Si kecil yang berharga

191 34 6
                                    

Kembali lagi dipagi hari yang selalu berjalan seperti biasanya. Regita pergi ke kantor, Mahesa sekolah dan Seno yang ditinggal dirumah bersama Bi Rima.

Seno juga menghabiskan waktunya seperti biasa, ia akan sarapan, lalu menemani Bi Rima untuk membersihkan rumah, tak jarang juga membantu wanita itu.

Setelah siang menjelang, Seno yang sudah selesai makan siang beranjak untuk tidur siang. Ia selalu ingat nasihat Mahesa, katanya tidur siang itu sangat baik untuk pertumbuhannya.

"Aku pulang" seru Mahesa memasuki rumah besar itu. Kehadirannya disambut oleh Bi Rima yang sedang membersihkan lemari hias diruang tamu.

"Tuan muda sudah pulang ya?"

Mahesa mengangguk, "Seno dimana Bi?"

"Seno sedang ada dikamarnya Tuan"

Setelahnya Mahesa pamit undur diri, ia menaiki anak tangga dengan langkah cepat, tidak sabar untuk berjumpa dengan adik tersayangnya.

Mahesa tersenyum teduh, ketika mendapati Seno tengah tertidur damai. Dengan perlahan ia duduk pada pinggir kasur, membelai lembut wajah sang adik. Ia melihat jam yang melingkar pada tangannya, sudah pukul tiga kurang lima belas menit, Seno terlalu lama tidur, ia segera membangunkan Seno takut nanti kepala anak itu sakit karena terlalu lama tidur.

"Adek.. bangun, abang udah pulang nih.."

"Eungg~~"

Mahesa tersenyum menahan gemas. Tiba tiba pikirannya berkelana membayangkan sang adik bisa berbicara, pasti ia akan merengek mengatakan "lima menit lagi, abang~" "Adek masih ngantuk.." dan itu pasti menambah kesan gemas pada adiknya.

Tapi sepersekian detik kemudian ia menggelengkan kepalanya, ia harusnya tidak berpikir demikian karena itu membuat ia seolah olah tidak menerima apa adanya Seno.

"Adek.. bangun"

Seno membuka matanya, hal pertama yang ia lihat adalah Mahesa yang menatap dia dengan tatapan seperti biasa, menenangkan bagi Seno dan ia suka itu, lantas ia pun tersenyum lalu memeluk leher Mahesa.

"Aduh..aduh adek, berat. Kenapa peluk leher Abang sih??" Seno tertawa tanpa suara setelah ia melepas pelukan itu.

"Abang lucu kalau marah marah. Seno suka"

"Jadi kamu mau abang marahin terus??"

Seno menggeleng. "Jangan terus, nanti adek nangis" 

Yang lebih tua terkekeh lalu mengusak gemas rambut yang lebih muda. Ia menggendong koala Seno dan membawanya menuju kamar mandi.

"Mandi dulu ya"

Seno mengangguk. Ia selalu senang apabila diperlakukan sayang oleh Mahesa. Harapnya suatu saat semoga Bunda memperlakukan ia demikian juga.

Hari sudah menjelang malam, Mahesa dan Seno menyantap makan malam yang telah disediakan Bi Rima di meja makan setelah sebelum wanita itu pamit untuk pulang kerumah. Bi Rima hanya bekerja dari pagi pukul lima sampai malam pukul setengah tujuh malam atau bahkan paling lama jam tujuh malam.

"Adek mau nambah?"

Setelah mendapat anggukan dari si kecil, Mahesa menyendokkan nasi pada piring Seno yang bersisa lauk nya saja. Seno sangat suka makan nasi. Hanya nasi saja.

"Lauk nya di makan, dek. Bi Rima udah cape loh bikin nya?"

"Adek makan nasi, juga makan lauk nya. Tapi adek lebih suka nasi"

"Gak baik hanya makan nasi aja, lauk nya juga harus dimakan, nanti lauk nya nangis loh?" Seno memiringkan kepalanya, bingung. Apa benar lauk nya bisa nangis? Selama ini ia hanya mendengar bahwa nasi akan menangis apa bila tidak dimakan habis, oleh sebab itu ia gemar memakan nasi.

"Menangis?"

"Iya, lauk nya menangis"

"Menangis seperti nasi?"

Mahesa menganggukkan kepalanya mantap, seolah olah perkataannya adalah sebuah kebenaran.

"Oke! Adek akan makan lauk nya juga"

"Good boy.."

Dengan lahap si bungsu memakan makanan pada piring nya. Mahesa menatap sayang si bungsu sembari memakan makanan miliknya.

Makan malam kedua saudara yang hangat itu sudah selesai, kini keduanya ada dikamar si sulung. Terlihat, si bungsu menampilkan wajah semangatnya ketika si sulung datang menghampirinya sembari membawakan buku dongeng.

"Oke. Adek ambil posisi tidur yang baik dulu, biar enak dengar dongeng nya"

Seno menggeleng, ia mengambil alih buku dari tangan Mahesa. Lalu menepuk nepuk bantal—menyuruh Mahesa untuk menidurkan dirinya.

"Abang tidur. Biar adek yang bawakan dongeng malam ini ~"

Mahesa tidak langsung menidurkan dirinya, ia hanya bingung. Kenapa tiba tiba adiknya itu meminta hal yang tidak pernah ia minta?

"Adek kenapa sih? Abang bingung. Emangnya adek gak mau di bacain dongeng?"

Lagi, Seno menggeleng.

"Abang tidur dulu. Abang gak mau ya, kalau adek yang bawa kan dongeng?"

"Karena adek tidak bisa berbicara?"

Sontak Mahesa menangkup pipi Seno dengan kedua tangannya. Ia menggeleng pelan dengan senyuman diwajahnya.

"Enggak sayang, maafin abang ya? Abang hanya kaget aja, karna biasanya adek suka dibacain dongeng"

"Jadi malam ini kita ganti posisi ya? Adek dongeng in abang sampai abang tidur"

Mahesa langsung mengambil posisi tidur, ia menatap sang adik yang mulai bercerita dengan kedua tangannya dan ekspresi di wajahnya. Sesekali Mahesa tertawa karena wajah lucu Seno, sesekali juga Mahesa membantu Seno untuk membaca kata yang susah untuk ia baca, karena Seno belum terlalu mahir dalam membaca.

Mata bambi nya menatap penuh kasih sayang sang adik yang masih menggerakkan tangannya juga mulutnya yang ikut serta terbuka tanpa suara. Rasanya, Mahesa ingin menangis.

Untuk pertama kali dalam seumur hidupnya, ia melihat sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya. Yang tidak semua orang bisa mendapatkannya. Ia tidak bisa berkata kata setelah buku dongeng itu sudah habis di ceritakan oleh Seno.

Ia bangun dari posisi tidurnya. Seno menatap kesal Mahesa, karena ia tidak tidur padahal Seno sudah menceritakan dongeng. Tatapan kesal Seno di balas oleh tatapan dari mata yang sedang berkaca kaca dan penuh kagum itu. Mahesa lalu membawa Seno masuk kedalam pelukannya, yang membuat Seno terkejut. Apa yang terjadi sampai ia dapat merasakan kalau sang abang tengah menangis? Apakah dongeng tentang penyihir goa yang ia ceritakan tadi sangat menyedihkan?

"Adek hebat. Adek kuat. Adek keren. Abang sangat sangat sangaaat bangga sama adek, abang sayang sama adek"

Ucapannya berhenti, ia melepaskan pelukannya lalu mengecup kening Seno "abang akan selalu menyayangi adek, menjaga adek. Adek sangat berharga sama abang, abang sayang sekali sama adek" lagi, ia memeluk tubuh yang lebih kecil dari nya. Seno yang sangat suka ketika seseorang mengutarakan sayang padanya pun begitu senang, ia membalas pelukan itu dan menggoyangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri tanda bahwa ia senang, Mahesa mengikuti gerakan itu, ia tersenyum lebar merasakan kehangatan dari sang adik.

Malam itu mereka habiskan dengan membagi kehangatan kasih sayang saudara. Mahesa malam itu semakin menyadari bahwa ia punya sesuatu yang berharga yang harus ia jaga baik baik. Adiknya, begitu berharga.

Melihat dunia luarWhere stories live. Discover now