Kegiatan PKL telah berakhir untuk hari ini. Sesampainya di rumah, alih-alih masuk untuk membersihkan diri, Putri malah asyik nongkrong di bangku teras. Sembari menikmati keindahan senja yang dipadukan pesona kuncup bunga anggrek kepunyaannya, yang belum mekar juga.
Selepas Fandi menasehati Putri sore tadi, sudah seharusnya ia tenang, dan tak lagi memikirkan soal Delima. Namun setelah sampai malah sebaliknya, semua masih berkecamuk di kepala Putri. Ditambah tentang mas Fatih dan sikapnya belakangan. Laki-laki itu entah kenapa akhir-akhir ini sering mengusik pikirannya. Ibarat kata, melamun sedikit, mas Fatih melintas kesana-kemari dalam alam bawah sadarnya.
"Nduk, kenapa toh, pulang-pulang bukannya masuk malah melamun di sini?"
Pria paruh baya yang berpakaian kurang bahan itu datang mendekati Putri. Hanya mengenakan kaus singlet juga celana kolor andalannya, Bapak duduk menyejajari gadis itu sejenak. Perlu Putri akui, bapak memang jagonya mengembalikan suasana hatinya meski dengan cara-cara yang sederhana. Dengan singlet yang bolong di beberapa bagian misalnya.
"Putri gak melamun, Pak. Orang lagi mengamati bunga anggrek kok. Nih, lihat deh, pak. Udah ada kuncupnya," kata Putri.
"Wah, sebentar lagi mekar tuh!" timpal pak Santoso girang.
Tanpa disuruh, gadis itu mengangguk antusias. "Omong-omong, kok jam segini bapak udah pulang?" tanya Putri sembari melirik jam tangannya.
"Bapak malah tadi pulang abis Dzuhur."
"Loh, kenapa?"
"Biasa, bis yang buat narik lagi rusak."
"Yah, kasian banget. Berarti besok pun bapak gak bisa berangkat kerja, dong?"
"Gak apa-apa, Nduk. Kerja kan gak selamanya enak terus, atau dapat uang terus. Kadang ya gini, bis rusak, bapak gak bisa narik untuk sementara waktu, malah keluar uang buat kasih makan orang bengkel," ujar bapak dengan nada tenang, meski kedengarannya cukup sendu.
Putri hanya bisa terdiam menunduk. Khidmat mendengarkan cerita sang ayah.
"Tapi di sisi lain, bapak bersyukur. Sebab kemalangan bapak bisa menjadi rezeki buat orang lain. Tukang bengkel itu contohnya, mereka jadi ada pemasukan karena benerin bis bapak yang rusak. Memang ya, Allah itu maha adil," sambung pak Santoso.
Putri sekali lagi merenungi ucapan bapak. Bahkan mungkin lebih dalam dari sebelumnya. Bagaimana bapaknya itu bercerita dengan dengan guratan lelah namun senang di saat bersamaan, bagaimana beliau bisa mensyukuri semua hal yang bahkan yang tidak mengenakkan sekalipun.
Putri jadi ingin sekuat bapak. Bisa berpikiran lebih terbuka seperti itu. Tak hanya selalu merasa kurang, dan mengeluh setiap kali ada masalah. Sekali lagi, gadis itu belajar dari ayahnya bahwa setiap kemalangan pasti ada hal yang membuat kita belajar mensyukuri nikmat-Nya.
Meski latar belakang bapak bukan pekerja kantoran atau pengusaha sukses dengan uang milyaran, namun bapak selalu punya berbagai cerita menyenangkan untuk ia ceritakan pada anak-anaknya sebagai bahan pelajaran.
Putri masih ingat jelas yang bapak katakan beberapa waktu lalu, 'Hidup itu keras bos, makanya untuk mengatasinya kita harus bisa belajar dari segala hal, dan berusaha bertahan sekuat tenaga dengan rasa syukur di dalamnya.'
Dan kali ini, Putri yang bersyukur punya ayah seperti bapaknya. Putri bisa belajar banyak hal tentang kehidupan darinya.
"Kamu kenapa, ada masalah PKL-nya? Sini cerita sama bapak," kata bapak.
Otomatis Putri menggeleng, "enggak, Pak. Putri lagi gak ada masalah apa-apa kok. Malahan tadi ada cerita seru."
"Apa tuh?" Tanyanya penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE BANK
Teen FictionEmeralda Saputri harus merasakan pahit manisnya PKL di masa pandemi Covid-19. Berbagai peristiwa tak terduga, mengharuskan dirinya menjalani masa PKL dengan seorang lelaki dari kelas tetangga. Di sebuah unit bank di daerah mereka, semua kisah ini be...