Episode 15 | Lelaki Asing

9 3 5
                                    

Sudah hampir satu minggu, Dyra masih belum juga diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Terakhir Ajil mengunjungi kakaknya itu dua hari lalu dan keadaan Dyra memang cukup menghawatirkan. Tubuhnya yang pucat benar-benar terlihat tidak bertenaga dan semakin tampak kurus. Meskipun setiap Ajil ke sana Dyra selalu menyambutnya dengan senyum seolah dia baik-baik saja, Ajil tetap tidak bodoh, anak itu tahu jika  pada kenyataannya yang terjadi justru sebaliknya.

Kali ini, di hari sabtu siang, Ajil sudah berjalan di lorong rumah sakit menuju ruang rawat Dyra untuk menggantikan Ibu menemani kakaknya itu sampai besok. Awalnya Ibu tidak mengizinkan, tetapi setelah Ajil sedikit memaksa, dibantu bujukan dari Dyra, akhirnya Ibu setuju. Ibu juga perlu istirahat setelah semingguan ini tidur tidak nyaman di rumah sakit. Ajil malah khawatir Ibu sakit jika terus memaksa menjaga Dyra dengan kondisinya yang sudah terlihat sangat lelah.

“Ajil!” Dyra terlihat melambai dengan senyum antusias saat Ajil mulai memasuki ruangan. Brankar kakaknya itu memang menghadap ke arah pintu masuk, maka dia bisa langsung melihat keadatangan anak itu.

Ajil mulai memelankan langkahnya, ragu-ragu untuk mendekat karena ternyata kali ini Dyra tidak sedang sendirian. Di kursi tunggu samping brankar, duduk seorang lelaki yang tidak Ajil kenal sama sekali. Wajahnya cukup tampan, tetapi benar-benar asing. Beberapa detik keduanya saling pandang hingga lelaki itu mulai tersenyum lebih dulu. Namun, Ajil tetap tak merespon apa-apa selain diam dengan kepala penuh tanya perihal siapa lelaki itu. Dia bukan orang jahat, kan?

“Dia temen aku.” Seolah mengerti kebingungan sang adik, Dyra akhirnya mulai memperkenalkan sosok lelaki yang duduk di sampingnya.

“Hallo, panggil aja Arka.” Lelaki itu ikut memperkenalkan dirinya sendiri dengan  sedikit canggung.

“Dia lebih tua dari kamu, jadi panggil yang sopan.” Dyra menambahi.

Beberapa detik Ajil masih diam hingga akhirnya dia hanya mengangguk saja, tidak berniat untuk balik memperkenalkan diri karena Dyra pasti sudah memberitahu  tentang dirinya lebih dulu pada lelaki itu.

“Kalau gitu, aku boleh keluar dulu gak? Kalian masih mau ngobrol, kan?”

Ajil tidak punya pilihan lain selain pergi dari sana dan membiarkan Dyra bersama temannya dulu. Lagi pula jika Ajil tetap memaksa berada di antara mereka, suasana akan semakin canggung dan lelaki bernama Arka itu tidak akan leluasa mengobrol dengan  Dyra jika dia tetap ada di sana.

“Mau jajan dulu?” tanya lelaki bernama Arka itu sambil mengeluarkan dompetnya dari saku dan mengambil dua lembar uang seratus ribuan, lantas menyodorkannya pada Ajil dengan santai.  “Nih, sekalian beli jajanan buat nemenin kamu selama di sini biar gak bosen.”

“Ar, kamu apaan. Gak usah begitu.” Dyra dengan cepat memprotes tindakan tiba-tiba lelaki di sampingnya.

“Udah, enggak papa, Ly,” jawabnya dengan senyum tipis.

Di tempatnya Ajil hanya bisa melongo. Apa-apaan ini? Selain Ajil tidak paham dengan yang barusan terjadi, dia juga gagal fokus pada panggilan yang Arka lontarkan. Ly katanya? Kenapa Dyra dipanggil Ly?

“Ini ambil.” Arka semakin mendekatkan uang dua lembar berwarna merah itu pada Ajil.

Jelas saja Ajil makin bingung, respon apa yang harus dia perlihatkan saat ini? Anak itu melirik sekilas pada Dyra, meminta persetujuan apa dia harus ambil uang itu atau jangan dan respon Dyra ternyata sebuah gelengan yang artinya jangan diterima.

“Enggak papa, Ajil. Ini ambil aja.” Agaknya pria itu juga tidak ingin mengalah.

Ajil memutuskan untuk kembali menatap Dyra,  memberitahu dia jika Ajil saat ini benar-benar tengah dibuat bingung oleh temannya itu.  Namun, detik selanjutnya Dyra akhirnya mengangguk meskipun sebelumnya dia  menghela napas panjang lebih dulu, terlihat terpaksa.

I Am Not FineWhere stories live. Discover now