6

22.6K 1.6K 82
                                    

~Enjoy it guys~

Tidak ada yang berubah seperti di hari-hari sebelumnya. Tetap mengikuti ritme kehidupan yang sama. Kehidupan yang terkadang naik turun seperti wahana roller coaster atau mungkin flat dan tidak menarik.

Apapun dan bagaimanapun itu, mau tidak mau harus tetap dijalani. Yah, seperti sebuah paksaan pada akhirnya.

Arsen memenuhi permintaan mamanya untuk mengambil cuti kerja. Meliburkan diri selama empat hari seperti sebuah anugerah beberapa tahun terakhir. Ia sudah bekerja keras belakangan ini dan berpikir mengambil cuti bukan hal yang buruk.

Jika ada yang berpikir Arsen menjadi penggila kerja karena dulunya putus cinta. Maka jawabannya tidak. Bahkan di umurnya yang sekarang sudah menginjak 27 tahun, ia sama sekali tidak pernah dekat dengan perempuan. Ah ralat, ada satu perempuan di dalam hidupnya. Leona, mamanya.

Mengambil cuti dari posisi CEO sekaligus pemilik perusahaan tidaklah mudah. Ia harus berperang tanduk dengan sekertaris pribadinya sekitar lima jam lamanya.

Jika saja Farras tidak memiliki kinerja yang bagus, sudah dipastikan kalau teman dari semasa kuliahnya itu akan ditendang tepat dibagian pantat.

Arsen mematikan handphone. Ia tidak ingin bergelut dengan pekerjaan atau mungkin saja nanti liburannya kacau karena spam berisi email yang tidak pernah sepi.

🌠🌠

Jam masih menunjukkan pukul empat pagi. Langit masih gelap dan tanah masih basah karena guyuran hujan semalam.

Tadi malam ia menginjakkan kakinya tepat pukul satu dini hari. Melewatkan drama picisan yang terjadi sebelumnya. Ah, jangan kira jika ia tidak uptodate perihal adiknya.

Tepat saat ia masuk ke dalam mansion, Leona menyambutnya dari arah dapur. Mungkin wanita itu sedang membuat makanan instan karena tidak bisa tidur. Ya, seperti pada umumnya bagaimana layaknya wanita. Leona menceritakan detail kejadian tanpa terlewatkan sedikitpun.

Dalam hati Arsen memang menyetujui tindakan Ansel. Tapi tidak sedikit juga ia mengatakan jika Ansel sangatlah bodoh. Kakak laki-lakinya memang lebih over protective kepada Zafran ketimbang dirinya.

Jika ia memilih bertindak dengan tangan dan mengancam Zafran. Maka lain halnya dengan Ansel, pria itu akan lebih menyuruh puluhan anak buahnya untuk menjaga Zafran dan nyawa mereka menjadi taruhannya.

🌠🌠

Arsen keluar dari kamarnya lalu menoleh ke kanan dan kiri. Membawa tungkai kaki untuk menyusuri lorong yang hanya diterangi beberapa lampu berwarna kuning.

"Ervin!" Panggil Arsen saat menemukan asisten pribadi adiknya di persimpangan lorong.

"Ya, Tuan Muda." Balas Ervin setengah berlari menghampiri Arsen yang berjarak lima meter darinya.

"Apa kau akan ke kamar Zafran?" Tanya Arsen dengan melirik sekilas lorong dimana kamar adiknya berada.

"Ya. Apa Tuan Muda Arsen juga akan kesana?" Tanya Ervin yang dibalas anggukan oleh Arsen.

Ia melangkah terlebih dahulu lalu disusul dengan Ervin dibelakangnya.

"Maafkan kelakuan Ansel." Ucap Arsen membuka suara.

"Ya?" Balas Ervin tidak mengerti kemana arah pembicaraan mereka.

"Ansel. Dia memang seperti itu jika bersangkutan dengan Zafran." Kata Arsen menjelaskan. Mau bagaimanapun juga, ia harus membersihkan nama kakaknya agar tetap terjaga.

"Jangan ambil hati perkataannya. Ku harap kau sudah paham tentang itu." Lanjut Arsen.

"Ya, Tuan Muda. Saya paham." Balas Ervin.

ZAFRANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang