3. Sudah biasa🏫

12 2 0
                                    

Kebiasaan anak 12 IPS 5 kalau lagi jam istirahat pasti cuma nongkrong di kelas. Bukannya apa, males aja berbaur sama anak kelas lain soalnya banyak yang nggak kenal sekaligus kebanyakan mereka mainnya circle-circlean. Lebih baik mereka ngadem di kelas.

Seperti Zael bersama Deva asyik mabar di bangku belakang, hebohnya nggak nanggung-nanggung. Kalau Gio udah molor di mejanya. Niki dengan headphone menyumbat kedua telinganya dan menelungkupkan kepala di atas meja, dan selebihnya sibuk dengan ponsel masing-masing kecuali untuk Keynara, Lara, Angga dan Manda yang nongkrongnya di meja guru sambil memperhatikan daerah di luar kelas.

"Bebek, bebek apa yang jalannya selalu muter ke kiri terus?" Lara bersuara. Daripada hanya berdiam diri mending dia ngerusuh dikit dengan memberi tebak-tebakan receh.

Keynara, Angga dan Manda sempat menoleh keheranan.

"Bebek di kunci stang!" seru Angga percaya diri menjawab pertanyaan gabut dari Lara tersebut.

"Yaah! Nggak asik lo."

"Lah? Apanya?" Sempat Angga mengerutkan dahi dengan cemberutnya Lara.

"Udah ketebak aja." Lara pikir teman-temannya nggak ada yang tahu, soalnya tebak-tebakan ini memang agak menjebak, kadang-kadang.

"Ya iyalah gue pinter." Angga membanggakan diri seraya menepuk-nepuk dadanya bangga.

"Pinter? Kalau pinter kelas lo di IPA 1 noh, bukan IPS 5." Manda mulai julid serta geleng-geleng kepala. Mengingat bahwa IPS 5 ini hanyalah anak buangan yang nilainya di bawah rata-rata.

"Maksudnya, gue tuh paling pinter kalau jawab teka-teki," sela Angga mencibir.

"Serah lo deh."

"Nih, gue punya pertanyaan satu lagi ... kenapa kalau lagi mikir orang sering megang dagunya?" tanya lagi Lara tak menarik minat Keynara dan Manda.

"Ya iyalah, masa mau pegang dagu orang lain." Angga jawab lagi. Mulai emosi sebab pertanyaan Lara tak ada yang menarik.

"Bener. Pinter lo," kekeh Lara bertepuk tangan.

Angga mendengus malas. "Goblok."

"Dih, ngatain gue lo?" beranjak Lara dari tempat duduknya, berkacak pinggang menatap horor Angga.

"Nyenyenye."

"Sini lo maju! Ayo gelud!"

"Bisa diem nggak sih? Pusing gue dengerin suara lo berdua." raut wajah Manda sedikit membuat Angga dan Lara merinding. Hingga akhirnya tak jadi melanjutkan aksi berantemnya.

"Woi, Key! Dari tadi gue perhatiin lo diem mulu dah. Napa?" Atensi Lara dan juga Manda beralih pada Keynara ketika Angga bertanya. Mereka jadi ikut penasaran karena Keynara yang biasanya akan meracau nggak jelas kini cuma diem-dieman, tatapannya terus menuju ke arah luar dengan pandangan kosong.

Keynara menoleh lesuh pada teman-temannya. Matanya sayu dan helaan napasnya terdengar jelas. Seperti orang putus asa.

"Nggak papa," jawabnya membuat Angga mendengus tak suka. Sudah dari awal dia tebak pasti Keynara akan menjawabnya dengan rumus andalan cewek.

"Aelah, cewek mah kalau ditanya jawabnya gitu mulu." Padahal Angga udah kepo.

"Kalau ada masalah tuh cerita, Key. Jangan diem-dieman. Lo diem udah kayak orang kesambet. Jadi aneh gue sama lo." Manda menyentuh bahu Keynara.

"Iya. Tapi belum saatnya gue cerita." Keynara menghela napas kembali, kemudian gadis itu beranjak dari meja guru menuju ke mejanya, dan ikut menelungkupkan kepala di atas meja seperti Niki.

Pergerakan Keynara tersebut tak lepas dari dua pasang mata milik Angga, Manda dan Lara. Dahi ketiganya berkerut bingung dengan apa yang terjadi kepada temannya itu.

"YEAAA! GUA MENANG LAGI!"

"WUHUUU!"

"APAAN, LO CURANG!"

"KAGAK BEGE, LO AJA YANG NGGAK PINTER!"

"ANJAY, GUE MENANG LAGI!"

Zael bersorak riang setelah permainannya berakhir bersama Deva. Sampai tak sadar bahwa bangku di depannya sudah terjatuh akibat tendangannya.

"WOI! Kalian bisa diem nggak, sih? Hargai orang disebelah dong!" Tiba-tiba seorang gadis bersama tiga orang temannya memukul pintu kelas IPS 5 cukup keras. Mereka merasa terganggu akibat suara teriakan Zael yang cukup nyaring di dengar.

Seluruh murid IPS 5 sempat terlonjak kaget, sebab cewek itu datang dengan suara lantang penuh emosi. Tak lupa berkacak pinggang memperlihatkan kepada mereka bahwa dia sedang marah.

"Maksud lo apa datang-datang ngelabrak kelas kita?" Gio sontak terbangun, dia kesal, lalu menghampiri gadis-gadis itu dengan wajah datar.

Si gadis dari kelas sebelah itu kini bersedekap dada. "Lo atur tuh temen-temen berandalan lo itu! Kalau mau teriak di hutan bukan di sekolah!" serunya sarkas.

"Terus? Masalah buat lo? Gue yang deket sama mereka aja nggak merasa terganggu." Gio membalas ucapan gadis berambut gelombang di bawahnya.

"Ya itu lo. Kalian 'kan sama aja. Ya iyalah nggak merasa terganggu."

Wajah Gio memerah menahan amarah, tangannya terkepal kuat memperlihatkan bahwa dia juga emosi.
"Maksud lo?"

"Masih nggak nyadar juga? Kalian itu satu spesies. Berandalan," tuturnya lantas pergi dari kelas IPS 5 tersebut. Tak peduli dengan raut wajah emosi dari Gio yang hendak meledak.

"Bangsat!"

"Tahan, Yo. Inget dia cewek. Kalau lo sampai apa-apain tuh cewek, kita semua bakal dibilang pengecut dan tambah buruk dimata mereka." Askala berdiri tepat di depan Gio untuk menenangkannya.

Sedikit demi sedikit Gio melunak, ia tarik napas dalam-dalam lalu ia hembuskan secara perlahan. Berbalik badan ke samping, cowok itu melampiaskan semuanya ke dinding kelas.

"Sorry, guys. Ini salah gue." Zael berdiri di hadapan Gio dan juga yang lainnya. "Gue terlalu seneng sampai teriak-teriak kayak tadi," dia menyesali perbuatannya. Gara-gara dia Gio jadi emosi apalagi cowok itu langsung terbangun dari tidurnya. Tentu pikirannya belum jernih.

"Santai kali, Zael. Gue tahu itu udah kebiasaan lo." Azriel merangkul bahu Zael yang tertunduk lesuh.

Kalau IPS 5 tentu sudah saling mengenal kebiasaan masing-masing. Mereka sudah biasa melakukan kebiasaan itu. Hanya saja anak kelas lain tidak terbiasa wajar saja jika mereka marah. Namun, ucapan gadis itu tadi benar-benar diluar batas. Bukan hanya Gio saja yang emosi mereka yang lain turut kesal dengan penuturan tersebut. Bisa-bisanya cewek itu bilang mereka satu spesies, ucapannya sangat kurang ajar.

"Tangan gue jadi gatel pengen nonjok orang." Alsava menyahut seraya mengangkat satu tangannya di depan mata, ia berdiri di belakang Angga sehingga semuanya menoleh.

"Ayok dah, mulut gue juga pengen nyerocos panjang lebar." Lara ikut-ikutan.

"Nggak usah aneh-aneh, ntar kita semua diseret ke BK lagi. Gue nggak mau ya. Apalagi sampai bawa-bawa orangtua." Niki angkat bicara. Raut wajahnya yang selalu serius membuat teman-temannya kalem seketika. "Mending lo urus tuh temen lo," ucapnya seraya menunjuk Keynara yang duduk di depannya kemudian cewek cuek itu kembali memakai headphone ditelinganya.

Cleo, Angga, Manda, Aska, Lara serta Alsava memandang meja Keynara bersamaan. Mereka tambah bingung dengan kondisi gadis itu sebab ini kali pertama mereka melihat Keynara tiba-tiba menangis.










🏫🏫🏫

Вы достигли последнюю опубликованную часть.

⏰ Недавно обновлено: Mar 31 ⏰

Добавте эту историю в библиотеку и получите уведомление, когда следующия часть будет доступна!

Problems ClassМесто, где живут истории. Откройте их для себя