UNGAKAPAN HATI

6 2 0
                                    

Seusai sampai ke rumah setelah ngopi santai di kedai kopi Rasa, Kami langsung beristirahat menuju kamar masing - masing.

Keesokan paginya di hari senin pagi … Ayah berangkat kerja dan Aku menuju rumah sakit. Seharusnya menuju ke Co-working space. Namun, memilih izin ke Rey karena harus bergantian menjaga Pelita di Rumah sakit. Untung saja Rey memahami kondisi yang terjadi, tetapi ia tidak membiarkanku berleha - leha karena tetap menyuruh bekerja dari rumah untuk editing dan revisi - revisi hasil pemotretan.

Saat sampai ke rumah sakit, Mama langsung pulang mengendarai kendaraan ku untuk beristirahat di rumah.

Aku sendirian saja di rumah sakit sembari mengajak Pelita mengobrol dan membantu ia jika sulit makan dan sejenisnya.
Ketika waktu menjenguk sudah tiba, Rey datang menemuiku di rumah sakit untuk memastikan kondisi Pelita.

Tak ada obrolan apapun di rumah sakit, hanya ada doa untuk Pelita agar cepat pulih dan untukku agar bisa semangat. Benar - benar ia boss sekaligus kerabat dekatku yang paling memahami segala kondisi yang terjadi.

Tak lama mama pun datang membawakan makanan untukku dan ia juga bertemu dengan Rey. Dimana ia mengucapkan banyak terimakasih karena Diriku bisa meminta izin agar bergantian untuk menjaga Pelita.

Tak lama berselang, Rey pun pamit. Sementara mama masih disini hingga jam 1 ia memutuskan untuk pulang kembali untuk datang nanti sore agar bisa menginap untuk menjaga adikku yang sedang dirawat inap.

Aku menjaga adikku hingga sore, dimana aku sempat berdiskusi dengan Dokter yang menyatakan, "jika kondisi Nak Pelita bisa stabil. Besok siang sudah boleh pulang."

"Iya, Dok Terimakasih," ucapku dengan sopan santun menjawab pertanyaan dokter muda yang menjadi dokter yang mengurusi Pelita.

Sekitar jam lima sore, Ayah sudah tiba di rumah sakit dan Aku menjelaskan semua yang diucapkan dokter perihal kondisi adikku yang bisa saja pulang esok hari jika hasil trombositnya sudah lebih baik.

Mama pun tiba tak lama setelah Ayah datang. Aku akhirnya memutuskan pamit meninggal mereka. Izinku kepada mereka, "Yah, Mah. Abang mau pergi dulu ke kalisari, ya."

"Yaudah jangan kemaleman. Besok istirahat buat jagain Pelita lagi," ungkap Ayahku.

"Oke," Aku pun berpamitan dengan mereka untuk pergi menenangkan diri ke kedai kopi Rasa.

Saat tiba kesana, Aku duduk di kursi paling dekat dengan meja bar. Persis didepan meja bar yang disiapkan kursi untuk customer yang ingin berinteraksi dengan barista. Ini adalah tempat favoritku ketika sendirian karena bisa mendapat teman cerita sekadar basa-basi dengan sesama customer yang datang sendirian sepertiku.

Seusai memesan kopi, Hana duduk di kursi yang berada disebelahku. Ia bertanya, "gimana kondisi Pelita, Kak?"

"Udah lebih baik. Besok juga boleh pulang sih."

"Alhamdulillah. Kalau udah di rumah kabarin bang. Nanti aku sama teman - teman kopi mau ke rumah kak Khavi," ucapnya.

Ia kembali bercerita jika dirinya baru saja merasakan patah hati karena dua minggu lalu mergokin kekasihnya yang sudah berpacaran 2 tahun ternyata berselingkuh dengan sahabatnya sendiri, orang yang mengenalkan Hana dengan mantan kekasihnya itu.

"Aku udah capek, Kak."

"Capek kenapa, Na?"

"Capek kalau hati terus dipatahkan oleh orang ku sayang dan capek harus memulai lagi dekat dengan seseorang dari awal lagi."

"Ya begitulah, Na. Kakak juga sebenarnya capek bermain cinta. Apalagi baru dibodoh - bodohin wanita," ucapku kepada Hana.

"Itumah emang kakak aja terlalu bucin. Masa ngenalin ke keluarga, tapi dia nggak mau ngenalin kakak. Itu mah emang kakak terlalu di bodoh - bodohin sama dia."

KHAVIWhere stories live. Discover now