Hasil Olimpiade

12 6 1
                                    

Pagi yang cerah, secerah harapan orang tua. Shafira sudah siap dengan seragam sekolahnya. Berjalan menuruni tangga dengan wajah sumringah. Bagaimana tidak, selama empat hari disekap di rumah, Shafira merasa tidak bebas, tidak bisa melakukan aktivis fisik berlebih seperti biasanya. Hanya rebahan, nonton film, membaca dan menulis. Baru kali ini ia kembali merasakan rasanya menjadi manusia pemalas. Sangat tidak seru.

"Selamat pagi, Mbok!" sapa Shafira

"Eh, pagi juga, Non." Mbok Murni menyapa balik.

"Sarapan dulu, Non." Shafira mengangguk dan duduk di salah satu kursi di ruang makan.

Makanan sudah disiapkan oleh Mbok Murni, seperti biasa. Padahal, tanpa disiapkan, Shafira bisa mengambilnya sendiri. Tapi, sudahlah.

"Mbok, Mama sama Papa, dimana?" tanya Shafira.

"Bapak sama Ibu sudah berangkat, Non, sejak subuh," jawab Mbok Murni.

"Tumben cepet," guman Shafira yang masih bisa didengar.

"Iya, Non. Mereka berangkat ke luar kota. Kemungkinan tidak pulang," sahut Mbok Murni.

Shafira menghela nafas. "Sudah ku duga," batinnya

"Yasudah, Mbok. Aku berangkat ya." Shafira menyalimi Mbok Murni. "Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam. Hati-hati, Non."

Shafira mengacungkan jempolnya. "Oke."

Hari Senin, adalah hari yang tidak disukai oleh sebagian murid. Hari dimana mereka akan di jemur, dan berdiri sambil mendengarkan pidato dari Bapak atau Ibu guru sampai membuat kaki mereka pegal.

Shafira berangkat sedikit lebih awal, karena hari ini ia harus piket. Sebenarnya, jadwal ia piket bukanlah hari ini, melainkan hari Kamis. Tapi karena hari Kamis kemarin ia tidak berangkat, jadilah ia piket hari ini.

"Loh, Fir. Kok kamu piket? Bukannya jadwal kamu hari Kamis, ya?" tanya  Shinta yang baru saja datang.

"Iya. Kan saat hari Kamis aku nggak berangkat, jadi baru piket sekarang," jawab Shafira sambil terus menyapu.

"Dia kan emang paling niat. Padahal nggak usah piket juga nggak apa-apa," celetuk Anisa.

"Kalo aku sih, nggak akan se-niat itu. Biarlah untuk yang lain, yang belum piket," ucap Aulia.

"Nggak apa-apa, yang belum piket kan bisa bersihin kaca jendela, atau papan tulis saat pulang nanti," ucap Shafira menyahuti.

Teman-teman kelasnya hanya mengangguk atau mengangkat bahu acuh sebagai balasan. Ada juga yang hanya menyimak tanpa minat untuk nimbrung.

Piket selesai. Tapi baru beberapa menit ia duduk, suara seorang guru wanita terdengar memanggil seluruh murid untuk segera ke lapangan. Ada juga beberapa guru yang berkeliling untuk memastikan jika semua murid pergi ke lapangan.

"Cepat ayok cepat! Cepat! Jangan lambat seperti siput!"

Seorang guru wanita memasuki kelas X-2 untuk mengecek, barangkali ada murid yang bersembunyi. Eni Riastuti, nama guru tersebut. Bu Eni terkenal dengan kesinisannya. Selain itu juga, semua perkataannya yang serba blak-blakan membuat beberapa murid tidak menyukai Bu Eni.

"Cepat! Kalian ini suka sekali membuang-buang waktu!"

"Iya, Bu," sahut beberapa murid.

Setelah semua murid sudah berbaris rapi di lapangan, upacara pun dimulai. Setelah bendera merah-putih dikibarkan, lalu mengheningkan cipta, dilanjut membaca teks Pancasila, dan sekarang memasuki acara selanjutnya, yaitu mendengarkan pidato dari dari guru yang menjadi pembina upacara.

Shafira Story [END!]Where stories live. Discover now