Bab 3. Pertemuan yang mendebarkan

45 9 1
                                    

Matahari sudah muncul ke peraduan untuk menampilkan keindahan yang begitu luar biasa. Perlahan lahan matahari mulai naik dengan cahayanya yang kian terik.

Seorang perempuan muda kini sedang menyapu halaman rumahnya. Siapa lagi jikalau bukan Ikrimah. Gadis bercadar hitam itu dengan bahagia terus membersihkan halaman rumahnya yang tidak begitu luas itu.

"Ikrimah," panggil seseorang dari dalam rumahnya. Ikrimah yang mendengar namanya dipanggil pun seketika menghentikan kegiatannya.

"Iya Uma. Aku akan datang," sahut Ikrimah. Suaranya begitu lembut.

Ikrimah pun menyimpan sapu lidi yang ia pakai untuk menyapu halaman rumahnya itu di tempatnya semula. Kemudian Ikrimah bergegas pergi menghampiri ibunya yang memanggilnya tadi.

Di dalam rumah.

"Ada apa Uma? Ikrimah disini," ujar gadis itu sambil memegang tangan ibunya. Ibunya sudah cukup tua, untuk itu Ikrimah selalu mengkhawatirkan keadaan ibunya.

"Garam di dapur sudah habis Nak. Tolong belikan garam di warung yang ada di pinggir jalan sana."

Ikrimah mengangguk dengan cepat "Baik, Uma. Ikrimah pergi dulu ya," ucap Ikrimah dengan diiringi senyuman tipis dibalik cadarnya.

"Iya hati-hati Nak, ini uangnya." Sambil memberikan uang lima ribu rupiah ibunya Ikrimah terlihat sangat senang dengan anaknya yang mudah melaksanakan perintahnya.

Ikrimah seketika menolak uang yang diberikan ibunya. Dia melipat uang itu lalu memberikannya pada ibunya kembali.

"Tidak usah. Biar uang Ikrimah saja Uma," ujarnya dengan begitu lembut.

"Uang Uma tabungin aja buat tujuan Uma. InsyAllah kita pasti akan pergi ke tanah suci." Ikrimah dengan tulus mengelus punggung tangan ibunya.

Ikrimah pun berpamitan pergi. Dia tidak lupa membawa uangnya sendiri untuk membeli apa yang dibutuhkan ibunya.

Perlahan lahan dirinya semakin jauh. Ikrimah semakin hilang dari pandangan ibunya yang sedang melihatnya dari teras rumah.

Ikrimah berjalan kaki dengan melantunkan shalawat. Sepanjang perjalanan ia begitu senang melihat banyak anak kecil yang sedang bermain sepeda bahkan mereka bermain di gang yang terbilang sempit.

Ikrimah sudah semakin dekat dengan warung itu. Dia dari jarak yang cukup dekat sudah bisa melihat segerombolan lelaki yang duduk di depan warung itu.

Ikrimah menghentikan langkah kakinya. Dia sedikit ragu untuk melanjutkan tujuannya ke warung itu.

"Huft lebih baik aku cari warung lain saja!" ujar Ikrimah. Dia membalikan tubuhnya dan berjalan menjauh dari warung itu dengan cepat.

Ikrimah memutar tujuannya ke warung lain. Sebagai seorang perempuan tentu Ikrimah malu apabila menghampiri segerombolan lelaki seperti itu.

Di warung yang di dalam pemukiman warga Ikrimah kini sedang membeli garam sesuai yang diperintahkan ibunya.

Sebenarnya Ikrimah cukup lelah berjalan ke warung yang ini. Jarak dari rumahnya ke sini pun cukup jauh tetapi daripada membeli garam di warung yang banyak segerombolan lelaki Ikrimah lebih memilih warung ini.

"Berapa Teh?" tanya Ikrimah sambil menatap pemilik warung itu dengan tatapan syahdunya.

"Lima ribu Neng," balas pemilik warung itu sambil memberikan kresek hitam berisi garam itu.

"Ini uangnya. Hatur nuhun (Terima kasih) Teh," ujar Ikrimah dengan matanya yang menyipit karena ia tersenyum manis dibalik cadarnya.

Ikrimah pun segera bergegas kembali ke rumahnya. Dia berjalan dengan sedikit cepat mengingat ia sudah cukup lama keluar dari rumah. Tujuan yang tiba-tiba berubah membuat Ikrimah menghabiskan waktu cukup lama.

Cinta Dalam Balutan TasbihWhere stories live. Discover now