Chapter 3 🔞

53.4K 871 4
                                    

Written by: _sidedew

Jakarta, 2022
Rabu, 21.00 WIB

Kecamuk dalam otak cantiknya tidak bisa diam-- saling memukul telak pada bahasa tubuh Livi yang tidak mau bekerjasama. Kesadarannya, kewarasannya, seakan sudah terenggut oleh pesona yang masih asing baginya.

Kebingungan menjadi hal utama yang terkoneksi saat beberapa lalu Alsen menyuruhnya untuk melepas blazer hitamnya. Rasa cemas karena khawatir akan kejaran orang-orang yang tak dikenalnya justru terganti dengan rasa penasaran pada apa yang akan terjadi selain serangan lidah dari Alsen yang meruntuhkan pertahanannya sebagai wanita.

Derap langkah yang terburu-buru dan teguran salah seorang pria, sebenarnya telah menarik Livi dari ketidaksadarannya dalam menikmati cumbuan Alsen. Livia terangsang ketika bagian yang penuh dan sekal itu diremas lembut oleh telapak tangan Alsen yang begitu pas memerangkapnya.

Begitu kaki satu demi satu, bergantian mengambil langkah menuruti Alsen yang menuntunnya ke pintu hotel yang sepertinya tidak dikunci.

Kembali, telinganya mendengar langkah kaki pengejarnya yang nekat mendekat.

"Hei bung, ajaklah kami!"

"Berapa kau menyewanya?" Kekeh pengejarnya yang semakin dekat.

Semula matanya terpejam. Kini, ia bertubrukan dengan tatapan tajam Alsen bersamaan dengan berhentinya gerakan di bibir mereka.

Livi bisa menangkap emosi yang berpendar di bola mata cokelat emerald itu. Livi tahu tatapan bengis itu tidak tertuju untuknya.

Kehilangan menjadi nuansa yang mengetuk pelan ketika Alsen berbalik badan-- berjarak, membiarkannya dengan libido yang sudah terlanjur naik meski rasa malu ikut-ikutan bersorak.

Menyewa. Selacur itu kah dia? Hatinya mencelos kemudian.

Dirinya mematung. Kata 'sewa' yang terlontar membuatnya merasa terhina. Maniknya tidak dibiarkan pada satu titik arah, ia disuguhkan oleh perkelahian secara jantan dari ketiga pria berperawakan hampir sama namun tubuh Alsen yang bertelanjang dada-- memunggunginya karena sibuk menangkis sekaligus membalas pukulan demi pukulan adalah objek yang menyegarkan mata.

Dalam hawa panas yang masih bergelenyar-- dirinya butuh dituntaskan. Kondisi terangsang yang tidak dapat diingkari.

Sialan.

"Ke- ke mana, Tuan?" Rasa penasaran serta dorongan kuat minta dituntaskan-- tidak menghalanginya untuk tahu kemana Alsen membawanya.

Hanya saja, mendadak ia lupa harus berkata apa sehingga dengan gugupnya ia justru bertanya padahal tau jawabannya.

Ya, kamar. Sesuai langkah awal mereka sebelum pengganggu itu muncul.

Dan waktu pun berlalu. Saat ia terlentang pasrah menjadi objek percobaan yang tidak mampu ia tolak. Begitu lihai, begitu pintar, begitu hafal dimana saja titik-titik sensitifnya. Pudingnya yang kenyal nan putih menjadi sasaran empuk.

"Lapar, Tuan?" Ucapnya melempar tatap sensual.

Persetan dengan malu. Toh, Alsen juga tahu ia menikmati permainannya. Lagi pula pria itu sudah bersikap gentle-- tidak menjadikan kelemahannya sebagai senjata untuk mengendalikannya.

Alsen memberinya kenikmatan. Pelepasan yang sudah lama tidak ia alami.

Tentu, ini bukanlah hal pertama. Di awal-awal masa perkuliahannya, teman organisasi yang sempat menjadi kekasihnya-- pernah mencumbunya sampai ia merasakan pelepasan. Tapi ia menemukan perbedaan, laki-laki bule itu tidak sehebat Alsen.

𝑷𝒐𝒔𝒔𝒆𝒔𝒔𝒊𝒗𝒆 𝑳𝒂𝒘𝒚𝒆𝒓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang