5. Yang Kita Inginkan, Tak Selalu Bisa Kita Genggam

514 96 6
                                    

Mau ngingetin nih, jangan lupa ikutan give away-nya ya. GA akan aku umumkan hari rabu, so masih ada kesempatan buat ikutan. Jangan lupa dengerin podcast-nya juga ya. 

Keyna melepas headphone yang melekat di kedua telinganya. Suasana pinggiran danau kampus tak terlalu ramai sore ini, Keyna sendiri sedang duduk di atas bangku, di pinggir danau kampusnya. Ia lalu memperhatikan sosok laki-laki yang berdiri di depannya. Reydan—sahabat yang telah menemaninya selama bertahun-tahun. Dulu, Keyna menganggap, Reydan adalah rumah tempatnya berkeluh kesah dan menceritakan segala gundah, sayangnya ... semua berubah saat Reydan memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Sabila. Reydan seolah-olah lupa, bahwa saat itu Keyna masih butuh dukungannya untuk tetap menjadi waras, di tengah konflik keluarganya yang memuncak. Ya, setidaknya ... di tengah-tengah hal memuakkan itu, Tuhan mengirimkan sosok Irzan yang membuatnya kembali percaya bahwa bahagia itu ada.

"Kenapa?" Keyna melempar pertanyaan pada Reydan yang menatapnya dengan raut wajah sulit diartikan.

"Kamu kenapa nggak pernah cerita kalau orang tuamu resmi bercerai?"

"Nggak semua hal harus aku ceritakan, Rey. Kita punya kehidupan masing-masing sekarang. Toh, saat itu aku udah beberapa kali hubungi kamu, tapi nggak ada respon." Keyna menjelaskan dengan tenang, ia tak lagi merasakan sakit yang menyiksa. Bertahun-tahun berteman, Keyna jelas menyimpan rasa untuk Reydan, apalagi sosok itu dulunya selalu ada untuk Keyna. Satu-satunya yang tinggal disaat semua orang pergi dan menyakitinya. Satu-satunya orang yang membuat Keyna bertahan hidup, sayangnya ... menggantungkan alasan untuk hidup pada sosok manusia seperti Reydan itu kesalahan besar yang pernah Keyna miliki.

"Maaf, maaf kalau selama beberapa bulan ini, aku jarang hubungi kamu. Sabila nggak suka." Reydan tersenyum kecut, membuat Keyna membalas hal yang sama.

"Nggak kaget, dulu pas pertama kali kamu punya pacar, hal kayak gini juga pernah kejadian kan? Malah aku pernah dilabrak pacar kamu. Memang benar, Rey. Nggak seharusnya kita terlalu dekat. Aku minta maaf sudah ngerepotin kamu selama ini."

"Nggak ... nggak, Key. Nggak kayak gitu. Aku salah, aku minta maaf."

Keyna tidak menjawab, ia lebih memilih memusatkan pandangannya pada hamparan danau yang luas. Satu bulan yang lalu, kedua orang tuanya resmi bercerai. Hampir satu tahun proses perceraian itu terjadi, bukan waktu yang singkat untuk melalui semuanya. Setelah tahun-tahun yang lalu, Keyna hidup dalam kesengsaraan. Selalu menjadi yang terbuang dan tidak pernah dianggap keberadaannya oleh keluarga yang ia miliki, membuat Keyna hidup dalam keputusasaan. Dan, saat Reydan datang dalam hidupnya, saat itu Keyna percaya, ia harus hidup, setidaknya untuk selalu melihat Reydan. Keyna meletakkan segala harapannya pada Reydan, meskipun berkali-kali Reydan mengecewakannya, bagi keyna ... laki-laki itu akan selalu termaafkan.

"Rey, dulu aku terlalu fokus sama kamu, semua hal tentang kamu. Mungkin kamu juga tahu, atau pura-pura nggak tahu? Tiap kali kamu putus, atau tiap kali kamu gagal jadian, kamu selalu lari ke aku, seolah-olah, kamu bikin aku jadi pilihan. Ya, bodohnya ... aku selalu terima kamu dengan kedua tangan yang terbuka, karena kamu juga satu-satunya orang yang nggak pernah ninggalin aku. Aku berterima kasih untuk itu, tapi kayak yang kamu pernah bilang, segala sesuatu nggak ada yang abadi. Bukan berarti kita nggak bisa berteman, tapi aku sadar sekarang, semuanya udah beda. Kamu udah bahagia sama Sabila."

Reydan menggelengkan kepalanya, laki-laki itu lalu duduk di sebelah Keyna. Di atas bangku bercat putih yang beberapa bagiannya telah mengelupas, pandangan matanya memperhatikan raut wajah Keyna yang tampak lebih hidup, dari beberapa bulan yang lalu, saat terakhir Reydan bertemu dengan Keyna, saat itu Keyna baru saja kecelakaan dan harus dirawat di rumah sakit. Menyedihkannya, Reydan hanya menjenguknya satu kali, lalu sibuk menjalin hubungan dengan Sabila, tanpa pernah tahu bahwa Keyna sedang terpuruk atas proses perceraian kedua orang tuanya.

"Maaf, maafin aku, Key. Aku tahu aku salah. Aku baru sadar perasaanku sama kamu saat semuanya udah serumit ini. Aku bodoh ya, Key?"

"Nggak, Rey. Kamu nggak perlu menyesal, kita udah sama-sama dewasa. Nggak ada yang perlu disesali atas masa lalu kita. Semuanya udah nggak sama lagi, dan nggak semua hal yang kita mau harus kita dapetin. Aku belajar buat ikhlasin semuanya, dan kamu juga harus gitu."

Keyna tersenyum tipis, ia melihat kea rah Reydan sekilas, lalu kembali melihat ke arah danau yang ada di depannya. Keyna tidak pernah menduga, bahwa pada akhirnya, ia akan ada di fase ini. Saat-saat ia dengan mudahnya mengatakan segala yang ia rasakan pada Reydan, saat di mana ia akhirnya sadar untuk benar-benar merelakan segalanya. Semuanya memang tidak mudah, dan bahkan Keyna masih terus mencobanya sampai saat ini. Irzan bilang, Keyna harus bisa untuk mencintai dirinya sendiri, dan inilah yang sedang Keyna lakukan. Belajar untuk menggantungkan apa pun pada dirinya sendiri.

"Aku putus sama Sabila. Ternyata benar, kamu satu-satunya yang bisa ngertiin aku, Key. Sayangnya, aku telat ya?"

Keyna tidak menjawab, selalu seperti ini, Reydan selalu menjadikannya pilihan terakhir saat ia terluka, dan membuangnya saat hatinya telah menemukan yang baru. Keyna tersenyum miris. Hubungan rumit mereka selama ini yang mengatasnamakan persabahatan, ternyata menimbulkan kekecewaan yang besar untuk Keyna.

"Rey, sekarang ini, aku nggak mau mikirin apa pun, aku mau fokus sama kuliahku dan proses mengikhlaskan segala hal yang terjadi sama hidupku selama ini. Seseorang bikin aku sadar, memang nggak seharusnya, aku bergantung sama kamu, dan berharap sama diriku sendiri. Maaf, karena selama ini aku jadi beban buat kamu."

Reydan menoleh pada Keyna, entah mengapa, ia merasa tidak rela, saat Keyna menemukan seseorang selain dirinya. Selama ini, hanya dirinya yang bisa mendekati gadis itu, namun selama beberapa bulan ini, hubungan mereka memang seolah-olah hancur, ya karena kebodohan Reydan sendiri, yang langsung melupakan Keyna, saat ia bersama Sabila, ditambah, Sabila juga tidak suka dengan kedekatannya dan Keyna. Sejujurnya, Reydan menyesali semua itu.

"Kamu bukan beban, Key."

"Irzan, bikin aku sadar, kalau cara terbaik untuk pulih itu dengan mengikhlaskan semuanya, dan katanya, aku harus belajar mencintai diriku sendiri. Nggak lagi menjadikann kamu tujuan untuk hidup. Kamu tahu sendiri, gimana selama ini aku bergantung sama kamu. Dan sikapku yang seperti itu, pasti jadi beban buat kamu."

Reydan tersenyum pahit. Selama ini, ia terlalu nyaman dengan Keyna yang menggantungkan harapan padanya, hingga tak sadar, ia juga menyakiti Keyna. Saat ada sosok lain yang dekat dengan Keyna, Reydan merasa tidak rela, namun juga tidak bisa berbuat apa-apa.

"Key, kita nggak bisa kayak dulu lagi ya?" kata Reydan menatap dalam pada Keyna.

Keyna tidak memberi jawaban, ia hanya melihat ke arah hamparan danau dengan pandangan lurus, seolah-olah banyak pertimbangan di dalam kepalanya. Keyna membiarkan pertanyaan Reydan mengambang begitu saja di udara.

End
Butuh extra part?

Katanya, Bahagia itu AdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang