19

387 60 9
                                    

Siapa yang mengatakan jika Jaehan akan dengan mudah melepaskan?

Bahkan meski tujuannya sudah didapat, Jaehan akan tetap berusaha untuk mengikat.

Tak ada yang terjadi semalam, masih hanya sebatas ciuman, uhm ... mungkin sedikit sentuhan. Ia merasa Yechan masih belum siap. Atau mungkin sebenarnya dirinya lah yang belum siap. Entahlah ...

Seharusnya ia sudah merasa cukup dengan kehadiran Yechan. Semua sudah berjalan sesuai keinginan. Nyatanya Jaehan masih kehausan. Ia butuh sesuatu agar pria ini tak akan pernah menghilang dari pandangan.

Perasaan ingin mengikat Yechan agar tak kemana-mana kembali hadir dalam pikirannya.

Sekuat tenaga, Jaehan mencoba mengendalikannya.

**

Ia bangun pagi, seperti biasa. Semalas apapun, Jaehan tetap harus bekerja. Ia tak bisa meninggalkan tanggung jawabnya. Walau dalam hati, ia sungguh tak ingin beranjak seinci pun dari pelukan pria ini.

Menyingkirkan tangan Yechan pelan, Jaehan mendudukkan dirinya sebelum benar-benar membuka mata. Dirasa kesadarannya mulai penuh, ia berjalan pelan menuju kamar mandi.

Ada banyak hal yang harus ia lakukan hari ini.

Selesai mandi, ia bersiap-siap untuk pergi. Dilihatnya lagi Yechan yang masih tertidur dengan lelap seperti bayi.

"Lucunya ..." gumam Jaehan sepelan mungkin.

Tak ingin membangunkan, ia pun berjalan dengan mengendap-endap setelah mencuri satu ciuman di pipi.

Di ruang makan, sarapannya sudah disiapkan. Jaehan menyempatkan diri untuk makan. Tentu saja ia akan mematuhi anjuran dari dokter pribadinya. Ia tak boleh melewatkan sarapan dan meminum obatnya jika tak mau mood-nya berantakan seharian.

"Siapkan sarapan saat Yechan bangun nanti dan lebih baik jangan mendekat ke kamarku dulu pagi ini. Aku takut langkah kecil saja bisa membangunkannya."

Itu perintahnya pada pelayan yang biasa mengurus segala keperluannya.

Tak banyak pertanyaan, ia disuguhi satu anggukan yang cukup melegakan. Setidaknya ada yang bisa dia andalkan.

"Jangan lupa, laporkan padaku apapun yang dilakukan anak itu. Dia bangun tidur jam berapa, apa dia memakan sarapannya, bahkan saat keluar pun kau harus tanya dia mau ke mana."





**



Siang itu, Kevin yang kebetulan berada di rumah bersama kekasihnya dikejutkan dengan datangnya sebuah kiriman. Yang mengejutkan adalah itu dari Jaehan.

"Jaehan benar-benar gila."

"Apa lagi sekarang?" Hyuk yang baru saja keluar dari kamar mandi mendekat. Ia melihat sebuah kotak berisi sebuah kunci di dalamnya. Terlihat jelas jika itu adalah kunci mobil.

"Mobil?" 

"Mm. Sekarang apa yang harus aku lakukan, Hyuk? Apa ini sama saja dengan aku menjual adikku sendiri?"

Jaehan pun dengan santai menulis catatan di sana "Hadiah untukmu, Kevin", tak lupa dengan emoticon hati di belakangnya.

Kevin tak bisa berkata-kata, kakinya bahkan mulai lemas, sedikit gemetar ia rasa.

"Hyuk ..."

Hyuk terdiam.

"Tenanglah."

Tapi, bagaimana Kevin bisa tenang? Lebih dari itu, ia memikirkan Yechan.

"Hyuk, Yechan ... dia akan baik-baik saja, 'kan?"

"Kau mau aku menelponnya?"

Kevin mengangguk, hanya untuk memastikan.

Hyuk pun meraih ponsel di atas meja. Dengan cepat mencari kontak Yechan dan menelponnya.

Tak butuh waktu lama, suara Yechan terdengar dari seberang sana.

"Hyuk, wae?"

**

"Hyuk, wae?"

"Kau di mana?"

"Di atas tempat tidur baruku. Ada apa?"

"Apa Jaehan bersamamu sekarang?"

Yechan menjawab tidak. "Pria itu sepertinya sudah pergi sejak pagi. Sebenarnya ada apa?" Apa dia mengganggu Kevin lagi?"

Hyuk menatap Kevin yang langsung mengambil ponsel dari tangannya, mencoba berbicara.

"Yechan-ah, kau tidak apa-apa, 'kan?"

Terdengar suara tawa Yechan, "Tentu saja, hyung. Kenapa? Dia tidak mengganggumu, 'kan?"

"Bukan begitu, tapi ..."

Kevin mematikan sambungan, memilih untuk mengirimi Yechan foto kunci mobil dan juga note kecil yang tadi Jaehan kirimkan.

Sayangnya, setelah membaca, Yechan tak kunjung memberikan balasannya.

Kevin menatap khawatir ke arah Hyuk, "Anak itu tidak akan bersikap ceroboh, 'kan?"


2nd ✅Where stories live. Discover now