Chapter 3

37 5 0
                                    


"Ahk! Shit!" Meringis Isaac, ia lupa jika mulutnya terluka, dan sekarang ia merasakan rasa pedih di bibirnya. Seketika Isaac membanting kaleng bir ke lantai, dengan napas memburu. Isaac terlihat benar-benar marah.

***

Angga tampak kaget melihat Isaac, untuk sesaat ia terdiam sejenak lalu mulai membuka suara dengan hati-hati, "maaf, soal luka itu," ucap Angga merasa bersalah.

Isaac menatap Angga dengan tajam. "IDIOTTT!" makinya sambil berteriak. Isaac mendekati Angga dengan tangan terangkat, ingin mencekik leher Angga. Namun Angga berhasil menahan tangan Isaac yang terdorong ke belakang dan membuatnya tergelincir. Isaac tak sengaja menginjak cairan bir yang tumpah di lantai.

Isaac menarik Angga, mereka terjatuh bersamaan dengan Angga yang berada di atas Isaac. Terdengar suara gedebuk nyaring dari kepala Isaac yang terbentur lantai.

"FUCKKK!!!" maki Isaac sambil meringis kesakitan. Ia memegangi belakang kepalanya.

Angga langsung bangun, terlihat panik. "Ma-maaf." Melihat darah di mulut Isaac yang kembali mengalir.

"Berengsek! Kau- ahkk!" Menyentuh bibirnya yang kembali sakit. Angga langsung menghentikan tangan Isaac yang langsung di tepis kasar. Namun tangan Angga tidak tertepis.

"Diamlah! kau bisa infeksi. Biarkan aku mengobatimu." Serius Angga memandang lurus wajah Isaac yang tampak sekali menyiratkan tatapan benci.

Angga mengambil kotak obat yang sebelumnya tadi ia gunakan. "Tahan, ya!" pinta Angga. Angga mengambil kapas yang ditetesi obat merah lalu dengan pelan mengoleskannya ke bibir Isaac. Mata Angga tak lepas dari bibir Isaac, sejujurnya ia ingin sekali melumat bibir tipis Isaac, tetapi ia sadar itu tidak mungkin terjadi sekarang.

Isaac mengernyit menahan sakit dalam diam, matanya melirik Angga yang tampak fokus mengobatinya, kemudian beralih melihat leher Angga yang membiru.

"Bukankah itu juga sakit?" tanya Isaac yang sekarang tersenyum miring.

"Apa! Oh, tidak apa-apa, hanya sedikit nyeri." Sadar Angga, ia menyentuh lehernya sejenak lalu kembali mengobati bibir Isaac.

Isaac menaikkan satu alisnya, "jadi apa niatmu sebenarnya? Kau ingin uangku? Atau---kau menginginkanku?" Memandang datar Angga yang tampak terdiam, wajah mereka sangat dekat karena Isaac menarik dagu Angga.

"Menurutmu, apa?" tanya Angga, serius.

Dahi Isaac mengerut, merasakan sakit di bibirnya. Tangan Angga dengan sengaja menekan luka Isaac. Isaac langsung mendorong wajah Angga menjauh.

"Aku tau kau punya maksud lain, tapi aku belum tau saja apa yang kau inginkan. Aku bahkan tidak mengerti, kenapa aku harus menerima idiot sepertimu disini!" cecar Isaac dengan tatapan sinis.

Tampak Angga tertawa geli, membuat Isaac heran karena ia sedang tidak bercanda sekarang. Akhirnya Angga selesai mengobati bibir Isaac.

"Rumah ini besar, tapi kau hanya tinggal sendirian, apa kau tidak merasa kesepian?" tanya Angga, yang direspon Isaac dengan tatapan tak suka. Angga melanjutkan perkataannya sambil merapikan kotak obat, "lagi pula, jika aku memang memiliki niat buruk, aku pasti sudah sedari tadi melakukannya. Aku juga tau kau itu normal," jelas Angga, lalu menutup kotak obatnya.

Saat Angga mengatakan dirinya normal, Isaac langsung terkekeh. "Kau bilang aku normal? Aku, tidak normal!" ucap Isaac, kembali datar menatap Angga.

Tidak normal? Apa dia menyukai pria? batin Angga berharap.

Mencoba bertanya, Angga butuh kepastian atas normal yang di maksud Isaac, "apa, kau... menyukai pria?" Meminum birnya, Angga. Matanya melirik Isaac, ia takut Isaac kembali marah dengan pertanyaannya. Namun Ia juga sangat penasaran dengan jawaban Isaac.

Isaac berdiri, berjalan menuju nakas hitam yang cukup besar, kemudian membuka suara, "apa pedulimu jika aku menyukai pria atau tidak?" Membuka salah satu laci, Isaac mengeluarkan rokok serta korek api, lalu menyalakan dan menghirupnya.

