44

5.4K 441 64
                                    

~Enjoy it guys~

Terhitung sudah satu bulan, Zafran dan keluarganya tinggal di Praha. Jika ada waktu dan diperbolehkan, Zafran beberapa kali kerap keluar rumah untuk menikmati udara luar. Jika kalian pikir, Zafran akan pergi seorang diri menikmati kuliner tradisional Praha atau sekedar berjalan di sepanjang cafe cantik kota itu, jawabannya salah besar. Salah! Ingat pakai tanda seru.

Memang tidak banyak yang bisa laki-laki itu lakukan. Rutinitasnya tetap sama, meski mereka sudah pindah negara.

Rumah berlantai dua dengan gaya modern terlihat lenggang. Zafran keluar dari kamar menuju meja makan. Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Sebenarnya ia sudah bangun sejak tadi, hanya terlalu malas keluar kamar apalagi gerimis pagi tadi semakin membuatnya mengeratkan selimut tebalnya.

Ya, mau bagaimana lagi. Nasib Tuan Muda memang begini. Meski bermalas-malasan, dirinya tidak akan kekurangan uang. Iri ya kalian? Pasti. Tidak mungkin tidak iri.

Oke, lanjut. Roti lapis tadi pagi yang diantar mamanya tidak cukup membuatnya kenyang. Maka dengan sangat berat hati, ia harus meninggalkan ranjang empuknya untuk memenuhi panggilan perut.

Ia menarik salah satu kursi. Netranya menangkap maid yang tanpa diperintah sudah menyiapkan makanan.

"Morning." Ucapan itu membuat Zafran mengangkat kepalanya. Ia tersenyum tipis menatap mamanya yang sekarang duduk di sebelah kanan.

"Mama sedang sibuk?" Tanya Zafran. Ia mengubah posisi duduknya menghadap sang mama.

"Kau ingin jalan-jalan?" Tanya Leona. Ia menghentikan sejenak aktivas berkutat dengan ipadnya.

"Ya. Sudah lama aku tidak keluar rumah." Jawab Zafran.

"Mama bisa mengajakmu pergi hari ini. Tapi nanti sore, jangan lupakan jadwalmu untuk bertemu dengan Dokter James." Leona memberikan penawaran.

Zafran mengangguk. Memang ini harga yang harus dibayar, mau bagaimana lagi. Kalian jangan tertawa!

🌠

Jalanan yang mereka lewati masih setengah basah. Kaki-kaki itu berpijak kesana kemari karena menghindari genangan air. Leona dan Zafran masuk ke cafe berukuran tak terlalu besar. Mereka disambut oleh pelayan yang membawa buku menu. Duduk di sudut ruangan dengan jendela yang terbuka lebar. Semilir angin membuat helai rambut Zafran terangkat. Ia mengeratkan jaketnya. Melihat pemandangan sekitar cafe dari lantai dua tak terlalu buruk.

Meja sebelah kanan mereka diisi oleh bodyguard. Bodyguard siapa lagi memang? Tak perlu penulis jelaskan bukan.

Pesanan mereka datang tak berselang lama. Pancake dengan selai madu cocok untuk cuaca hari ini. Zafran mengaduk pelan coklat panasnya. Ia melihat sang mama sedang berbicara di telepon entah dengan siapa.

Berbicara soal pasangan ibu dan anak itu, hubungan mereka kian membaik. Selagi Zafran tidak berulah, semua akan baik. Dan selagi Zafran percaya dengan keluarganya, semua akan baik.

"Ma." Panggil Zafran setelah wanita itu selesai dengan urusan teleponnya.

"Ya?" Leona mengangkat kepala menatap anak bungsunya.

"Apa kita menetap disini untuk waktu yang lama?" Tanya Zafran. Tidak bohong jika dia merindukan Ervin, asisten pribadinya. Pria yang selalu bisa diandalkan.

"Mungkin, mama tak bisa memastikan." Jawaban sang mama tidak cukup membuatnya puas.

"Memang kenapa?" Giliran Leona yang membalikkan pertanyaan.

"Tidak, bukan apa-apa. Hanya bertanya." Zafran memilih  jawaban yang aman.

🌠

Zafran duduk di sofa, matanya memperhatikan pergerakan pria berumur setengah abad didepannya. Pria itu berjalan mendekat dengan membawa sebuah map.

"Papamu itu." Ucap Dokter James. Perkatannya menggantung, menunggu reaksi dari lawan bicaranya.

"Kenapa?" Zafran tak sabaran.

Dokter James membasahi mulutnya sebelum kembali berucap.

"Papamu itu, mafia."

Mendengar ucapan dari lawan bicaranya, membuat Zafran menatap lurus kearah pria itu. Ia memang sudah tau itu, jadi untuk apa kaget?

"Lalu?" Zafran menurut jawaban lebih penting. Setidaknya informasi yang lebih berguna.

"Tidak banyak yang bisa kugali tentang papamu."

Zafran berdecak kesal. Sialan! Waktunya terbuang percuma.

Zafran menatap Dokter James dengan ekspresi datar, kedua bola matanya berputar jengah.

"Ternyata kau tak sehebat yang kupikir." Ucapan itu sukses menohok ulu hati pria itu.

Zafran beranjak dari duduknya. Ia memasukkan kedua tangan di saku jaket.

"Kesehatanku baik-baik saja kan. Maka laporkan rekam medis itu pada papaku." Zafran mengakhiri percakapan dan bersiap keluar ruangan.

"Ada satu informasi, entah berguna atau tidak." Ucapan Dokter James barusan membuat langkah Zafran berhenti.

Ia menoleh kebelakang, alisnya terangkat sebelah menunggu kelanjutan ucapan dari mulut lawan bicaranya.

"Makam itu tidak ada penghuninya. Kosong. Benar-benar kosong."

Mendengar ucapan itu, Zafran berdiri kaku. Bibirnya terasa kelu, kakinya mendadak lemas. Kedua tangannya terkepal kuat.

"Apa informasi itu bisa dibuktikan kebenarannya?" Tanya Zafran mencoba berpikir realistis.

"Tidak ditemukan data dengan nama ketiga temanmu. Bahkan sampai hari ini, nama mereka tidak ada di daftar pemakaman manapun." Dokter James menjawab dengan intonasi mantap. Merasa bahwa informasi yang ia punya cukup valid.

"Sial!" Umpatnya. Ia membanting pintu dengan kasar.

Lalu sekarang siapa yang berkhianat? Keluarganya atau teman-temannya?

Dokter James tidak mungkin memberi informasi palsu kan?

-

Sampai ketemu lagi di lain waktu.

Yang bosan sama cerita ini, boleh.
Yang masih suka baca ulang cerita ini, terima kasih.

Salam Rynd🖤

ZAFRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang