BAB 2

7 2 0
                                    

BAB 2


Tara melangkah menuju ruang guru, ia mengetok pintu dan tidak lupa memberi salam dengan hormat. Tara menghampiri meja wali kelasnya, nampaknya Ibu Puspa sudah menunggu kedatangan Tara sedari tadi.

"Silahkan duduk dulu nak." Seperti biasa, Ibu Puspa menyambut Tara dengan hangat. Wanita dihadapan Tara ini merupakan sahabat dari Mamanya.

Tara mengikuti perintahnya, ia duduk dihadapan Bu Puspa.
"Ada apa ya Ibu manggil saya kesini?" tanya Tara.

Sebelum memulai pembicaraannya, Bu Puspa menarik napasnya panjang. Nampak kekhawatiran di wajahnya. "Jadi begini Nak. Kamu tau kan, kalau Mama kamu nyuruh ibu untuk selalu ngawasin kamu dalam hal pembelajaran," ucapnya dengan perlahan dan Tara mengangguk tanda membenarkan.

"Dan Ibu tau kalau kamu itu anak yang pintar. Tapi atas perintah dari Mama kamu, kamu harus ikut less private di rumah Ibu. Karena Mama kamu pengen lihat nilai matematika kamu sempurna terus dan kamu bisa mengikuti Olimpiade Matemika," ujarnya yang membuat Tara rasanya ingin sekali mengungkapkan isi kepalanya tentang betapa bencinya dia dengan matematika.

"Tapi Bu. Aku gak suka matematika. Bahkan nilai ulangan harian matematika ku  pun gak selalu sempurna. Rasanya aku benar-benar gak tertarik sama olimpiade matematika," ucap Tara mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Iya Ibu tau itu. Makanya, apa salahnya  untuk mengikuti perintah Mama mu itu." Bu Puspa berusaha meyakinkan Tara. "Ibu hanya menjalankan perintah. Dan Ibu tau bahwa sebenarnya kamu punya bakat di bidang Matematika."

"Iya. Aku juga pengen seperti yang ibu katakan tersebut, tapi nyatanya aku gak punya bakat apapun di bidang matematika." Tara bangkit dari tempat duduknya, bermaksud ingin keluar dari ruangan tersebut. Tapi Bu Puspa menghentikannya, ia memegang tangan Tara

"Kamu bisa Nak. Besok sore ibu tunggu di rumah ya."

Tara hanya menatap Ibu Puspa dengan ragu, ia tersenyum tipis.

"Iya bu," ucapnya kemudian meninggalkan ruangan tersebut dengan tatapannya tidak karuan. Tara membenci semua tuntutan yang mengharuskannya untuk hidup dengan sempurna. Bahkan nilai yang sama sekali tidak memberikan patokan pada masa depannya pun harus dituntut untuk sempurna.

Tanpa ia sadari, air matanya menetes sempurna. Ia tidak tahu kenapa air mata itu selalu jatuh ketika Tara emosi dan merasakan hidupnya penuh tuntutan. Tangannya mengusap air mata yang tidak berguna tersebut, ia melangkahkan kakinya dan kembali berusaha memasang wajah cerianya dihapan dunia.

Berusaha melupakan semuanya, Tara dibuat senang dengan tumpukan buku di lemari perpustakaan sekolah yang terlihat jelas dari tempat Tara berdiri. Ia senang melihat gradasi perpaduan warna novel tersebut, dan yang paling menarik adalah novel tersebut mengandung cerita yang seru. Tara sudah punya semua koleksi novel tersebut.

Beralih dari novel. Sekarang dihadapannya, terlihat Leon yang duduk sendiri di bangku bawah pohon tanpa didampingi ketiga teman karibnya. Entah kemana perginya Joy, Brian, dan Luis. Dengan mata coklat yang menarik, Leon menatap kearah Tara yang sedari tadi sudah ia lirik dari kejauhan. Disisi lain terlihat juga Mona yang berdiri di samping pos satpam dengan tangan diponselnya.

Tara tersenyum kecil.

Ia melewati Leon, bermaksud untuk mendekati Mona. Namun, Leon dengan sigap menghentikan langkah Tara dengan ajakannya.

Leon tersenyum. Mata sipitnya menambah kesan teduh di wajahnya, dan bibir tipisnya yang tersenyum seakan menggambarkan apa itu arti kata manis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 19, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love In The MathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang