4. Sebuah Harapan

434 96 4
                                    

Guys, aku mau ngingetin lagi. Jangan lupa dengerin podcast-nya juga ya, judul episode-nya sama, kasih rating juga hehe. Enjoy this episode, karena minggu depan udah tamat ceritanya.

"Ini di mana?"

Keyna mengeryitkan dahinya, saat mobil Irzan berhenti di sebuah kompleks perumahan yang terletak di pinggiran kota. Perumahan padat penduduk. Rumah itu tidak besar, namun halamannya cukup luas, sehingga terlihat mencolok di antara rumah-rumah lain yang memiliki halaman sempit. Saat bertemu Irzan dan menerima tawaran laki-laki itu untuk naik ke mobilnya, Keyna tidak lagi peduli Irzan akan membawanya ke mana.

"Ini rumah baca, punya keluargaku."

"Kamu ngapain ngajak aku ke sini?"

Keyna mengedarkan pandangan ke segala penjuru, beberapa orang terlihat ada di dalam rumah itu, dari yang seusia anak SD, sampai seusia SMA. Mereka sibuk membaca buku, atau sekadar numpang mencari jaringan internet gratis.

"Ada yang mau aku tunjukin sama kamu."

"Kamu nggak aneh-aneh kan?" Keyna menaruh rasa curiga, rasa sedih yang ia alami hari ini, tidak membuat kewaspadaannya hilang.

"Kamu nggak lihat, banyak orang di sini? Ya kali aku ngapa-ngapain kamu."

"Aku cuma waspada. Pelecehan bisa terjadi di mana saja, oleh siapa aja dan kapan aja. Apa salahnya aku waspada?" kata Keyna merasa kesal.

"Aku nggak aneh-aneh, Key. Ayo ikut aku ke taman belakang!"

Keyna tidak lagi menanggapi perkataan Irzan dan memilih untuk mengikuti laki-laki itu ke halaman belakang. Entahlah, padahal biasanya ia tidak mudah percaya pada orang yang baru dikenalnya, namun dengan Irzan, Keyna seperti menurut begitu saja. Atau, karena ia sedang dalam kondisi yang tidak stabil, sehingga tidak bisa berpikir Panjang. Hari ini baru berjalan setengahnya, namun rasanya sudah membuat Keyna begitu lelah, seakan tidak ingin melanjutkan sisa hari yang ada, Keyna ingin segera menghilang.

"Kamu duduk di sini ya? Aku mau ambil sesuatu."

Keyna hanya mengangguk singkat, ia lalu duduk di atas sebuah kursi rotan yang ada di serambi teras. Ada beberapa tumpukan buku yang ternyata adalah sekumpulan komik-komik jadul yang mengisi kolong meja rotan di depan Keyna. Gadis itu lalu mengambil tumpukan paling atas. Keyna ingat, dulu ia juga mengoleksi komik seperti ini, meski saat ini sudah berhenti melakukannya, namun komik-komik itu masih tersimpan rapi di rak bukunya. Keyna lalu membuka halaman pertama dari Komik Doraemon itu, tertera sebuah nama yang ditulis dengan tinta yang mulai pudar. Ilara.

"Itu komik punya almarhumah adekku. Ilara namanya."

Irzan tiba-tiba saja muncul di samping Keyna, dan duduk di atas kursi yang berseberangan dengan Keyna. Laki-laki itu membawa sebuah kotak yang terbuat dari kayu, berukuran tidak terlalu besar, lalu meletakannya di atas meja.

"Adek kamu udah meninggal?"

"Ya, sakit ... tiga tahun lalu."

"Oh, sorry. Aku turut berduka."

"Thanks. Rumah baca ini dibuat untuk mengenang Ilara, dulu, kami tinggal di sini. Dia suka banget baca buku, buku-bukunya banyak di rumah ini, dan salah satu cita-cita Ilara, dia pengin punya rumah baca biar orang-orang di sekitar sini tertarik buat baca buku. Dan, sukurnya, papa ada rezeki buat bikin rumah baca ini," kata Irzan menjelaskan. Keyna mengangguk mengerti.

Irzan lalu menyodorkan kotak di atas meja itu pada Keyna, dan membuat Keyna bingung dengan maksud laki-laki pemilik lesung pipi itu.

"Ini apa?"

"Itu punya Ilara."

"Kenapa kamu kasih ke aku?" Keyna makin tidak paham dengan maksud Irzan. Apa hubungan Ilara dan dirinya?

Katanya, Bahagia itu AdaWhere stories live. Discover now