3. EYE'S

101K 4.1K 36
                                    

Jam berapa kalian baca chapter ini?

***

Happy Reading^^

***

"LO GILA?!"

"Iya, anggap aja gue gila!" Raka meninggikan suaranya. "Karena cuma dengan ini gue bisa ngomong sama lo, Anya!"

"Gue benci sama lo!" Anya memukul keras pundak Raka membuat cowok itu hampir terhuyung karena ketidakseimbangannya. Entah mengapa, menatap wajah Raka membuat dadanya sesak, tenggorokannya tercekat, dan air matanya pun kembali meluruh.

"Iya, benci gue sepuas lo. Itu bahkan nggak seberapa buat ngehukum gue." Raka menangkup kedua tangan memohon. "Tapi, Anya. Tolong maafin gue. Gue bakal tanggung jawab semisal ada kehidupan lain di perut lo."

Anya mengetatkan rahang. "Nggak bakal!" sentaknya.

"Misal, Anya. Gue bilang semisal."

"Nggak!" Anya mengacak rambutnya, tubuhnya meluruh jatuh dan memeluk lututnya sendiri. Benar-benar kacau. "Itu nggak mungkin!"

"Nggak ada yang nggak mungkin, kalau gue aja---"

"DIAM!" Anya meraung frustasi. Terus menjambak rambutnya sendiri. "Gue bilang diam!"

Hati Raka berdenyut sakit. Ia ikut jongkok. Raka merapatkan bibirnya, matanya memanas melihat Anya sebegitu kacaunya. Ia meraih lengan Anya lembut, menenangkan sembari meraih mendekapnya. "Maafin gue," lirih Raka mengusap punggung Anya yang mulai tenang.

"Maaf ...." Raka tak henti-hentinya bergumam maaf.

"Pukul gue sepuas lo, jangan nyakitin diri lo sendiri. Gue minta maaf."

Anya mulai sedikit tenang dalam dekapan Raka, pun dengan napasnya yang perlahan mulai berangsur membaik. Dekapan Raka perlahan melonggar. Ia merapikan rambut Anya yang berantakan, lalu mengusap pipinya menghapus air mata Anya.

Sementara Anya sendiri diam, tatapannya kosong macam tak ada kehidupan.

Digenggamnya lembut tangan Anya. "Ayo pindah kasur. Lo butuh istirahat."

Anya menurut melangkah dituntun Raka menuju ranjang, lalu berbaring di sana. Sementara Raka menaikkan selimut Anya sampai leher.

"Jangan tidur dulu. Gue ambil makan."

Tak ada sahutan. Dilihatnya sejenak wajah pucat Anya yang seperti mayat hidup. Kemudian Raka melangkah menuju arah letaknya lemari, mencari kunci kamar yang sempat ia lemparkan tadi. Seingatnya, tadi jatuh sekitaran situ. Namun, begitu dicari malah tidak ada.

Raka menoleh menatap Anya. "Kuncinya hilang. Ada duplikatnya nggak?"

Anya tak menjawab, menoleh saja tidak. Merasa Anya masih marah, Raka pun menghela napas panjang. Mencoba sekali lagi mencari kuncinya. Bahkan sampai tengkurap mencari di bawah almari.

Namun, suara lemah Anya menghentikannya. "Suruh Mbak Yuni buka dari luar."

"Boleh pake handphone lo? Gue nggak bawa handphone," balas Raka.

"Kartu simnya gue patahin," bohongnya.

Raka tertegun mendengar itu. Menghindar darinya sampai membuat Anya seperti itu.

Raka menipiskan bibir, kembali jongkok mencari kunci. Syukurlah, tak lama ia berhasil menemukan di bawah antara lemari dan meja rias. Posisinya yang agak menyempit membuat Raka susah menemukan.

"Ketemu," ujarnya.

Raka lantas membuka kunci dan keluar kamar. Mengambil nampan berisi makanan Anya tadi di meja dapur, sementara Mbak Yuni entah pergi ke mana.

with Friend (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang