6. Nerd

70 34 155
                                    

Hari demi hari pun berlalu. Aurel menjalani hari-hari sekolahnya yang berat. Bagaimana tidak? Setiap hari pria bernama Vino itu selalu mengganggu Aurel dimanapun dan kapanpun. Rasa marah, sedih, dan kesal setiap hari bercampur aduk di hatinya hingga ia sudah tidak bisa membedakan mana rasa jesal, marah, dan sedihnya.

Kini Aurel kembali menjalani harinya di sekolah. Aurel berjalan pelan menyusuri lorong sekolahnya dengan pelan. Pikirannya melayang memikirkan banyak hal. Ia memikirkan hari-hari sekolahnya yang menyebalkan karena pria bernama Vino itu, bagaimana cara menghadapi pria itu jika Vino masih mengganggunya hari ini, dan masih banyak lagi.

Selain itu juga perkataan Vio yang tempo hari perempuan itu ucapkan padanya masih mengganggu di pikirannya.

"Kamu gak boleh gini terus. Kakak-kakak kamu khawatir kalau kamu terus-terusan kayak gini."

"Oke kalau sekarang kamu masih menganggap hal ini sepele. Tapi buat ke depannya? Kamu mau terus-terusan menyendiri dan menjauh dari keramaian? Coba deh berubah. Aku tahu kok pasti rasanya susah banget. Tapi coba pelan-pelan. Paling nggak demi kakak kakak kamu."

"Apa bener yang dibilang sama kak Vio kemarin?" Batin Aurel.

Setelah itu Aurel mengerucutkan bibirnya. Perkataan kakak kelasnya itu benar-benar berdengung di kepalanya setiap saat. Aurel sadar betul bahwa yang dibilang Vio itu adalah kebenaran. Tapi rasa takutnya yang membuatnya seringkali mengabaikan perkataan seperti itu.

Jika kalian bertanya kenapa Aurel begitu memikirkan perkataan sepele seperti itu? Itu karena anak bungsu keluarga Giovanni ini memang sensitif jika ada yang membahas soal dirinya dan bagaimana caranya bersosialisasi.

Karena terlalu larut dalam pikirannya sendiri, Aurel tidak memperhatikan apa yang ada di depannya. Sampai-sampai untuk kesaktian kalinya, perempuan ceroboh itu menabrak seseorang. Ah tidak, kali ini dua orang sekaligus.

"M-maaf." Ujar Aurel sambil menunduk.

Raya hanya menatap Aurel karena terkejut. Berbeda dengan Dira teman di sebelahnya. Perempuan bernama Dira itu terus mena tawanya sambil menatap remeh ke arah Aurel.

"Gak papa kok." Ujar Raya sambil tersenyum.

Tepat setelah Raya mengatakan hal itu, Aurel langsung pergi meninggalkan dua wanita itu.

"Jalan pelan aja masih nabrak orang. Apa dia nggak pernah gunain matanya buat ngelihat jalan? Haha." Bisik Dira pada Raya yang berada di sampingnya.

Walaupun berbisik, perkataan itu masih bisa terdengar oleh telinga Aurel. Aurel yang Mendengar perkataan itu pun hanya bisa menghela nafas panjangnya. Dan mencoba untuk tidak memikirkan dan tidak mengambil hati perkataan itu.

"Huff jangan baperan, Aurel. Lagian dia vener kok. Gue emang gak hati-hati kalo jalan." Batin Aurel.

"St! Gak boleh gitu!" Bisik Raya.

Vino yang tak sengaja melihat kejadian itu dari kejauhan, mengerutkan keningnya. Tidak bisa dipungkiri, ia merasa bingung dengan sikap aneh yang ditunjukkan oleh Aurel yang seperti orang ketakutan.

"Do, lo tau gak kenapa tuh cewek kelihatan ketakutan gitu? Padahal cuma nggak sengaja nabrak orang gitu doang." Tanya Vino pada Aldo.

"Gak tau. Tapi dia emang kayak gitu orangnya. Dia selalu kelihatan ketakutan kalau abis nabrak orang." Jawab Aldo.

"Interesting." Batin Vino sambil menarik senyumnya ke atas.

