Empat belas.

2.3K 298 23
                                    

"apa? Lima selir??!" Ucap Haechan mengulang pernyataan Jeno. Sementara lawan bicara Haechan hanya mengangguk dengan wajah tak yakin.

Kenapa Pangeran nya harus bereaksi seperti itu? Apa pangeran nya merasa cemburu karena putra mahkota memiliki orang lain dalam pernikahan mereka?

Pemikiran itu membuat Jeno tanpa sadar merenggut tak suka.

"Dasar sialan!" Umpat Haechan. Berlainan dengan pemikiran Jeno barusan, nyatanya Haechan tidak terima bila si mesum itu lebih unggul lima wanita cantik darinya. Hell, dilihat dari manapun, Haechan tidak kalah menarik kok.

Haechan tiba tiba mendelik pada Jeno, hingga sempat membuat tubuh besar panglima itu berjenggit.

"Lalu aku?!" Serunya menuntut jawaban dari Jeno. Tak lupa dengan jempolnya yang mengarah ke dirinya sendiri.

Panglima muda itu menaikkan sebelah alis, merasa tidak yakin. Jawaban apa sekiranya yang diinginkan pangeran matahari?

"Ck, si mesum sialan itu saja bisa dapat lima selir, aku bagaimana? Berapa banyak selir yang bisa aku dapatkan?"

Ocehan Haechan tentang selir membuat Jeno seketika merasa pening. Pangeran donghyuck yang ia kenal tidak pernah terlihat tertarik pada wanita sebelumnya. Pangeran donghyuck semasa muda hanya fokus belajar dan berlatih demi menjalani kewajiban pangeran putra mahkota, yang harusnya ia emban kala itu.

Jeno tidak pernah tau bahwa pangeran donghyuck memiliki ketertarikan pada wanita. Fakta itu seolah menampar Jeno. Apa yang ia ketahui tentang pangeran nya?

"Ya! Kenapa malah melamun?"

Jeno tersadar dari pemikiran nya. Ia lalu menatap pangeran berkulit Tan dengan pipi menggembung itu. Ya, mereka sedang berada di kedai menikmati makan siang yang sedikit awal dari seharusnya.

"Apa Pangeran menginginkan selir?" Tanya Jeno sedikit ragu.

"Tentu saja! Pria waras mana yang menolak dikelilingi wanita wanita cantik?!" Sembur Haechan menjawab semua keraguan Jeno. Dalam hati mencatat baik baik akan hal itu.

"Lalu, bagaimana? Apa aku bisa dapat selir?" Tanya Haechan lagi sedikit berharap. Setidaknya satu wanita cantik akan terus menjaga kewarasannya dari si mesum putra mahkota.

"Maaf pangeran, karena kedudukan anda di bawah dominasi putra mahkota, anda tidak diperkenankan memiliki hubungan asmara lain selain dengan putra mahkota."

"Sialan!" Umpat Haechan tanpa bisa ditahan begitu Jeno selesai memberi penjelasan. Walau sebenarnya Haechan sudah menduga akan hal itu. Mengingat dari awal posisinya sudah seperti istri bagi putra mahkota.

...

Minhyung mendalami catatan desa yang tengah ia baca. Ia juga sudah menyimpulkan beberapa peristiwa janggal beserta kapan peristiwa itu terjadi. Ia menghela nafas, ingin semua segera selesai dan bisa kembali menemui donghyuck nya. Minhyung penasaran, apa yang tengah si mungil itu lakukan sekarang?

"Apa anda perlu istirahat sejenak Yang mulia?"

Pertanyaan doyoung menyadarkan pikiran minhyung yang sempat berkelana. Ia lalu menatap seorang abdi yang ditunjuk langsung oleh sang raja.

Apa minhyung bisa mempercayai orang ini?

"Yang mulia?" Tanya doyoung lagi karena putra mahkota hanya melihatnya tanpa berkata apapun.

"Tidak perlu, seperti yang kukatakan tadi, lebih cepat lebih baik."

Dengan begitu, minhyung kembali melakukan pekerjaan nya. Doyoung bertugas membantu pun juga ikut memeriksa catatan desa serta menulis ulang beberapa kalimat yang dirasa perlu di kaji ulang.

Doyoung memerlukan kepercayaan dari putra mahkota bila ia ingin semua rencana yang di dalam kepalanya berjalan lancar.

...

Pikiran Haechan kembali penuh. Ia sudah kehabisan ide untuk kembali pulang. Apa ia harus pasrah saja? Menikmati masa hidupnya disini menjadi Pangeran? Juga sebagai istri pria mesum?

"Tidak!!!!" Jerit Haechan tiba-tiba akan pemikiran nya.

"Tidak! Tidak! Tidak!!!" Ulang Haechan masih histeris dengan tangan menutupi kedua telinga, lalu berjalan membuat lingkaran kecil ditempat.

"Ada apa pangeran?" Jeno tampak khawatir mendekati Haechan. Apa yang salah? Apa tadi Haechan sempat keracunan makanan?

Bayangan wajah putra mahkota sialan tengah menggerayangi tubuhnya membuat Haechan bergidik ketakutan.

"Aku harus kembali, bagaimana pun caranya!" Haechan bergumam meyakinkan diri bahwa ia bisa. Ia tidak boleh menyerah sekarang. Ia hanya harus berusaha sedikit lagi.

Tapi info demi info yang ia dapat terlalu banyak. Terlalu banyak potongan hilang yang tidak lengkap. Sehingga membuat kepala Haechan berdenyut sakit. Ck, kalau sudah begini, Haechan perlu menjernihkan kembali pikirannya.

Hanya tempat itu. Tempat dengan pemandangan yang Haechan butuhkan. Tempat yang selalu menjadi tempatnya dalam mengembalikan kewarasan.

"Ayo Jeno ya!" Ajak Haechan seolah tidak terjadi apa-apa. Jeno menghela nafas lega begitu mengetahui pangeran nya baik baik saja. Ia segera melangkah mengikuti Haechan.

Senyum Haechan terlukis demi menikmati pemandangan yang tersuguh di depan mata. Berbagai macam pemikiran rumit layaknya benang kusut perlahan terurai. Hidungnya mulai bisa menghirup oksigen dengan rileks.

"Ini lah seharusnya," gumam Haechan menyilangkan kedua tangan di belakang punggung. Tak menghiraukan Jeno yang tampak bersembunyi di balik semak dengan telinga sangat merah.

Bagaimana Jeno tidak salah tingkah bila Haechan membawanya ke atas bukit. Dan di balik bukit terdapat sungai mengalir yang dijadikan para perempuan setempat untuk mencuci pakaian dan mandi.

Di depan sana, para gadis dari usia remaja hingga dua puluhan tengah mencuci pakaian mereka, beberapa di antaranya hanya mengenakan pakaian minim, ada juga yang sudah melepas pakaian bawah, hingga yang tersisa pakaian atas yang hanya menutupi dada mereka. Kulit mereka banyak terekspos. Dari pundak, selangka, hingga paha.

Dan bagi pemuda tanpa pengalaman wanita sama sekali, tentu ini sangat membuat Jeno terguncang.

"Ekhem! Pangeran!" Panggil Jeno dalam bisikan. Ia tak mau para gadis itu menyadari keberadaannya dan Haechan. Apalagi sampai dikira mengintip mereka.

Tapi, bukankah memang itu yang mereka lakukan sekarang? Mengintip?

Jeno menggeleng dengan keras. Mengusir pikiran pikiran tak senonoh di kepalanya. Ia menarik lengan jubah Haechan, hingga membuat pemuda Tan dengan pakaian bangsawan berwarna hijau muda itu hampir terjerembab ke belakang.

"Ya! Kau-"

Jeno langsung membekap mulut Haechan. Takut suara melengking Haechan membuat mereka ketahuan.

"Saya rasa, kita harus pergi dari sini."

"Memang kenapa?"

"Pangeran, ini perbuatan tercela. Anda tidak bisa melakukan ini."

"Ck, itu akan menjadi tercela bila ketahuan," balas Haechan dan hendak kembali ke tempatnya semula. Dari tempat itu Haechan bisa melihat pemandangan yang ia temukan tanpa sengaja. Pemandangan yang bisa menjaga kewarasannya selama di dunia antah berantah ini.

Namun, keinginan Haechan harus tertahan karena Jeno kembali menariknya.

"Tidak bisa pangeran, anda harus kembali ke istana."

Haechan baru akan memprotes ketika tubuhnya dibawa naik ke bahu Jeno. Lalu dengan mudahnya Jeno membawa ia menuruni bukit.

"Ya!! Ya!! Lee Jeno sialan! Turunkan aku!!"

...

A/n mau rajin update cuma kurang motivasi.

évierTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang