0.8 Rindu dalam diam

101 75 29
                                    

"Kau tahu rindu dalam diam ini membuatku sulit bernafas."

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

1939.




Petang ini hati Marianna kembali ngilu, sakit ibuk semakin parah bahkan sempat beberapa kali jatuh pingsan, bapak telah berusaha kesana kemari meminjam utangan uang untuk membawa ibuk pergi kepuskesmas namun tidak ada hasil, jangankan untuk meminjami kepada yang lain untuk kebutuhan sehari hari saja kurang.

Gayatri yang saat itu duduk disamping Marianna hanya bisa mengusap punggung gadis malang itu dengan lembut, menyalurkan sedikit rasa hangat untuk hati yang gundah.

Batuk ibuk mengalihkan perhatian mereka, Marianna sedikit tergesa gesa menghampiri tempat tidur ibuk.

"Minum dulu buk."

Gadis itu menyodorkan gelas air putih kedekat bibir pucat ibuk, dengan tangan gemeter ibuk ikut memegangi gelas yang sama.

Mata Marianna kembali berembun melihat noda merah di telapak tangan ibuk, sebenarya penyakit apa yang diderita ibuk sampai harus mengeluarkan darah ketika batuk Mariannapun tidak tahu.

"Tidak usah menangis nduk, Mak baik baik saja."

Badan ringkih itu mendekap Marianna erat, bisikin kata ibuk tidak papa selalu terdengar ditelingnya, diantara eratnya pelukan ibuk samar samar terdengar tangisan.

Marianna menangis dibahu kurus ibuk, tangisan itu menyalurkan rasa sesak dan gundah yang selama ini tersimpan rapat rapat didalam hati.

"Anak emak harus jadi gadis yang kuat, emak selalu disini menemanimu nduk."

Isak tangis berubah menjadi tangisan yang meraung.

Gayatri hanya diam ditempatnya, tangannya sesekali mengusap air mata yang jatuh akibat adegan memilukan didepannya, sebagai seorang teman ia tidak bisa berbuat apa apa selain menemani Marianna disaat saat tersulitnya.

Tangan gemetar ibuk menyibak anak rambut yang menutupi wajah anak gadis satu satunya.

"Emak harus janji temani Marianna sampai kapanpun!" tuntut gadis itu, dibalik pandangan Marianna yang memburam akibat air yang menggenang ibuk hanya tersenyum teduh, wajah pucat itu menyalurkan rasa sayang yang tiada tara.

Titik lemah seorang anak adalah ketika melihat orang tuanya harus berjuang melawan penyakitnya, jika dunia beserta takdirnya bisa dibolak balik begitu mudah rasanya Marianna sungguh ingin menggantikan posisi ibuknya.

Hari ini ditutup dengan malam yang kelabu, bapak pulang dengan tangan kosong hanya tersenyum paksa diambang pintu, bibirnya sesekali bergetar mengucap kata maaf tanpa suara.

Keadaan bapak bahkan jauh lebih kacau dari dirinya, lelaki paruh baya itu terlihat kurus dengan garis hitam bawah mata yang semakin membesar. Semenjak ibu jatuh sakit tidak ada lagi senyum yang menghiasi hari tuannya.

Pagi ini tidak seperti biasanya, mereka yang seharusnya mencuci baju disungai memilih pergi meninggalkan bakul cucian dibawah pohon pinggir sungai.

Gayatri berkata mereka butuh hiburan bahkan gadis itu mati matian merayu Marianna untuk ikut lari dari tugas mencuci mereka.

Dua pasang kaki itu sedang berjalan mengelilingi desa, sesekali bersiul untuk menikmati pagi cerah mereka.

"Kita benar benar butuh hiburan Marianna," gadis itu bersuara.

Marianna Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang