(Us) Kita

6 0 0
                                    

Dengan mata berkaca-kaca, Athela kembali menatap foto-foto yang berserakan di lantai. Meraih satu foto, ia merobek wajah Angga dengan gerakan tegas, menyisakan bagian wajah Isaac. Athela mengecup bagian Isaac lembut, sebagai tanda cinta yang masih tersisa di tengah hatinya yang hancur perlahan-lahan.

"Kyu Oppa..." panggil Athela dalam keputusasaan. Ruangan yang tadinya indah dan penuh melodi, kini hanya terdengar tangisan Athela yang terluka.

***

Athela

Flashback 10 tahun

Dalam kegelapan malam, diterangi oleh lampu-lampu neon yang berkelap-kelip, suasana di dalam club terasa hidup. Musik yang menggelegar memenuhi seluruh ruangan, getaran bass menghantam dinding-dinding club, menciptakan dentuman yang terasa di dada setiap pengunjung. Kilatan cahaya lampu yang berubah-ubah menambah kesan misterius dan dinamis di sepanjang lorong-lorong gelap club.

Di pojok ruangan yang redup, seorang wanita muda duduk sendiri di atas kursi tinggi, dengan setengah cangkir cocktail di tangannya. Ekspresi wajah Athela terlihat mabuk dengan mata sayu, mencerminkan keadaan yang tidak sepenuhnya sadar, kerena ini untuk pertamakali Athela dengan sengaja minum di umurnya yang ilegal, yaitu 15 tahun.

Athela sesekali menyeka air mata yang menetes di pipi dengan punggung tangan yang gemetar. Suara tawa dan musik yang menggelegar di sekitarnya, serta berapapun uang yang ia miliki tidak bisa membahagiakanya, itu tak mampu menyembunyikan kehampaan yang ia rasakan.

Athela, kembali mengingat orang tuanya yang kini memutuskan berpisah. Ibu yang berselingkuh, meninggalkan ia dalam rasa kekecewaan dan pengkhianatan yang mendalam. Ayah yang meskipun masih ada secara fisik. Namun, wajah yang seharusnya penuh kasih sayang itu, hanya memancarkan dingin ketidakpedulian.

Tiba-tiba, beberapa pria dengan senyum nakal dan niat buruk melihat Athela yang sedang duduk sendirian. Mereka mendekat, berusaha membujuk Athela untuk keluar dari club dengan harapan menghabiskan waktu bersama.

"Hey, mau menemani kami?" ajak salah satu dari mereka dengan suara merayu.

Athela menoleh dengan tatapan sayu, mencerminkan ketidakberdayaannya. Namun, ada kejelasan dalam mata yang menunjukkan penolakan.

"Pergi!" jawabnya tegas, meskipun suaranya bergetar.

Para pria itu saling melempar pandang, tak terima dengan penolakan Athela. Salah satu dari kedua pria tersebut menarik lengan Athela dengan kasar.

"Seharusnya anak kecil tidak boleh masuk ke dalam sini, ikut bersama kami atau kau ingin kami melaporkanmu?" ancam pria tersebut dengan seringaian yang mengerikan.

"Lepas! Ini sakit!" ringis Athela, yang di seret paksa. Tidak ada yang mempedulikannya, karena suara teriakan Athela tenggelam dalam kebisingan musik yang memenuhi ruangan.

Keluar dari club, mereka berjalan menuju sebuah mobil hitam, di mana Athela yakin akan terjadi sesuatu yang buruk. Sebelum berhasil masuk, seseorang muncul dan dengan satu tendangan, ia berhasil melumpuhkan salah satu pria yang menutupi Athela agar tidak dicurigai.

BHUAK!

Pria itu roboh ketanah, sambil mengerang dan meringkuk kesakitan. Rekannya yang tersisa tampak terkejut karena tiba-tiba diserang, dia mendorong kasar Athela hingga terjatuh ke tanah, dan segera terlibat dalam perkelahian.

Disela-sela rasa sakit, Athela yang masih dalam keadaan mabuk berusaha keras untuk melihat apa yang terjadi. Ia mendapati seseorang tak dikenal menyelamatkannya dan melawan dengan penuh keberanian.

"Bocah sialan!" Kesal, pria itu langsung melayangkan pukulan. Namun, Isaac bisa dengan mudah menghindar, tak ingin membuang waktu, Isaac langsung melumpuhkan pria di depannya, hingga tak sadarkan diri.

Isaac segera melepas jaket, dan dengan gerakan cepat meletakannya di pundak Athela, lalu membantu Athela yang berdiri tergopoh-gopoh.

"Kau sudah aman, sekarang kita lapor polisi," ajak Isaac dengan suara tegas, penuh perhatian.

Namun, wajah Athela yang ketakutan segera membuat Isaac menyadari bahwa situasinya tidak semudah yang ia bayangkan. Athela menggeleng pelan, bibirnya bergetar ketika ia berbicara, "Tidak, tidak bisa," gumamnya dengan suara yang penuh dengan kesedihan yang tak terucapkan. "Polisi akan tahu jika aku mabuk, dan orang tuaku akan dipanggil," lanjutnya, raut putus asa tergambar jelas di wajah Athela.

Isaac tampak terdiam sejenak. Ia mengerti bahwa wanita muda ini masih di bawah umur, dan menyerahkan wanita ini pada pihak berwajib bisa berujung pada masalah yang lebih besar.

"Baiklah, kita tidak akan ke kantor polisi, ikut aku," kata Isaac dengan suara yang tenang, menawarkan bantuan untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara yang lebih bijaksana.

Athela menurut, dan mereka berjalan menuju taman terdekat. Sebenarnya, Isaac baru saja selesai dari latihan taekwondo dan kebetulan jalan tercepat untuk pulang, melewati area hiburan malam. Tanpa sengaja, ia melihat situasi yang mencurigakan, dan disinilah ia menemukan wanita yang hampir menjadi korban penculikan.

Di taman yang tenang, Isaac memberikan botol minumnya pada Athela, mengingatkan wanita muda itu untuk meredakan rasa mabuknya. Mereka duduk bersama di kursi taman yang sepi.

Isaac, dengan rasa ingin tahu dan kepedulian yang tulus, mulai bertanya, "Kenapa kau bisa ada di sana? Itu bukan tempat yang aman."

Athela menoleh dengan perlahan, mata yang berkaca-kaca mencerminkan luka yang teramat dalam di hatinya. "Aku..." ia terhenti, air matanya kembali menetes, kesedihan yang begitu besar membuat ia tak mampu berkata-kata.

Isaac menghela napas pelan, lalu mengusap lembut puncak kepala Athela. "Tidak perlu dijawab, sudah, semua akan baik-baik saja," ucapnya dengan suara yang lembut, membiarkan Athela menangis sembari memeluknya erat.

Dalam pelukan Isaac, Athela merasa sedikit lega, seperti menemukan tempat perlindungan di tengah kegelapan yang membuatnya terpuruk.

Flash Back End

Menyeka air mata, Athela berjalan menuju ruangan pribadinya yang berpintu besi. Saat pintu terbuka, ruangan itu menyambut dengan aura yang suram, memendarkan cahaya lampu merah darah yang redup. Namun, di tengah kesuraman itu, terlihat banyak foto Isaac bergelantungan di seluruh dinding ruangan. Foto-foto itu, tidak hanya memperlihatkan wajah tampan Isaac, tetapi juga menampilkan keintiman yang pernah Isaac lakukan dengan beberapa mantan kekasihnya.

Athela terpaku di tempat, matanya melintasi setiap foto dengan hati yang berat. Bahkan, dia terhenyak saat melihat foto-foto Isaac bersama wanita lain, mengingatkan akan kesetiaannya yang selalu di abaikan.

Dengan gemetar, Athela mengambil foto Isaac yang tadi telah dirobeknya. "Oppa, maaf... karena aku tidak bisa mendapatkan Oppa, maka orang itu harus lenyap." ucapnya dengan tekad yang teguh.

Setelah meletakkan foto tersebut, Athela meninggalkan ruangan itu dengan langkah berat. Ia kemudian mengambil ponselnya dan menelpon seseorang.

"Halo, [23]Samchon," ucapnya, memulai pembicaraan dengan lembut.

"Ya, Hye-Ra. Ada apa?"

"Aku punya permintaan, ada seseorang yang ingin kulenyapkan, tapi sebelum itu aku ingin bertemu Samchon," pintanya dengan nada sedih. "Berapapun yang Samchon minta akan kuberikan, dan jangan sampai Appa tahu tentang ini," lanjutnya, putus asa.

"... Baiklah, Samchon akan mengirim orang untuk menjemputmu,"

Athela mengiyakan dan memutuskan untuk menyudahi percakapan mereka, ia harus mencari cara keluar dari rumah ini terlebih dahulu tanpa ada yang mencurigainya.

Bersambung...

Catatan

[23]Samchon, Sebutan om atau paman yang memiliki hubungan dekat.

Happy Reading. Mohon maaf jika ada kesalahandalam penulisan. Luv You~

True Or NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang