Episode 6 | Jangan Baper!

35 7 1
                                    

"Kalian belum mau balik?"

Sebelum benar-benar keluar dari kafe, Ajil menyempatkan menemui teman-temannya lebih dulu. Ajil tidak bisa pergi begitu saja tanpa memberitahu mereka karena bagaimana pun juga dia yang menyuruh ketiga anak itu  untuk menemaninya ke sini.

"Lah, lo dah mau balik, cepet banget," tanya Candra, lantas dia menghentikan kegiatan makannya hanya untuk menatap heran pada Ajil.

"Gue ada urusan mendadak, jadi harus balik," balas Ajil tanpa berniat memberitahu lebih jelas perihal urusannya itu.

"Terus itu cewek maneh tinggalkeun we kitu? Tingali bengetna nepi ka sepet. Marah, sih, dia ka maneh sigana." Jaya ikut bersuara dengan mulut yang asik mengunyah dan pandangan yang terfokus pada Aulia.

Ajil hanya mengedikkan bahu yang berarti dia sama sekali tidak peduli kalau pun Aulia benar-benar marah. "Gue, kan, emang harus balik sekarang. Udah bilang juga, kok, ke dianya. Ya, kalau mau marah juga, sih, terserah dia aja."

Mendengar respon Ajil yang selalu santai itu membuat Harzan menggeleng tak habis pikir. "Ada urusan apa emang? Buru-buru banget? Mau pulang pake apa?"

"Nanti aja gue ceritanya, sekarang gue harus cepet balik. Paling kayak biasa, pake angkot." Ajil merongoh saku celana abu-abunya, mencari sisa uang jajan hari ini untuk dipakai ongkos pulang. Ajil baru sadar jika tadi dia sudah mengeluarkan uang terlalu banyak. Anak itu lupa jika dia masih harus punya uang untuk bisa pulang.

"Angkot mah lama. Nih, pake motor gue aja." 

Harzan melemparkan kunci motornya tanpa aba-aba. Untung saja Ajil bisa dengan sigap menangkap lemparan anak itu. 

"Terus lo nanti baliknya gimana? Emang si Ajay bawa motor?" Ajil kini menatap pada Jaya dan anak itu hanya menjawab dengan gelengan singkat, lantas kembali fokus pada makanan-makanan di depannya. 

"Santai aja kali, lo lupa ada gue?" Candra kembali bersuara membuat Ajil refleks menoleh pada lelaki itu. "Tadi gue dijemput pake mobil, jadi masih bisa ngangkut mereka berdua. Gue anterin sampe rumah dengan selamat," katanya.

Benar, seharusnya Ajil tidak perlu terlalu khawatir tentang bagaimana nasib Harzan dan Jaya saat akan pulang nanti jika motornya dia bawa. Seharusnya, Ajil ingat jika mereka masih bersama Candra. Anak itu akan dengan senang hati memberi tumpangan gratis pada Harzan dan Jaya. Malahan satu minggu ini, mereka hampir tidak pernah mengeluarkan uang untuk ongkos pulang karena Candra lebih sering  mengajak mereka untuk pulang bersamanya. 

“Oke, kalau gitu gue pinjem, ya, motornya. Nanti gue bawa dulu ke daerah dago gak papa, kan?” Ajil kembali menatap Harzan, meminta izin jika dia tidak hanya akan menggunakan motor lelaki itu untuk pulang saja, tetapi untuk menuntaskan urusannya juga.

“Iya, bebas mau lo pake ke mana aja. Kalau udah, simpen dulu di rumah lo, jangan dianterin ke rumah gue, biar gue yang ambil.”

Ajil membalas dengan anggukan paham. “Kalau gitu gue balik dulu, ya!”

“Yo, ati-ati.”

Ajil hanya melabaikan tangan sebagai jawaban, lantas kali ini dia betulan beranjak dari sana. Namun, sebelum dia benar-benar meninggalkan kafe, anak itu melirik sekilas pada Aulia yang tampaknya memang tengah benar-benar kesal, terlihat dari tingkah gadis itu yang hanya menusuk-nusuk dengan keras makanan di depannya.

Kali ini, Ajil mencoba untuk tidak terlalu peduli, tetapi besok dia mungkin akan meminta maaf jika memang perlu. Ajil hanya merasa sedikit bersalah karena dia yang menjadi penyebab kekesalan gadis itu. Maka, Ajil memang seharusnya meminta maaf, 'kan.

I Am Not FineWhere stories live. Discover now