♡5

485 73 23
                                    

Bruk bruk bruk

Beberapa helai pakaian dan sepasang sepatu miliknya telah Taemi masukan sembarang ke tas gendong. Lalu kaki jenjang nya melangkah keluar dari kamar ellegant itu.

Baru saja dia selesai menuruni anak tangga, dia langsung disambut suara sang ibu;
"Ini anak cewek sukanya keluyuran! Baru pulang dua minggu sekali! Satu bulan sekali! Mau jadi apa kamu?"

Taemi diam. Ibunya diam. Dua pasang mata saling menatap dingin.

"Mamaaah! Aku pulang!"
Suara kakak kedua muncul dari balik pintu. Ada satu koper lumayan besar di tangannya.

Sang ibu langsung menuju anak ke duanya itu.
"Widy sayang.. udah pulang kamu, nak.."

Mereka berpelukan hangat. Sementara Taemi tersenyum pahit. Diam seribu kata menjadi andalannya saat berada di rumah.

Bukannya mendapat sapaan, justru Taemi mendapat tatapan sinis dari Widy.

Widy, "Kirain nih anak udah gak inget rumah!"

"Udahlah! Anak yang satu ini emang gak bisa dikasih tau!" imbuh sang ibu.

Tanpa kata, Taemi bergegas berjalan pergi dari dalam rumah dengan tangan diam-diam mengepal kencang dibalik saku jaketnya.



Brak

Sisi kiri pintu mobil Honda Jazz tertutup cukup kencang sampai mengagetkan seorang pemuda pemilik mobil.
"Woy woy woy...! Santai dong!"

Taemi duduk di kursi samping kemudi dengan wajah tanpa ekspresi.
Iya, pelakunya Taemi.
"Hmm. Cepet jalan bang!"

Pemuda itu mendengus kecil. "Udah kek abang supir online aja gue!"
Tangan bergerak seolah ingin nabok kepala Taemi.

Tapi mendapati kesan Taemi tidak sedang baik-baik saja, dia urungkan niat becanda nya.

Sedang Taemi malah sibuk menyalakan rokok. Dan ketika menarik kain lengan jaket bagian kiri untuk dia gulung, dia termenung melihat bekas goresan luka di lengannya yang telah perlahan memudar.
Bekas luka tiga tahun silam. Yang menjadi tanda kenangan pahit.

Tiga tahun yang lalu..
Pagi hari dimana malam sebelumnya Taemi melakukan percobaan bunuh diri, sinar cahaya matahari telah menerobos kaca-kaca jendela. Pandangannya menerawang ke langit-langit kamar rumah sakit.
Hembusan nafas berat keluar dari mulut.
Sunyi, sepi, seperti hati nya.

Iya, dia telah gagal mengakhiri hidup. Berkat salah seorang teman kos bernama Raya, dan dokter yang menangani.

Raya yang baru kembali dari toilet, "Taemi.."

Kepala Taemi menengok.

Raya, "Mm.. Tadi pas lo masih tidur, gue terpaksa buka Hp lo buat berusaha kabarin keluarga lo, gue telpon bokap-"
Suaranya tertahan ketika kaget oleh ekspresi Taemi yang mengerutkan kening nya.
Mereka berdua memang sebelumnya belum akrab, jadi kadang Raya merasa cukup canggung.
"S-so ssorry... Sorry gue udah lancang banget. Niat gue cuma mau bantu kasih kabar keluarga lo... Sorry banget ya..."

Memang Taemi merasa tidak nyaman, tapi bukankah dia juga selayaknya menghargai niat baik Raya? Dan itu pun sudah terlanjur. Bibirnya tersenyum tulus.
"Iya.. gue ngerti. Makasih banyak ya udah tolongin gue." ucapnya lemah.
Meski dalam hati masih merasa kecewa; kenapa dirinya masih bisa hidup.

"Terus.. gimana tadi bokap gue?"

"Panggilan pertama sempet gak dijawab, panggilan ke dua dia ada jawab telpon. Cuma.. dia langsung bilang katanya lagi sibuk. Akhirnya gue kasih kabar lebih jelas lewat chat dari nomor gue." terang Raya.

[New] Persona Non Grata [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang