#2 Half Alive

147 51 4
                                    

Lara memperhatikan setiap inci pada wajah Theo yang kini terbaring di atas sebuah sofa. Luka baret yang mengering dan lebam berwarna ungu gelap itu masih menjadi tanda tanya terbesar dalam dirinya. Sudah berapa lama Theo menghilang darinya?

Rasanya belum terlalu lama dia terjebak dalam Mystique Town tapi Theo tampak seperti sudah disiksa selama berbulan-bulan. Mungkin ini pertama kalinya dia dapat tertidur dengan tenang meski hanya di atas sebuah sofa, sementara Lara berjaga di sofa lainnya karena takut ada serangan. Pertama, serangan dari luar. Dan kedua, serangan dari Theo sendiri. Dia masih belum sepenuhnya percaya pada lelaki itu meski sudah diceritakan kronologis kisah menghilangnya—garis besarnya karena Theo tampak kelelahan bahkan untuk sekadar bercerita.

“Apa maksudmu tentang Theo yang asli?”

Masih dalam dekapannya, Theo menjawab, “Mereka menukarku dengan sebuah robot yang dimodifikasi agar mirip denganku.”

Robot. Lara mencoba berpikir apakah jawaban Theo masuk akal. Kemudian, dia teringat dengan komplotan robot pada kemunculan kapal selam milik Grant. “Semua orang di kota ini adalah robot? Termasuk Scarlett?” Dia merasa hebat setelah berhasil menyimpulkannya. Kalau Nico di sini, pasti dia akan kesal karena Lara terlalu lama menebaknya.

Lara merasakan Theo menganggukkan kepalanya. Lama-lama dia semakin risih dengan posisi seperti ini karena rasa percayanya yang kian menipis. Sebelum kejadian di Mystique Town, dia akan membiarkan Theo memeluknya hingga akhir hayat. Akan tetapi setelah semua kekacauan yang terjadi, siapa sangka bisa saja diam-diam Theo menancapkan belati pada punggungnya? Dia tidak ingin mati konyol dan dianggap masuk perangkap lagi.

Kedua tangan Lara meraih bahu Theo dan mendorongnya pelan agar menjauh darinya. Membuat jarak. Lelaki itu awalnya menolak, tetapi akhirnya mengalah dan membiarkan adanya jarak antara dirinya dengan Lara. Selain itu tenaga Lara juga jauh lebih kuat darinya.

Ditatapnya mata sendu Theo yang hanya terbuka sebelah. “Kapan Theo asli dan palsu ditukar?” Lara merasa pertanyaannya terdengar sangat konyol tapi berdasarkan jawaban Theo, pertanyaannya menjadi masuk akal.

“Bisa jawab pertanyaannya sambil berjalan menjauhi tempat ini?” Theo tidak langsung menjawab dan malah mengajaknya meninggalkan tebing. “Di sini tidak aman.”

“Memangnya ada tempat aman di kota misterius ini?” Lara bertanya balik.

“Aku tahu ada beberapa tempat tanpa pengawasan mereka,” jawab Theo. Lara tahu mereka yang dimaksud adalah komplotan Grant.

“Kau sanggup berjalan?” Bukannya Lara meremehkan Theo, tetapi memang faktanya, untuk pertama kalinya, secara fisik dia lebih unggul daripada Theo yang lebih seperti mayat berjalan.

Theo tersenyum tipis, lalu meringis karena luka di sudut bibirnya. “Sanggup dengan bantuanmu.”

“Aku tidak bilang akan membantumu.” Lara kesal karena Theo mengenalnya. Mungkin memang ini Theo yang asli.

Senyuman Theo kian melebar, tampak mengabaikan rasa sakit yang timbul akibat luka di sekitar bibirnya. Bukan hanya bibirnya yang tersenyum, tetapi juga matanya yang merah dan berair. “Kau tidak perlu bilang, kau membuktikannya dengan aksimu.”

Di saat posisi ini, Lara benar-benar ingin menonjok wajah Theo yang sudah babak belur tapi masih tampak tampan dan menarik di matanya. Dia segera mengubur niat itu, juga pikiran itu. Theo di hadapannya masih harus diselidiki. Dia sudah bertekad agar tidak goyah.

“Jangan banyak bicara. Aku masih berniat untuk membunuhmu.” Lara bohong. Membohongi Theo dan dirinya sendiri.

Theo mengangguk. “Aku rela mati untukmu atau mati di tanganmu. Hanya dua itu pilihanku.”

Mystique OceanWhere stories live. Discover now