35

6.5K 871 255
                                    

~Enjoy it guys~

Terhitung satu minggu perang dingin itu berlangsung hingga hari ini. Salah satu dari mereka tetap memegang egonya masing-masing, enggan untuk mengalah.

Belakangan ini Zafran lebih banyak menghabiskan waktunya di kamar. Memang tak banyak aktivitas yang bisa ia lakukan, mengingat semua alat komunikasi yang dirinya punya juga ikut disita.

Matahari sudah mulai beranjak naik, Zafran melirik kearah jam dinding menujukkan angka sebelas. Ia membawa tungkainya ke kamar mandi setelah menyambar handuk di gantungan. Tak butuh waktu lama, laki-laki itu telah tampil segar bersama dengan kepala yang masih basah. Diusaknya surai itu dengan handuk kecil berwarna abu-abu.

Kakinya menuju jendela lalu membuka gordennya lebar-lebar. Membiarkan bias sinar matahari memasuki ruangannya melalui celah-celah pohon pinus. Setelah mengembalikan handuknya ke tempat semula, ia membuka pintu untuk menuju dapur yang ada di lantai dasar.

🌠🌠

Lorong koridor itu menampilkan suasana klasik yang mengkagumkan meski dirinya dari lahir telah tinggal di tempat ini. Berbagai karya seni tertempel apik di sisi dinding sebelah kiri sedangkan sisi kanan berjejer jendela lebar menunjukkan keadaan luar.

Rasanya dapur kotor menjadi tempat yang sering ia kunjungi beberapa hari belakang. Ia membuka lemari pendingin, mengambil beberapa potong nugget ayam dan sebutir telur. Menggorengnya sesaat lalu meniriskan di piring yang sudah terisi nasi. Ia meminum air putih di gelas yang terletak disampingnya, meneguknya sedikit lalu mulai makan.

Kunyahannya berhenti saat suara langkah terdengar mendekat. Ia mengangkat kepala lalu beberapa detik kemudian keheningan tercipta. Laki-laki itu membasahi bibirnya, tanda gugup tak tau harus bersikap seperti apa.

Mamanya berjalan melewatinya. Seperti ia tak ada, wanita itu kembali pergi setelah mengambil beberapa bahan untuk membuat kue. Zafran menepuk beberapa kali dadanya, berusaha menyakinkan bahwa tingkah laku orangtuanya barusan tidak menyakiti hatinya.

Secepat kilat ia menyelesaikan acara makannya, tak lupa membawanya ke wastafel lalu dicucinya bersih. Tungkainya ia bawa ke halaman belakang, ada beberapa bodyguard yang menyapanya dengan canggung saat berpapasan.

Zafran duduk di bangku taman, netranya memandang lurus kearah hamparan rumput hijau dihadapannya. Kakinya diayunkan pelan sedangkan punggungnya bersender pada kursi.

Tes

Cairan merah pekat itu turun dari hidungnya. Tangannya segera menyeka, kepalanya mendongak guna menahan cairan itu keluar.

Dahinya menyengit saat kepalanya terasa berputar bahkan pandangannya mulai mengabur. Ia segera beranjak dari duduknya lalu setengah berlari menuju ke dalam mansion.

BRAK

"Ahh." Keluh Zafran saat ia tak sengaja menabrak seseorang.

"Maaf." Hanya kata singkat itu yang terlontar. Tak jelas melihat siapa orang yang sudah ditabraknya, ia segera pergi ke kamar mandi terdekat.

Beberapa maid menyusul Zafran saat melihat keadaan si bungsu yang mengkhawatirkan. Darah dari hidungnya terus keluar, bahkan tangannya sudah tak bisa menahan laju cairan anyir itu.

Sedangkan di tempat lain, Leona terpaku melihat Zafran yang membuka pintu kamar mandi dengan kasar. Ia mengusap pundaknya yang tadi sempat bertabrakan dengan anaknya.

🌠🌠

Punggungnya disandarkan pada kepala ranjang. Netranya terpejam dengan helaan nafas pelan. Ia tidak tidur, hanya sedang mengontrol rasa sakit yang kini menyerangnya.

Tiga butir obat yang ia telan setengah jam lalu belum juga menunjukkan reaksi. Lubang hidung kanannya sudah disumbat oleh tisu. Bahkan tak terhitung berapa helai tisu yang sudah terbuang, darahnya tidak kunjung berhenti.

Mulutnya terbuka sedikit. Berusaha meraup oksigen sebanyak mungkin. Ia membuka laci disebelah ranjang, mengambil kotak obat lalu membuka bungkusnya beberapa butir dan kembali meminumnya.

"Please, berhenti." Gumamnya. Ia sudah menyerah saat cairan dari hidungnya kembali keluar.

Pundaknya menurun, kepalanya menunduk karena rasa pusing kembali mendera. Untuk pertama kalinya dirinya berperang sendiri dengan penyakit yang dia derita. Tanpa ada kehadiran sang mama yang biasa mengusap lembut rambutnya. Atau papanya yang selalu menyakinkan bahwa ia adalah laki-laki kuat.

Setelah cukup lama menahan rasa sakit yang terus menyerang, laki-laki itu pada akhirnya tertidur dengan posisi duduk menyandar pada kepala ranjang. Mukanya berubah pucat pasi, suhu tubuhnya naik drastis, bahkan jari kakinya sudah kaku.

-
Next? Comment and Vote

Salam Rynd🖤

ZAFRANWhere stories live. Discover now