(Hiding) Bersembunyi

10 1 0
                                    

Kening Isaac mengerut, bingung dengan kepercayaan diri Angga.

"Apa?! Mengatasi ini? Memangnya kau siapa? Kau hanya orang biasa, kau bisa mati, bahkan lenyap dari negara ini dalam sekejap," tandasnya sambil menghela napas kesal.

***

Selesai membalut luka Angga, Isaac memutuskan untuk membocorkan lokasi tempat ia biasa bersembunyi dari kepenatan rutinitasnya.

"Untuk sementara waktu, lebih baik kau sembunyi dulu. Aku punya vila di Jeju, itu tempat rahasiaku." ucap Isaac sambil membuang muka ke samping, lalu mulai menyalakan mesin mobil.

Untuk sesaat, Angga tertegun mendengar ucapan Isaac.

"Kau ... memberitahu tempat rahasiamu?" tanya Angga heran, bola matanya berbinar menatap Isaac yang sudah menjalankan mobil dengan fokus. "Kau pasti sudah menyukaikukan?" lanjut Angga menggoda, sembari melontarkan tatapan jail.

Isaac sekilas melirik Angga, terlihat agak jengkel.

"Berhenti bercanda! Aku sedang serius."

Angga memberikan klarifikasi dengan senyum cerah. "Baiklah, maaf. Jangan terlalu dipikirkan. Karena wanita itu berurusan dengan orang yang salah." ucapnya bercampur gumaman yang tidak terdengar oleh Isaac.

Angga kemudian mengeluarkan ponsel lain dari sakunya, ponsel khusus yang biasa ia gunakan untuk menjalankan misi dari kakaknya. Sibuk mengetik sesuatu di ponselnya. Isaac kembali melirik Angga, menyadari bahwa Angga memegang ponsel yang berbeda. Meskipun demikian, Isaac memilih untuk tidak mempedulikan itu dan kembali fokus mengendarai mobil. Dalam perjalanan mereka, keduanya tenggelam dalam kesibukan masing-masing hingga Isaac berhenti tepat di depan rumah Angga.

Sadar mobil telah berhenti, Angga melihat sekeliling dan menyadari bahwa mereka sudah berada di depan rumahnya.

"Loh? Ini kan rumahku? Katanya ingin ke vilamu?" tanyanya bingung.

Isaac menatap Angga dengan pandangan serius, menyampaikan pertanyaan yang tajam.

"Iya, tapi masa kau tidak bawa barang-barangmu, mau pakai apa? Terus anakmu mau kau tinggal begitu saja?" ketus Isaac, suaranya menusuk udara dengan otoritas yang selalu melekat padanya.

"Ah... benar." Nyengir Angga, sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Eh! Tunggu, kalau aku membawa anakku, apa tak masalah? Jellal sudah biasa bersama pengasuh," lanjutnya, mencari kepastian.

"Bukannya tak suka, aku hanya tidak terbiasa. Jadi bukan masalah," jawab Isaac, menghela napas panjang seolah melepaskan beban yang ada dalam dirinya. Ia keluar dari mobil dengan langkah mantap.

"Senang mendengarnya." Angga ikut keluar dari mobil dengan senyum ceria, berjalan di samping Isaac.

Masuk ke dalam rumah, terdengar suara langkah kaki kecil yang berlari. Angga langsung berjongkok sambil melebarkan kedua tangannya, ingin memeluk Jellal.

"Anakku sayang, come to Papa." Sambut Angga, tetapi Jellal hanya melewati Angga dan berlari ke arah Isaac.

"PAMAN!" seru Jellal riang, memeluk kaki Isaac yang terpaku di tempat. "Jellal kangen Paman, hihi..." sambungnya, dengan tawa kecil yang menghangatkan hati.

"Ha! Yah ... Paman juga ri-rindu..." Sadar dari keterpakuannya, Isaac mensejajarkan tubuhnya, dan mengelus puncak kepala Jellal dengan lembut, meskipun terlihat kaku.

Angga menoleh menatap anaknya dengan rasa sedih, karena Jellal bahkan tidak melihatnya.

"Bagaimana dengan Papa? Tidak kangen?" tanya Angga dengan suara lembut.

True Or NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang