balik rasa cemasnya, ada rasa geli yang Kuroo rasakan. Saat ia mendengar Tobio pingsan, ia dan para sahabatnya menghajar orang yang sudah melukai Tobio dengan membabi buta. Kuroo tak pernah merasa semarah itu sebelumnya. Bahkan saat di rumah sakit pun dirinya hampir berkelahi dengan Ushijima. Jika tak ada Hitoka mungkin sudah ada perkelahian di sana. Ushijima mengalah untuk tidak menjaga Tobio dan memilih mengantarkan Hitoka pulang dengan syarat mereka langsung menghubunginya ketika Tobio sadar.

Lucu memang, dia dan Ushijima tak pernah saling bersinggungan sebelumnya. Namun sekarang, mereka bahkan hampir saling meninju satu sama lain. Dia masih ingat bagaimana kalutnya dirinya saat melihat tubuh pucat Tobio. Rasa takut kehilangan begitu menghantam dirinya. Jika dulu Tobio tak berarti apapun untuknya tapi sekarang Tobio adalah segalanya untuknya. Mungkin ini karma untuknya karena bermain-main dengan hati, yang membuat dirinya jatuh hati pada seseorang yang selalu ia sakiti.

T.B.C

Maaf ya kalau updatenya lama.

See you next chapter!!

Hidden Secret [Kageyama Harem]Where stories live. Discover now