23

88 17 0
                                    

Anes menepi di pinggir lapangan saat suara bel menggema memenuhi sekolah. Napas cewek itu tak beraturan, keringat memenuhi seluruh tubuhnya. Penglihatannya sedikit memburam.

"Pening kepala gue, emang ya tuh guru kalau ngasih hukuman gak tanggung-tanggung," cerocos Anes sambil mendudukan dirinya di kursi yang berada di pinggir lapangan.

Anes melihat di sebelah kursinya terdapat minuman kesukaannya dan sepucuk surat berwarna hitam yang berada tepat di bawah minuman itu.

Anes menoleh kanan kiri berharap menemukan seseorang yang meletakan ini, namun nihil. Dia tidak menemukan orang yang mencurigakan. Yang ada hanya murid-murid yang baru saja keluar dari kelas mereka masing-masing.

"Dari dia lagi?" monolog Anes lalu mengambil minuman dan surat itu.

Kenapa bisa dihukum princes?
Kamu buat kesalahan apa sampai dihukum gini? Makanya lain kali jangan bandel ya.
Oh ya, pasti kamu capek banget ya habis lari? Ini aku bawain kamu minuman kesukaan kamu. Diminum ya pincesnya aku.

"Anjir ini beneran buat gue? Dia seromantis ini? Tapi lo siapa sebenarnya? Sampai tau minuman kesukaan gue segala," gumam Anes penasaran.

"Bodo ah, haus gue." Anes langsung meminum menuman kesukaannya dengan nikmat.

"Kanjeng ratu!"

Anes menoleh dan mendapati Ikbal sedang melambaikan tangan ke arahnya. Cowok itu sedang berjalan bersama kedua temannya siapa lagi kalau bukan Ranvir dan Arkan.

"Mau kemana?" tanya Anes.

"Mau ke kantin. Mau bareng gak?" tawar Ikbal.

"Duluan aja, gue mau istirahat bentar," jawab Anes yang mendapat anggukan dari Ikbal.

"Oh ya, lo berdua jagain pangeran gue ya, jangan sampai lecet," sambung Anes terkekeh geli.

"Yee lo pikir gue pengawal dia?" balas Arkan tak terima.

"Kan lo berdua calon bodyguard gue sama Ranvir kalau udah nikah nanti," jawab Anes membuat Ikbal tertawa.

"Najis," ucap Ranvir lalu melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda menuju kantin.

"Ya udah Nes kita duluan ya!" kata Arkan lalu menarik kerah baju Ikbal agar mengikuti Ranvir.

"Dadah kanjeng ratu!" teriak Ikbal membuat Anes tertawa walaupun sempat sakit hati mendengar ucapan Ranvir tadi.

Anes menatap sekeliling. Banyak murid-murid yang sedang melakukan aktifitas mereka masing-masing. Jujur saja, banyak wajah-wajah yang Anes baru lihat. Hampir semua Anes tidak mengenali mereka. Ya Anes memang tidak mempunyai teman. Anes tidak pintar bergaul.

Anes menghela napas pelan lalu menundukan kepalanya. Entahlah, bukannya dirinya tidak mau mencari teman. Tapi dirinya agak trauma dengan teman-teman lamanya yang sebelum pindah ke kota ini.

Anes mengingat saat dirinya masih SMP, dimana dirinya sempat dibully karena tidak memiliki seorang ayah, dan yang lebih parahnya yang membullynya adalah teman-teman sendiri.

Anes bahkan sampai menangis di pelukan sang Ibu berjam-jam. Bahkan Anes sempat bertanya pada ibunya yang membuat ibunya hanya bisa terdiam membisu.

First LoveDonde viven las historias. Descúbrelo ahora