Tiga belas

19.2K 979 125
                                    

Dengan kecepatan tinggi Dartu mengendarai mobilnya berniat menuju ke klinik untuk memeriksa istrinya tapi saat diperjalanan Dina menolak karena perutnya sudah jauh lebih baik.

Disinilah mereka sekarang di depan rumah keluarga Dartu, awalnya Dina menolak ia ingin ke rumah orang tuanya saja. Hanya saja Dartu tidak menggubris hal itu.

"Ayo masuk Din, " dengan menggenggam telapak tangan istrinya. Dina menatap datar tangan nya yang digenggam. Sontak ia melepaskan yang langsung mendapat tatapan tidak suka Dartu padanya.

"Aku mau ke rumah orang tua ku aja Mas." ujarnya, ia tidak nyaman berada disini. Dan juga ia ke desa ini lagi juga karena orang tuanya bukan karena hal lain.

Dartu menghembuskan nafasnya, "masuk sebentar habis itu saya antar ke rumah bapak sama ibu." jawab Dartu akhirnya tidak mau memperpanjang masalah ini.

Dina dengan berat hati mengangguk, toh juga hanya sebentar. Ia juga rindu dengan orang tua Dartu yang dulu sempat menjadi mertuanya atau mungkin masih.

"MasyaAllah, Pak lihat. Mantu kita!" seru Fatma saat melihat Dartu membawa istrinya.

Walaupun rambut Dina sudah berganti model tapi Fatma masih bosa mengingat dengan jelas wajah menantunya.

Dina menyalami Fatma, memeluk nya erat yang dibalas tak kalah erat.

"Gimana keadaan kamu sekarang Nduk?" tanya Fatma antusias.

Syaiful yang baru saja dari taman belakang itu ikut menimbrung dalam obrolan mereka.

"Alhamdulillah sehat Bu.." jawab Dina dengan senyumnya.

Dina beralih menyalami Bapak mertuanya.

"Cucu Bapak sehat?" tanya Syaiful dengan memandang perut besar Dina.

"Alhamdulillah sehat juga Pak.."

"Sudah berapa bulan Nduk? Kok besar sekali." mengelus lembut perut buncit Dina.

"Sudah jalan 6 bulan ini Bu," ikut mengelus perutnya.

"Kok sebesar ini ya, sudah dicek ke dokter kan? Enggak ada apa-apa?"

"Alhamdulillah semuanya baik Bu, sehat. Perutnya Dina besar karena hamil kembar." jawab Dina dengan senyum. Orang tuanya bahkan belum tau akan hal ini.

Fatma memekik girang begitu pula dengan Syaiful. Sedangkan Dartu termenung. Ia merasa sangat bersalah kepada istrinya.

"Duduk Nduk, ayo makan siang dulu," ajak Fatma dengan menuntun menantunya.

Dina tampak tidak enak sekarang ini, saat mereka sudah sampai di meja makan. Dari arah pintu utama orang tua Dina datang begitu pula dengan Arman.

"Pulang Din!" ujar Rahma lugas membuat Dina mengangguk paham.

"Bapak!" seru riang Dina menghampiri Wahyu dengan sedikit berlari. Wahyu yang melihat itu tersenyum senang. Ia merindukan putri kecilnya.

"Dina kangen sama Bapak.. " lirih Dina tidak terasa meneteskan air matanya.

"Gimana keadaan cucu Bapak, sehat kan?" mengelus perut buncit Dina.

"Alhamdulillah sehat Pak, oh iya. Ibu sama Bapak bakal punya cucu 2 sekaligus." ujar Dina riang.

Wahyu mengernyit begitupun dengan Rahma yang mulai ingin tahu.

"Iya, dari kamu sama Mbakmu kan?" tanya Rahma menimpali.

Dina geleng-geleng dengan senyum riangnya.

"Dina hamil anak kembar.. " beritahu Dina. Kedua orang tuanya semakin mengembangkan senyumnya. Arman yang mendengar juga ikut senang. Karena ia tidak tahu juga jika Dina hamil anak kembar.

"Alhamdulillah... " syukur Rahma.

"Ya sudah ayo pulang.. " ajak Wahyu merangkul pundak putrinya.

"Ma, biar Dina disini ya?" tanya Fatma tiba-tiba membuat semua orang berbalik menatapnya.

Rahma memandang suaminya begitupun sebaliknya.

Dartu masih diam ditempat, ia tidak ingin merusakan kebahagiaan kedua keluarga ini.

"Bisa kita bicarakan secara kekeluargaan Pak?" tanya Dartu akhirnya.

Arman yang mengerti itu pun undur diri, ia akan pergi dari sana.

Tinggalah sekarang mereka berenam, menikmati makan malam dengan di iringi denting sendok dan piring bersahutan.

"Langsung ke intinya saja." cerca Wahyu kepada menantunya.

Dartu menghembuskan nafasnya dan mengangguk paham, ia mulai menceritakan kejadian yang sebenarnya yang barusan ia ketahui juga tadi. Semua orang disana syok bukan main bisa-bisanya ada lawan yang menginginkan keluarga kecil ini hancur.

"Saya benar-benar tidak tahu akan hal ini, dan saya juga minta maaf saya tahu saya salah karena tidak mempercayai istri saya sendiri. Dan maafkan saya Pak yang malah membuat kepercayaan Bapak kepada saya hilang."

"Saya mohon izinkan saya menebus semua kesalahan saya pada Dina." imbuhnya.

Wahyu melirik istrinya, setelah itu beralih menatap Dina yang menundukkan kepalanya.

Dina menahan tangisnya agar tidak terdengar rapuh.

"Saya serahkan semuanya ke Dina, kalau Dina mau kembali sama kamu ya monggo, tapi kalau dia enggak mau. Biarkan dia pergi. Saya tidak mau egois lagi." ujar Wahyu akhirnya.

Semua orang tengah menatap Dina sekarang, membuat nya semakin menundukan kepalanya dalam.

Setetes air mata tidak sengaja jatuh dari pelupuk matanya. Ia mengusapnya kasar dan menatap orang tuanya juga mertuanya.

Entahlah ia tidak tau keputusan apa yang akan ia ambil. Ini sungguh membuat hidupnya terombang-ambing kemarin.

"Dina enggak tahu Pak, kita pulang aja yuk." ajak Dina akhirnya. Wahyu mengangguk begitupun Rahma.

Untuk kali ini Dina ingin menenangkan pikiran nya. Akan apa yang ia putuskan nantinya semoga itu keputusan yang terbaik.

"Dina pergi dulu Pak, Bu." menyalami kedua mertuanya. Beralih menyalami suaminya. Saat akan berjalan menjauh Dartu mencekal pergelangan tangan istrinya membuat Dina diam ditempat menunggu hal apa yang akan dilakukan suaminya.

Dartu mencium kening istrinya lembut sebelum akhirnya menatap matanya dengan senyum tulusnya.

Ia tidak boleh egois, apapun nanti keputusan nya ia akan menerimanya. Walaupun nantinya ia harus terpisah dengan istri dan anak-anaknya.

"Maafkan Ayah yang bahkan tidak menganggap kalian anak Ayah.. " lirih Dartu yang masih dapat didengar oleh Dina membuat nya menahan air mata.

Setelah kepergian keluarga Dina dari sana, Dartu luruh ke lantai. Ia menatap kosong ke depan sedangkan kedua orang tuanya menangis ditempat.

Kenapa kebahagian belum menghampiri keluarga mereka.

Kenapa ada masalah serumit ini, yang bahkan bisa saja merusak keluarganya.






Lanjut?

Balikan enggak nih?

Istri Pak KadesDonde viven las historias. Descúbrelo ahora