20. RUMAH SESUNGGUHNYA

14.8K 1.4K 270
                                    

HALOOO!!

Coba absen isi batre kalian berapa?

Jam berapa kalian baca ini?

JANGAN LUPA VOTE KOMEN YA! Untuk apresiasi penulis ❤❤❤

SIAP RAMAIKAN KOMENTAR DI SETIAP PARAGRAF?!

21. RUMAH SESUNGGUHNYA

“Rumah tak selalu jadi tempat ternyaman, tempatnya luas tetapi tidak berpenghuni, sunyi, dan sepi. Ada apa di dalamnya? Hanya ada kekosongan. Kehampaan yang tak henti, hingga akhirnya rasa ini mati sendiri. Tetapi ini bukan tentang rumah”

°°°°°

Suara ribut obrolan disertai oleh gelakan tawa terdengar sampai teras depan rumah Chico. Sudah menjadi sebuah keharusan bagi rombongan cowok itu untuk menyempatkan berkumpul di salah satu rumah mereka. Hal itu dilakukan secara bergilir tiap minggu. Misalnya, minggu ini di rumah Chico, maka minggu berikutnya di rumah Bejo, sesuai dengan urutan tanggal lahir mereka.

Bejo mengusap perutnya sambil bersendawa panjang karena kenyang menghabiskan tiga bungkus Indomie goreng buatan Chico. Di antara mereka, memang Bejo yang paling kuat makan. Bahkan cowok itu dijuluki sebagai vakum makanan saking rakusnya.

“Enaknya kalau makan gratis! Dimasakin pula! UHUY!”

Panji berseru kegirangan dengan satu mangkuk mie kuah soto ayam yang masih berasap. Dihirupnya wangi aroma rempah-rempah yang menggugah selera persis seperti yang dilakukan oleh bintang iklan makanan lezat.

Mereka duduk melingkar di atas tikar yang cukup lebar. Semuanya tampak saling berbincang dan tertawa karena lawakan tak masuk akal Panji.

Berbeda dengan teman-temannya yang sibuk bercanda, Ardes justru tenggelam dalam pikirannya sendiri. Entah mengapa tiba-tiba dirinya teringat tentang lomba karya ilmiah. Bahkan dia sama sekali belum menyiapkan bahan materi yang akan dia teliti. Terkadang Ardes pernah berpikir apakah dia sudah menentukan pilihan yang benar? Jujur, dia takut semuanya semakin berantakan.

“Des, lo kenapa? Lo tuh udah diem kalau makin diem jadi kayak mayat hidup tau nggak?” Chico beralih duduk di sebelahnya sembari membawa toples berisi keripik kentang di tangannya.

Sementara si lawan bicaranya masih enggan membuka suara. Membuat Chico langsung mengerti jika temannya itu sedang tidak baik-baik saja. Meskipun Ardes memang tertutup, tetapi Chico ingin Ardes bisa berbagi keluh kesahnya pada mereka juga. Sebab, Ardes selalu memberikan saran ketika di antara mereka ada masalah. Namun, jika cowok itu punya masalah sendiri malah tidak mau cerita.

Mendengar interaksi Chico dan Ardes membuat yang lain ikut menoleh serempak. Mereka yang semulanya berisik mendadak diam dan ikut mendekat.

“Kenapa?” Kini giliran Ezra yang bertanya.

“Kita nggak maksa lo buat cerita. Tapi kalau berbagi itu bisa bikin lo lebih tenang, kenapa nggak? Lo emang diem, tapi diem lo yang biasa sama diem lo yang ini beda, Des,” jelas Chico masih berusaha membujuknya.

Ardes terdiam beberapa saat. Sempat terjadi perdebatan kecil antara otak dan hatinya yang kontras. Lalu cowok itu menghela napas berat sebelum akhirnya dia memutuskan untuk bercerita.

“Gue ikut kompetisi karya ilmiah bulan depan. Gue mau buktiin ke bokap, tapi gue khawatir gagal,” jelas Ardes sambil menaikkan pandangannya ke atas langit. Sebenarnya bukan hanya itu yang dia pikirkan. Ardes juga memikirkan nasib keluarganya yang hampir terpecah belah, tetapi sayangnya dia belum siap menceritakan semua kepada mereka.

ARZEL (Hardes 2) : The Beginning Of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang