Bunda dan Seno

203 50 70
                                    

Pagi ini nampak berbeda dari pagi sebelumnya. Di meja makan sudah ada Mahesa, Regita dan Seno. Ketiganya makan dengan khidmat, sampai tiba tiba terdengar suara batuk yang menyakitkan dari Seno.

"Adek! Minum dulu" Regita menyodorkan air putih pada anak bungsu nya, yang langsung Seno terima. Tangan putih mulusnya mengelus pelan punggung si bungsu.

"Udah?" Seno mengangguk, menoleh kearah Regita lalu memasang senyum manis.

Tangannya bergerak

"Makasih Bunda. Maaf sudah buat Bunda panik"

Regita tersenyum membalas senyuman manis Seno "lain kali, makannya pelan pelan ya?" Seno mengangguk lalu menatap Mahesa yang juga menatap ia khawatir. Ia tersenyum, seolah mengatakan bahwa ia sudah baik baik saja.

"Adek"

"Adek, bangun.. !!"

Seno membuka matanya perlahan, mendapati Mahesa yang menatap ia khawatir.

"Kenapa tidur di sini? Bunda usir kamu lagi?" Seno menggeleng.

"Tadi adek keselak makanan, terus Bunda kasih adek air putih"

Mahesa melihat kelantai, disana ada gelas yang air nya sudah tumpah. Niat hati ingin kembali kekamar setelah tugasnya selesai, ia malah dibuat terkejut karena mendapati Seno tergeletak didepan pintu kamar sang Bunda.

"Adek mimpi indah ya?"

Seno menggeleng. Ia yakin, itu bukan mimpi. Bundanya begitu perhatian padanya.

"Ya udah kalau bukan, tapi adek harus tidur dikamar nanti kalau disini jadi masuk angin" Seno mengangguk senang, merentangkan tangan minta digendong. Mahesa langsung menggendong koala Seno, membawa si bungsu ke dalam kamarnya.

"Lihat, adek jadi demam. Kenapa tidur di lantai sih?" Mahesa mengomel pelan untuk Seno setelah meletakkan Seno pada tempat tidur anak itu. Seno memandang Mahesa dengan senyuman manis di wajahnya.

"Abang lagi marah, karena adek nakal. Jadi, jangan senyum senyum!" Mahesa tidak benar benar marah, ia hanya khawatir.

"Seno tidak nakal"

"Adek nakal. Tidur dilantai bisa bikin masuk angin, trus demam"

"Maaf"

Mahesa tidak menjawab, ia sibuk memeras kain kompresan Seno. Ditengah keheningan itu Seno merasa senang karena Mahesa selalu ada bersamanya. Ia tidak takut kalau abang nya marah seperti tadi, karena dia tau kalau Mahesa hanya khawatir padanya jadi ia hanya tersenyum. Lalu ia bahagia karena tadi Bunda nya terlihat begitu dekat padanya.

Tanpa tau, bahwa itu hanya lah mimpi.

Flashback

Seno terbangun dari tidurnya setelah mendengar suara mobil Bunda nya. Ia berjalan perlahan karena merasa sakit dikepalanya. Dari lantai atas ia melihat Bundanya tengah berbincang dengan Abangnya. Setelah melihat sang Bunda hendak menaiki tangga, Seno kembali masuk kedalam kamar.

Dari dalam ia mengintip sampai Bunda masuk kedalam kamar yang ada diujung lantai. Ia keluar perlahan lahan, lalau memikirkan apa yang harus ia berikan pada Bunda nya agar bisa berbincang seperti yang dilakukan Abang nya tadi.

Tiba tiba ia teringat, dua hari yang lalu saat Bunda pulang cepat, Bi Rima memberikan segelas air putih. Dengan itu, Seno menuruni anak tangga, pergi kedapur membuat air putih untuk Bunda nya.

Kedua tangannya memegang erat segelas air putih itu. Fokusnya selama berjalan hanya pada air putih, dada nya merasakan getaran yang teramat amat menandakan ia bahagia dan tidak sabar untuk melihat sang Bunda.

Tok

Tok

Tok

Tidak ada tanda tanda bahwa pintu itu akan terbuka. Tetapi, Seno tetap setia menunggu didepan pintu dengan senyuman manisnya.

Lama. Seno akhirnya mengetuk lagi dan lagi pintu itu hingga Bundanya keluar dengan wajah yang nampak lelah dan sepertinya baru terbangun dari tidurnya.

Seketika senyum nya semakin mengembang. Ia menyodorkan air putih itu pada sang Bunda yang hanya ditatap datar oleh Bundanya.

"Pergi. Kau mengganggu tidurku"

Dimatanya, Seno hanya lah anak yang idiot. Karena lihatlah, sudah diusir pun anak itu masih tetap pada posisinya dan dengan senyum bodoh itu.

"Anak bodoh! Kau tak pernah paham padaku, pergi dari sini!" geramnya pelan, ia tidak mau Mahesa mendengarnya.

Pintu itu ia tutup, meninggalkan Seno yang masih dalam keadaan menyodorkan air putih. Namun, senyumnya memudar, ia perlahan mendudukkan dirinya pada lantai, bibirnya melengkung sedih, ia ingin menangis tapi ia urung karena takut Bunda nya akan marah.

Ia memilih untuk tetap menunggu sampai Bundanya mau menerima air putih buatannya.

Melihat dunia luarWhere stories live. Discover now