Permainan dimulai.

21 12 7
                                    

"Ih! Shafira sebenarnya kemana si!? Aku cariin dari tadi, belum juga ketemu!" gerutu Shelly sambil terus berjalan mencari Shafira.

Sudah hampir 15 menit ia mencari Shafira, tetapi belum juga ditemukan. Padahal kan ia berniat mengajak Shafira untuk menonton anak basket yang sedang latihan.

"Ish! Sudah lah, kalau seperti ini terus lebih baik aku menonton sendirian saja!" Terlalu kesal dan lelah, Shelly memutuskan untuk kembali ke kelas untuk mengambil botol minumnya sebelum ia pergi menonton.

Sedangkan di tempat lain. Tepatnya di perpustakaan, seorang gadis tengah anteng membaca buku. Siapa lagi kalau bukan Shafira. Langganan perpustakaan, karena hampir setiap hari, saat istirahat kedua, ia akan pergi ke perpustakaan untuk membaca atau menulis.

"Ish! Astaghfirullahaldzim! Si Bapak nggak pernah denger apa ya, kalau kemampuan tiap manusia itu berbeda-beda, termasuk kemampuan anaknya! Tapi Bapak ini, kenapa selalu memaksakan kemampuan anaknya. Duh kasian banget anaknya, harus ditekan diusia yang masih terlalu kecil untuk mendapatkan sebuah tekanan serta tuntutan," gerutu Shafira pelan.

Lama tidak membaca novel. Sekali membaca malah menguras emosi. Kenapa harus novel ini yang ia ambil, dan baca. Rasanya sedikit menyesal karena telah membaca novel ini. Tapi jika tidak dibaca sampai selesai, rasa penasaran akan terus menghantuinya.

"Aih, ini kenapa ibunya juga ikut-ikutan! Seharus seorang Ibu itu bisa menjadi sahabat sang anak. Seseorang yang mau menjadi tempat untuk mendengarkan keluh kesah sang anak, bukan malah ikut berbuat seperti itu, astaghfirullahaldzim. Ya Allah, ya Tuhanku, kenapa seperti ini."

Walaupun ceritanya menguras emosi, tetapi Shafira tetap membacanya, sambil terus menggerutu kesal dengan tingkah beberapa tokohnya.

"Sebenarnya siapa si, dalang sebenarnya? Kenapa teka-teki ini sangat menggoda untuk dipecahkan!"

"Mau khusnudzon, tetapi si penulis pintar sekali membuat pembaca jadi su'udzon," ucap Shafira pelan.

Walaupun ceritanya menguras banyak emosi, tetapi plot twist yang dibuat oleh penulis sangatlah keren.

"Kok orang-orang pada bisa ya, buat alur se-keren ini? Banyak plot twist, alurnya tak terduga." Jujur saja, Shafira berharap bisa seperti ini. Tapi, apakah ia bisa?

"Penulisnya siapa si. Kenapa bisa sebagus ini ceritanya?" tanya Shafira dengan nada pelan, entah kepada siapa. Ia menghela napas pelan. "Walaupun mengandung bawang. Tapi ini sangat seru untuk dibaca ulang!"

Shafira telah menyelesaikan kegiatan membacanya. Alur yang tidak terduga, banyak plot twist, apalagi endingnya yang sangat-sangat huh! Benar-benar seru dan bagus. Jika saja ia kenal dengan penulis dari cerita ini. Sudah dapat dipastikan, ia akan meminta bantuan, atau tutorial cara membuat cerita sebagus itu. Tapi sejujurnya ia tidak terlalu suka cerita yang banyak mengandung bawang.

"Aku pinjam, nggak ya?" tanyanya pelan pada diri sendiri.

Jika dipikir-pikir, ide bagus jika ia meminjam novel ini. Tapi novel lain yang belum dibaca masih menumpuk di rumah.

"Sepertinya pending dulu. Takut nanti belum kebaca, tetapi sudah harus dikembalikan."

Shafira menaruh kembali novel tersebut pada tempat semula. Setelah itu ia beranjak pergi, keluar perpustakaan. Perutnya sedikit keroncongan, karena sedari pagi ia belum memakan apapun. Makanya sekarang, ia berniat untuk ke kelas saja. Tapi sampai di kelas, ia dibingungkan dengan suasana kelas yang sangat sepi. Tidak ada siapapun di dalamnya.

"Pada kemana mereka?"

Mengangkat bahu acuh, ia berjalan mendekati tempat duduknya. Duduk di kursinya, lalu mengeluarkan kotak makan dari dalam tas dan membukanya, mengambil dua potong roti.

Shafira Story [END!]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt