Episode 8 | Remedial and Healing

15 7 5
                                    

Pukul setengah delapan pagi di saat yang lain tengah asik mengobrol ria di koridor depan kelas, Ajil justru masih harus duduk tenang di dalam kelas bersama beberapa teman lain yang juga harus mengikuti remedial seperti dirinya.

Terkadang Ajil merasa bosan karena nyaris setiap tahun dia pasti selalu bertemu dengan masa-masa remedial yang menyebalkan seperti ini. Ajil sudah belajar. Dia memang sadar usahanya tidak terlalu banyak, tetapi dia sudah mengusahakan yang terbaik. Namun, pada akhirnya hasil yang dia dapat tetap begitu-begitu saja. 

Hampir satu jam, Ajil akhirnya bisa menyelesaikan soal remedial Matematika dengan tidak harus terlalu pusing. Soal-soal yang diberikan tidak terlalu sulit dan kali ini guru sedang berbaik hati dengan memperbolehkan para peserta remedial untuk melihat rumus di buku catatan masing-masing.

"Hari ini kayaknya udah gak ada remed lagi, soalnya nilai yang lain belum ada keluar. Palingan yang remed sejarah cuma disuruh bikin makalah. Tugas jelasnya udah dikirim sama ketua kelas di grup WA." Salah satu gadis yang duduk di paling depan mulai kembali memberikan informasi setelah guru mata pelajaran Matematika sudah terlihat benar-benar meninggalkan kelas. 

Semuanya jelas langsung terdengar menghela napas lega, begitu juga dengan Ajil. Anak itu memilih bangkit dan berniat untuk menyusul Candra yang katanya menunggu dirinya di kantin bersama Jinan.

"Ajil tumben sendirian aja. Candra mana?" 

Baru saja Ajil akan benar-benar beranjak meninggalkan kelas, seseorang yang duduk paling depan sekaligus gadis yang memberi informasi tadi tiba-tiba sok akrab bertanya padanya. Itu bukan sebuah pertanyaan biasa karena Ajil sudah paham itu justru kalimat yang akan membuka keributan.

Namanya, Lea. Dia adalah teman sebangku Abila. Namun, entah kenapa sejak awal masuk, gadis itu benar-benar tampak tidak suka pada Ajil. Entah alasannya apa, Ajil sendiri tidak paham sama sekali. Yang jelas, sudah beberapa kali Lea menunjukkan dengan terang-terangan ketidaksukaannya itu dengan cara meledek Ajil atau merendahkan lelaki itu.

"Ya wajarlah sendirian, Candra mah pinter, mana mungkin ikut remedial kayak kita. Gue liat-liat sekarang anaknya lebih deket sama anak pinter dari kelas IPA." Kali ini yang menjawab adalah Regas, lelaki yang paling sok berkuasa di kelas. Orang sombong yang selalu mengaku-ngaku paling kaya. Dia yang begitu ingin Candra masuk ke circle pertemanan lelaki itu yang katanya diisi oleh orang-orang berduit. Namun, Candra jelas tidak akan mau bergabung dengan anak-anak seperti itu.

Di tempatnya, Ajil tidak banyak bereaksi. Dia memilih diam seperti biasa. Lagi pula meladeni orang-orang seperti itu hanya akan membuat lelah saja. Maka, alih-alih membalas, Ajil memilih tidak peduli.

"Yang namanya Jinan itu, ya? Candra emang lebih cocok, sih, temenan sama dia daripada sama yang ini," sahut Lea sambil mengarahkan tatapannya pada Ajil. "Masih gak habis pikir, sih, bisa-bisa Candra betah deket sama lo. Orang songong begitu." Lea kembali mencibir dengan tatapan semakin sinis pada Ajil.

Semua yang masih berada di kelas hanya bisa diam memperhatikan. Ajil sendiri masih memilih tidak meladeni. Dia hanya terlihat mengehela napas pelan, lantas menyangklongkan tasnya, bersiap untuk benar-benar beranjak dari sana.

"Udah belum ngomongnya, gue mau pergi." Sebelum benar-benar keluar dari kelas, Ajil menyempatkan bertanya, siapa tahu saja Lea belum puas mengata-ngatainya. Ajil itu sebenernya bukan beniat songong atau tidak mau beramah-tamah, hanya saja Ajil tidak terlalu pandai dengan hal itu. Namun, demi apa pun meskipun telihat cuek dan tidak peduli, dia masih selalu berusaha merespon orang-orang dengan baik asalkan mereka berbicara juga dengan benar bukan yang merendahkan seperti ucapan Lea.

"Pergi mah pergi aja," sahut Lea dengan tatapan yang semakin menyebalkan.

Ajil akhirnya memutuskan benar-benar pergi meninggalkan kelas tanpa mengucapkan apa-apa lagi. Ketika berjalan di koridor, Ajil masih bisa mendengar orang-orang di dalam kelas mulai kembali ribut-ribut membicarakannya. Namun, Ajil tidak mau terlalu peduli. Biarkan mereka berbicara apa pun tentang dirinya, itu tidak penting sama sekali.

I Am Not FineWhere stories live. Discover now