"Dia kenapa lagi? Senyum-senyum sendiri gitu. Wah jangan-jangan ada sesuatu yang dia rencanain nih." Batin Aldo yang melihat teman di sebelahnya yang tersenyum.

Tak lama kemudian bel masuk pun berbunyi. Para siswa pun bergegas untuk masuk ke kelas mereka. Begitupun juga dengan Raya, Dira, Vino, dan Aldo.

Skip jam pelajaran

Kriiiiing

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 09:00. Bel yang berbunyi kencang menandakan jam istirahat pertama telah tiba. Semua siswa berbondong-bondong meninggalkan kelas mereka untuk pergi beristirahat. Semuanya berjalan seperti biasa.

Tapi ada yang tak biasa kali ini. Aurel yang biasanya tak beranjak dari tempat duduknya saat jam istirahat, kini dia bangkit dari duduknya dan melangkahkan kakinya untuk keluar kelas.

"Eh, anak introvert yang satu ini mau ke mana? Tumben banget lo beranjak dari tempat duduk lo." Tanya Vino yang berdiri tepat di samping pintu sambil melipat kedua tangannya di dada.

"Misi! Gue mau keluar!" Ucap Aurel sambil menunduk.

"Ya udah keluar aja nggak ada yang larang." Ucap Vino.

Dengan sengaja Vino meletakkan kakinya tepat di depan Aurel dengan tujuan untuk menjegalnya. Dan, ya. Seperti yang Vino harapkan. Aurel yang tidak menyadari itu pun terjatuh karena tersandung kaki Vino.

"Aw!" Ringis Aurel.

"Sorry. Makanya kalau jalan tuh pake mata jangan pake mata kaki." Ucap Vino dengan santainya.

Raya yang tidak sengaja melihat Aurel yang terjatuh itupun langsung menghampiri temannya dan membantunya untuk berdiri.

"Eh lo kenapa?" Tanya Raya yang tidak mendapatkan jawaban dari sang empu.

"Lo nggak papa kan?" Tanya Raya lagi.

"G-gak papa kok. Makasih, ya." Jawab Aurel lalu ia pun pergi entah ke mana.

Vino yang melihat itupun masih tetap pada posisinya dan tanpa merasa bersalah sedikitpun. Bahkan pria itu terlihat menatap dengan remeh ke arah Aurel.

"Dasar nerd!" Gumam Vino sambil ngemutar kan bola matanya malas.

🌸🌸🌸

Berbeda dengan Vino yang tengah menikmati waktu istirahatnya, Satria justru harus menghabiskan waktunya untuk bergelut dengan laptopnya.

Matanya yang tajam itu menatap fokus pada layar di depannya. Jari-jarinya mulai menari-nari dengan cepat di atas papan ketik itu demi menyelesaikan pekerjaannya. Atensinya pun teralihkan ketika suara ketukan terdengar.

Tok tok tok

"Masuk." Ujar Satria dengan datar.

Sesuai perintah, perlahan pintu itu pun mulai dibuka dan setelahnya tampak seorang wanita berambut panjang lengkap dengan kemeja dan rok berwarna hitam yang dikenakannya. Perempuan itu masuk sembari membawa sebuah map.

"Ini berkasnya, Pak." Ujar wanita itu sambil memberikan map yang di bawahnya.

Satria langsung membuka map itu dan memeriksa berkas yang ada di dalamnya.

"Laporannya salah." Ucap Satria sembari menatap tajam wanita di depannya itu.

"Buat lagi." Lanjutnya.

Wanita itu langsung tersentak ketika ia mendapatkan tatapan tajam dari atasannya itu. Dengan cepat wanita itu menundukkan kepalanya agar tak melihat tatapan tajam itu. Walaupun Satria adalah seorang pria yang tampan, tapi jika sudah begini tidak ada yang berani menatapnya.

"Baik, pak." Ujar wanita itu sambil menunduk lalu keluar dari ruangan itu.

Sepeninggalan wanita itu, Satria mengambil kalender kecil yang sengaja ia letakkan di atas mejanya. Pria itu memperhatikan dengan serius kalender itu sambil tersenyum simpul.

TBC

HEARTBEATWhere stories live. Discover now