𖣔8. Menyusun Rencana Bagian II

509 56 4
                                    

Sarada menatap horor kearah Kawaki yang kini dengan santainya menyodorkan pisau bergagang pink itu padanya. Jika saja ini sebuah permainan maka Sarada dengan senang hati akan menerimanya, tapi sayangnya ini sebuah latihan untuknya besok. Hari Pertunangan.

"Ayolah, ini hanya pisau mainan." Memang benar pisau bergagang pink itu hanya mainan, tapi tetap saja membayangkan pisau aslinya yang akan menyayat pergelangan tangan, membuatnya ngilu sendiri.

"Kau gila?!" Benar, rencana Kawaki membuatnya emosi luar biasa. Bagaimana bisa kakak kandungnya sendiri yang menyarankan ide gila, bahkan bisa membuatnya meregang nyawa.

"Salad, kau hanya perlu sedikit menyayat tanganmu dengan pisau. Kau akan berakting ingin bunuh diri karena menolak pertunangan ini, lalu Kakek, Ayah dan Ibu tidak akan memaksamu lagi."

Itu memang masuk akal, tapi siapa di dunia yang bisa menyayat tangannya sendiri? Tidak ada, kecuali mereka yang memang berniat mengakhiri hidupnya.

Tadinya Sarada berpikir bahwa Kawaki akan memberikan ide yang cemerlang. Di mana ia bisa bebas dari pertunangan ini dan menjalani hidup normal seperti biasanya. Yah, ia lupa bahwa kakaknya itu sedikit gila.

"Kawaki, apa kau yakin rencana ini akan berhasil?" Rei angkat bicara setelah menyaksikan perdebatan kedua adik sepupunya. Awalnya Rei sangat tidak setuju dengan ide Kawaki yang terbilang gila, tapi jika dipikir lagi, mungkin ini jalan tercepat di mana pertunangan Sarada dan Boruto bisa dihentikan. Jadi, ia hanya bisa mengikuti alur yang Kawaki buat.

"80% aku yakin akan berhasil, tapi jika dia orang yang licik dan pintar, kemungkinan rencana ini gagal. Apa salahnya mencoba dulu, 'kan." Kawaki mengangkat bahunya dengan acuh, lalu kembali terfokus pada Sarada yang berusaha memperagakan seseorang yang ingin bunuh diri. Benar-benar gila, pikir Sarada.

"Adik kecilku, kau hanya perlu sedikit menggores saja, jangan berlebihan menekan pisaunya. Kau mengerti?" Peringatan dari Rei membuat Sarada lagi-lagi merasa ragu. Bagaimana saat ia menggenggam pisau yang asli tangannya terpeleset dan malah memotong tangannya sendiri?

Sarada belum siap kehilangan tangan. Jika saja Kakeknya orang yang mudah dibujuk, tidak akan ada yang namanya adegan pura-pura bunuh diri di sini. Ah, ia benar-benar benci Boruto.

Ini semua salah Boruto.

Tak lama terdengar suara pintu terbuka. Sarada, Rei, dan Kawaki menatap sosok yang kini berdiri di depan pintu dengan tangan yang membawa tote bag berukuran sedang. Kemeja putih yang melekat ditubuhnya bener-benar terlihat sangat cocok untuknya, lalu celana jeans hitam dengan jaket kulit berwarna senada membuatnya terlihat sangat tampan.

"Kau telat setengah jam, Ryu." Rei mendekati lelaki itu yang juga berjalan menuju mereka.

"Kau pikir mendapatkan hal yang kau minta itu mudah?" Ryu menaruh tote bag tadi diatas meja, matanya bersitatap dengan Sarada. Tangannya meraih pisau mainan yang ada pada gadis itu, lalu menariknya untuk duduk disofa.

"Kau tak harus benar-benar menggoresnya sampai tanganmu berdarah, cukup menekannya sedikit," ucap Rei mengelus pergelangan tangan Sarada yang sedikit memerah karena pisau mainan.

Uchiha Ryu, adik dari Rei. Seperti yang Sarada bilang, sifat keduanya sangat jauh berbeda. Ryu lebih mirip paman Itachi yang dingin dan datar. Ia bahkan lebih populer dari Rei karena sifat dinginnya, walau begitu Ryu adalah orang yang suka menolong.

Dan yang Sarada tahu selama ini, ia belum pernah mendengar berita Ryu marah atau mengeluarkan amarahnya. Lalu satu kabar yang menggemparkan ia dapat dari Chocho, bahwa Ryu mempunyai seorang kekasih. Walaupun Sarada belum bertemu langsung dengan kekasih Ryu.

Ferocious (BoruSara)Where stories live. Discover now