Angga ikut berdiri. "Berarti aku bisa mendapatkanmu!" Menyeringai Angga ke arah Isaac. Angga berjalan mendekati Isaac, tangannya merebut rokok di mulut Isaac. "Bibirmu sedang sakit, jangan merokok dulu!" pinta Angga, mematikan rokok dengan tangannya.

Berdecak kesal Isaac. "Jadi ini, yang kau mau dariku? Sayang sekali, aku tidak tertarik denganmu, idiot!" Menyalakan rokok yang baru, Isaac. Menghirupnya perlahan, lalu menghembuskan asap tepat di depan wajah Angga. Angga menutup mata sebentar kemudian membukanya kembali.

Tangan Angga mengangkat dagu Isaac, membuat Isaac mendongak menatapnya. Sembari melontarkan senyum manis, Angga membuka pembicaraan, "bagaimana, jika aku berhasil membuatmu tertarik padaku?" tanya Angga.

"Itu, hanya akan terjadi di dalam mimpimu, berengsek!" ketus Isaac, menepis tangan Angga yang memegang dagunya.

Angga terkekeh kecil, sambil mengangkat tangannya. "Oke, fine. Lagi pula jika kau menyukai pria, aku menyarankan untuk mencari pasangan yang bisa menangani emosimu, mungkin---seperti aku." Tawar Angga yang direspon Isaac dengan serius.

"... Jika kau bisa, aku akan memikirkannya." Memasukan rokok yang masih tersisa ke dalam mulut Angga. Terlihat sekilas Isaac menatap remeh Angga, ia lalu berjalan pergi meninggalkan Angga yang terpana, untuk kedua kalinya.

"Ho---kita lihat saja nanti, akanku pastikan kau menyukaiku." Menyesap rokok di mulutnya, lalu menghembuskan asap ke udara, terlihat Angga tersenyum misterius.

***

Menonton televisi di ruang tamu, sesekali melihat ke arah tangga tempat Isaac pergi. Ia sudah menyalakan penghangat ruangan, tetapi entah mengapa Angga masih merasakan dingin. Sambil mengacak rambut, Angga dengan nekat menuju kamar Isaac di lantai atas, rencananya ia ingin mengambil selimut.

Membuka pintu, Angga masuk perlahan. Melihat Isaac yang tertidur dengan wajah gelisah, Angga membenarkan selimut Isaac.

Tersenyum Angga, memperhatikan Isaac sembari membatin, lucunya.

"Jangan menyentuhku, berengsek!"

Mendengar Isaac memaki, Angga mematung. Perlahan Angga mendekat, mencoba memastikan jika Isaac masih tertidur.

"Mimpi buruk?" lirih Angga, menebak. Tiba-tiba tangan Isaac bergerak ke udara, tepat menonjok wajah Angga.

DHUAK!

"Sialan!" maki Angga, mengelus pipinya. Tak terima dipukul, Angga melihat ke kanan dan kiri, mencari cara membalas Isaac.

Menyingkap selimut Isaac, Angga menatap tubuh Isaac sambil tersenyum. "Kau yang mulai duluan, sayang," ucap Angga, sambil mengusap kedua tangannya. Angga berniat melepas celana panjang Isaac, dengan hati-hati ia membukanya. Sebelum sepenuhnya terlepas, Isaac yang memang sedari tadi gelisah membuka matanya. Sesaat Isaac mencerna apa yang terjadi hingga kedua matanya terbelalak melihat Angga.

Angga yang sadar jika Isaac terbangun, dengan cepat ia menarik celana Isaac hingga terlepas. Bangkit dari tidurnya, Isaac berteriak memaki Angga yang membawa celananya keluar dari kamar.

"BRENGSEEEKKKKKKK!!! BERANI-BERANINYA KAU MASUK KE KAMARKU!!!" teriak Isaac, wajahnya memerah, tanda marah. ia berlari keluar mengejar Angga.

Angga yang dikejar, berlari menuju balkon dan melemparkan celananya dengan sembarang. Menahan pintu, dari dalam Isaac mencoba mendorong paksa. Dinding yang memisahkan mereka adalah jendela kaca bening, sehingga Isaac bisa melihat Jelas keberadaan Angga.

"BUKAAAAA!!! BANGSAAATTTTT!!!" Mendobrak pintu dengan kuat. Mata Isaac menyalang marah ke arah Angga. Saat tangan Isaac mengepal ingin memecahkan kaca, Angga berteriak menghentikan Isaac dan membuka pintunya

"BERHENTI!" Teriak Angga.

Sadar jika Angga sudah tak menahan gagangnya, dengan kasar Isaac menendang pintu.

"Kau, IDIOTT!!!"

Bersambung...

True Or NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang