1. Semua Hal Terasa Memuakkan

2.4K 186 5
                                    

Hi guys, aku datang dengan cerita baru muehehe. Kalian wajib banget dengerin Podcast Katanya, Bahagia itu Ada di Spotify ya. Cukup cari username aku aristav atau klik ikon Spotify berwarna hijau di pojok kanan bawah saat kalian baca cerita ini. 


Keyna menutup kedua telinganya dengan rapat, ia benci mendengar suara teriakan menggema memenuhi rumahnya. Suara benda dibanting, kata-kata kasar yang terlontar dari mulut kedua orang tuanya, seharusnya ini pemandangan yang biasa bagi Keyna, tapi Keyna tidak pernah bisa menormalisasinya. Selama bertahun-tahun Keyna mengalaminya. Apakah ia baik-baik saja dengan itu semua? Tentu saja tidak. Keyna selalu merasa ketakutan dan kalut saat kedua orang tuanya mulai bertengkar. Mereka memang jarang pulang ke rumah, dan sekalinya bertemu, pasti akan selalu diselingi dengan pertengkaran dan saling melempar kesalahan. Seolah-olah, Keyna tidak pernah dianggap ada dan tidak pernah dihargai keberadaannya. Keyna adalah anak tunggal, ia tidak bisa membagi kesedihannya pada saudara, ia nyaris tidak memiliki siapa pun kecuali Reydan.

Badan Keyna terasa gemetar, ia rasanya ingin lari, entah kemana. Rasanya sakit sekali saat melihat rumahnya bukan lagi tempat ternyaman untuk pulang. Keyna memejamkan kedua mata dan masih tetap menutup telinganya dengan kedua tangan. Sayangnya, itu semua tidak banyak membantu. Keyna tidak bisa pura-pura baik-baik saja, saat masalah ada di depan matanya.

"Bisa nggak berhenti? Nggak usah pulang kalau cuma ribut, aku capek dengerinnya!" kata Keyna, menatap nyalang kedua orang tuanya. Mungkin, ia akan dicap kurang ajar. Tapi, siapa peduli? Kedua orang tuanya saja tidak pernah memedulikannya.

"Diem kamu, Key! Jangan ikut campur." Mamanya membalas dengan suara yang sedikit tinggi, Keyna terhuyung ke belakang. Sakit rasanya melihat kedua orang tuanya seperti ini, entah apa yang membuat mereka berubah. Kemana cinta yang dulu sempat diagung-agungkan keduanya?

"Kalau kalian mau aku diem, tolong jangan ribut. Aku capek, Ma ... Pa...."

Keyna hanya bisa menangis sambil duduk di atas lantai, ia memeluk kedua lututnya sendiri, menatap lelah pada kedua orang tuanya yang tak kunjung mengakhiri pertikaian.

"Aku mau cerai," kata mamanya. Keyna tidak lagi kaget, apa yang bisa diharapkan dari pernikahan kedua orang tuanya yang telah rusak?

Sang papa tidak memberi jawaban, ia berlalu begitu saja. Meninggalkan Mamanya yang tampak emosi dan Keyna yang terluka jiwanya.

"Tunggu saja surat cerainya," teriak mamanya, lalu menyusul pergi, sama sekali tidak menghampiri Keyna, atau sekadar bertanya apakah Keyna setuju dengan perceraian kedua orang tuanya atau bagaimana keadaan Keyna saat ini. Keyna ditinggalkan, seperti seonggok sampah yang tidak memiliki nilai berharga. Keyna meremas dada kirinya, sakit sekali rasanya. Ia memang berharap mereka berpisah, tapi saat semua ini terjadi, ternyata rasanya sesakit ini.

***

Pikiran Keyna sedang tidak stabil, ia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Setelah ini, Keyna yakin, semuanya akan semakin menyakitkan. Kedua orang tuanya benar-benar tak akan memedulikannya lagi. Kadang, Keyna berpikir, untuk apa mereka memiliki anak, kalau pada akhirnya ditelantarkan? Keyna memutuskan untuk mampir ke salah satu gerai makanan cepat saji, ia sedang ada di mal. Tadi, Keyna membeli beberapa buku untuk mengusir kegundahannya. Menenggelamkan diri bersama buku bacaan, bisa membuat Keyna sedikit tenang.

Keyna lantas membuka ponselnya dan mengirim pesan untuk Reydan. Berharap, Reydan bisa menemaninya hari ini. Keyna benar-benar tidak memiliki teman dekat kecuali Reydan. Di angkatannya pun, Keyna hanya sebatas kenal sebagai teman satu jurusan. Keyna memang terlalu menutup diri, dan takut percaya pada orang lain, sejak kejadian perundungannya semasa SMP. Dan, Reydanlah, satu-satunya orang yang bisa dipercaya oleh Keyna. Sosok sahabat yang diam-diam dicintai oleh Keyna, sayangnya ... Reydan tidak pernah menyadari itu, atau mungkin laki-laki itu sengaja tidak mau tahu tentang perasaan Keyna. Meski begitu, Keyna tetap saja menaruh segala harapan pada Reydan.

'Rey, bisa nggak temenin aku keluar hari ini? Aku pengin cerita' begitulah, isi pesan yang dikirimkan Keyna untuk Reydan.

Keyna meletakkan ponselnya di atas meja, ia menunggu balasan Reydan sambil memakan kentang gorengnya. Tak lama, balasan pesan dari Reydan pun masuk. Laki-laki itu tidak bisa, katanya ada kerja kelompok dengan temannya. Menghela napas kecewa, Keyna memilih untuk tidak lagi menanggapinya. Ia lalu menghabiskan satu porsi kentang goreng berukuran kecil dan satu gelas soda sebelum beranjak. Keyna memutuskan untuk pulang larut malam ini, ia takut salah satu orang tuanya masih berada di rumah, dan Keyna tidak siap untuk bertatapan dengan mereka. Langkah kaki membawa Keyna sampai di gedung bioskop. Keyna jadi inget, beberapa hari yang lalu, Reydan mengajaknya untuk nonton, tapi tidak jadi sampai hari ini, karena kesibukan mereka. Keyna lalu menuju loket, ia memutuskan untuk menonton sebuah film horror yang dimksud oleh Reydan. Kalau nanti Reydan mengajaknya lagi, Keyna tidak masalah harus menonton dua kali.

Langkah Keyna terhenti, saat ia tidak sengaja melihat sosok Reydan dan seorang gadis yang berdiri di sampingnya. Mereka ada di loket sebelah, sedang memesan tiket untuk menonton. Beruntungnya, Keyna memakai masker dan kacamata, yang memang ia gunakan untuk menutupi wajah sembabnya. Keyna tersenyum kecut. Reydan membohonginya. Tapi, kenapa? Kalaupun Reydan jujur, Keyna juga tidak masalah. Ia memang menaruh hati pada Reydan, tapi Keyna tidak ingin egois untuk memaksa Reydan memiliki perasaan untuknya. Jika memang Reydan bahagia dengan orang lain, Keyna tidak akan melarangnya. Hari ini, Reydan membuatnya kecewa karena telah berbohong. Keyna meremas kedua tangannya, perasaan sesak itu datang lagi. Kenapa hari ini banyak sekali hal menyakitkan yang harus ia lalui? Dunia seolah-olah tidak berada di pihaknya. Keyna benci harus melalui hari ini. Dan, sekali lagi Reydan telah menyakiti Keyna.

"Harusnya, aku nggak percaya sama siapa pun. Nggak ada yang bener-bener bisa dipercaya. Apa aku mati aja?" gumam Keyna, dengan hati yang patah, gadis itu melangkah pergi, meninggalkan pemandangan menyakitkan yang membuatnya kian muak.

***

Keyna memutuskan untuk mengendarai sepeda motornya tak tentu arah, ia tidak peduli, apakah ini sudah malam, ataukah ia tersesat. Ia sedang tidak ingin pulang, kalaupun nanti ia bingung berada di mana, Keyna akan mencari penginapan dan mencari jalan pulang esok harinya. Keyna menangis tanpa suara. Ia sedang tidak baik-baik saja, tapi bingung harus bercerita kepada siapa.

"Emang, bahagia itu beneran ada ya?"

Keyna tersenyum kecut, rasanya ... ia ingin mata saja saat ini. Toh, semua orang tidak lagi peduli padanya. Keyna terus mengendarai motor matiknya, meski jalanan cukup sepi, dan hanya ada beberapa bangunan saja, salah satunya adalah sebuah kafe yang dikonsep seperti warung kopi. Jalanan ini sudah mengarah ke perkampungan, dan Keyna tetap tidak peduli. Memang, Ketika sedang kalut, pikiran seringkali tidak bisa berpikir secara rasional. Berulang kali Keyna memejamkan matanya, dan itu sering membuatnya tidak fokus pada jalanan. Sejujurnya, Keyna lelah.

Beberapa motor di depannya tampak berjalan dengan cepat, mereka juga terlihat tidak benar saat berkendara. Mungkin mabuk? Bukan hal aneh lagi, kalau masih banyak orang mabuk yang mengendarai motor, apalagi jalanan ini cukup sepi. Tapi, Keyna tidak peduli, apalagi takut. Keyna bahkan tidak menghindar saat ada sebuah sepeda motor melaju cukup kencang di depannya, ia benar-benar tidak bisa berpikir dengan jernih saat ini, hingga tabrakan itu tidak bisa dihindari. Keyna terpelanting cukup jauh, ia tak sempat merasakan badannya melayang sebelum menyentuh tanah, semua terjadi begitu cepat. Keyna masih sadar, saat tubuhnya terlentang di atas tanah, kedua kelopak matanya masih berkedip, meski napasnya sudah tersengal-sengal. Bahkan sakit di badannya tidak mampu menggantikan rasa sakit di hatinya yang sudah menjalar dengan hebat. Apakah ini cara Tuhan mengambil semua kesakitannya? Tuhan ingin Keyna pulang, ke rumah yang sebenarnya? Pelan ... mata Keyna semakin berat, ia telah memejamkan matanya, dan mendengar beberapa orang berbicara di sampingnya.

Seseorang berteriak, meminta Keyna untuk segera dibawa ke mobilnya. Entah siapa, namun seperti tidak asing di telinganya. Itu adalah suara terakhir yang bisa Keyna tangkap, sebelum kegelapan menenggelamkan dan merenggut kesadarannya.

Apa yang akan terjadi pada Keyna selanjutnya? Kira-kira, kamu mau Keyna melakukan apa untuk mengatasi perasaannya pada Reydan? Nantikan episode kedua minggu depan ya!

Katanya, Bahagia itu AdaOnde histórias criam vida. Descubra agora