18 ✓ Bagian Kecil dari Perhatian

57 12 17
                                    

"Lemon tea hangat pesanan tuan putri datang!"

Dari balik pintu wanita yang biasa Putri panggil Mamak itu berpijak riang. Membawa segelas teh dengan tambahan perasan lemon yang selalu putri suka.

Jam sepuluh lewat, gadis itu belum juga terbaring mengistirahatkan diri. Mau bagaimana lagi, tugas sekolah yang menggunung memaksanya untuk segera dikerjakan. Lho, kan, PKL kok masih dikasih tugas?

Namanya juga study from home. PKL dan tugas itu dua hal yang berbeda. Tugas tetaplah tugas. Deras mengalir memenuhi notifikasi ponsel Putri. Setiap harinya, jika empat mata pelajaran yang diajarkan maka empat tugas juga yang diberikan. Begitu terus berulang-ulang. Bagaimana tidak pusing kepala ini?

Makanya sepulang dari rumah sakit, setelah bersih-bersih, mandi dan lain sebagainya, gadis itu langsung berkutat di depan meja belajar, menyelesaikan semua penugasan yang ia abaikan dari seminggu lalu. Kalau ditanya apakah banyak? Banget! Buktinya sampai sekarang belum kelar juga.

"Terima kasih ibunda ratu, tuan Putri terima lemon tea hangatnya dengan senang ha-achi!"

Belum juga selesai kalimatnya, hidung Putri terasa gatal, mungkin ia mulai terkena flu.

"Kamu itu lho, kenapa toh malah pulang-pulang kehujanan. Jadi pilek gini kan!"

"Putri gak apa-apa kok, Mak, paling besok juga sembuh," timpal Putri.

"Iya iya, yang Mamak masih heran tuh kan kamu punya jas hujan baru yang kemarin dibeliin bapak itu, lho. Gak kamu bawa?" tanyanya.

"Bawa kok, Mak."

"Terus? Kok bisa pulang-pulang kayak tikus kecebur got, basah kuyup gitu? Gimana ceritanya?"

"Jas hujannya ada di motor Lia," ujarnya singkat.

"Nah, ini juga yang dari tadi mamak penasaran. Kamu tuh kok bisa berangkat bareng Lia pulang bareng cowok itu, siapa namanya, Fandi ya, temen PKL kamu?"

Bahaya. Kalau Mamak sudah dalam mode banyak tanya seperti ini, Putri sudah tidak bisa berkutik. Apalagi tentang Fandi yang mengantarnya pulang, tentang kehujanan berdua, dan tentang cerita mengenai siang tadi, Putri belum siap untuk menceritakan semuanya. Bisa diledek habis-habisan Putri, jika mamak tau cerita lengkapnya.

Gadis itu menghela nafas gusar, "huh, panjang ceritanya, Mak."

Setelah berada dalam lamunan panjang, hanya itu kalimat yang keluar dari mulut Putri.

"Coba cerita, Mamak udah siapin telinga nih, buat dengerin cerita kamu yang katanya panjang itu." Mamak menatap netra Putri intens. Selain penasaran, ia juga senang menggoda anaknya. Ia senang melihat gadis kecilnya tersipu malu, salah tingkah.

"Putri yang gak siap cerita sekarang Mak, tau sendiri tugas sekolah masih ada."

"Banyak?"

"Iya, nih mamak lihat sendiri list-nya masih lumayan, harus selesai malam ini juga lagi," ujarnya sembari menyodorkan notes kecil berisikan deretan tugas yang sebenernya sebagian besar sudah dikerjakan. Tersisa dua mata pelajaran saja.

"Ya sudah, Nduk. Selesaikan dulu tugasmu, abis itu langsung istirahat. Kamu udah makan malam toh?"

"Udah, Mak."

"Jangan kemalaman belajarnya. Kamu juga butuh istirahat."

Putri heran, biasanya setelah dialog penutup itu kebanyakan orang memilih beranjak, tapi Mamak tidak. Sama sekali tidak ada pergerakan selepas ia mengucapkan kalimat itu. Mamak tetap tenang, duduk berpangku bantal, menatap Putri, seolah-olah ada hal lain lagi yang ingin ia sampaikan.

LOVE BANKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang